Share

1. Memories

#1 Memories

🍋🍋🍋

Malam Minggu adalah milik anak muda. Sudah bukan hal aneh lagi ketika malam yang gelap menjadi terang karena cahaya lampu di perkotaan.

      “Selamat menikmati!” ujar Beby.

Gadis muda yang kini tengah bekerja di sebuah kafe. Selalu ramai dan jam kerja pun diperpanjang.

Jam menunjukkan pukul 11 malam dan kafe baru tutup setelah pelanggan terakhir pulang. Beby duduk sejenak untuk beristirahat.

      “Beby, ini giliran kamu buang sampah!” ujar Evie, staf gudang.

       “Oh iya Kak,” Beby langsung bangun dan mengambil dua kantong sampah besar berisi sampah.

Dengan tergopoh-gopoh ia membawa dua kantong itu sendiri ke gedung bagian belakang. Setiap bangunan, memiliki lorong belakang.

      “Haahh, pengen cepat-cepat pulang,” gumamnya sendiri. Ia menatap langit malam sejenak dan menghela napas.

Tanpa berlama-lama ia kembali dan membereskan tasnya. Tidak banyak barang yang ia bawa saat bekerja. Tas berukuran 25x30 sudah lebih dari cukup.

      “Beb, pulang sama siapa?” tanya Evie.

      “Sendiri Kak.”

      “Reno! Antar Beby pulang!” teriak Evie tiba-tiba.

      “Eh? Enggak perlu Kak, lagian rumah Kak Reno dan rumah Beby berlawanan arah.”

      “Yakin? Udah lewat tengah malam loh!”

Beby tersenyum kikuk. Ia tahu bahwa seniornya ini sangat baik dan terlampau mengkhawatirkan dirinya.

      “Beby yakin, lagian udah biasa juga jadi nggak masalah.”

Evie menatap Beby tidak yakin tapi mau bagaimana lagi, ia tidak bisa memaksa.

      “Hati-hati di jalan!” ujar Evie.

Beby tersenyum dan melambaikan tangan. Ia berjalan menelusuri trotoar. Sudah banyak toko tutup. Hanya ada beberapa gedung yang masih buka.

Beby berhenti sejenak kala ia melihat bangunan yang sudah tidak asing lagi dan terkenal sebagai diskotek atau bahasa lebih bagusnya Bar. Tidak jarang ia melihat pemandangan tidak baik ketika melewati tempat itu.

      “Haaahh, pura-pura tidak tahu apa-apa,” gumamnya lagi mulai berjalan.

Kala melewati tempat itu, secara bersamaan seorang pria keluar. Setelan kemeja yang sedikit berantakan namun terkesan keren. Ia berjalan melewatinya begitu saja.

Wusss~~

Angin malam bertiup membuat aroma parfum pria itu tercium oleh Beby. Ia berhenti sejenak.

   ‘Lemon’

Pria itu menatap punggung kecil Beby yang berhenti sejenak. Hingga akhirnya berjalan menjauh.

      “Dewa!” panggil Revan yang keluar dari Bar.

      “Ada apa?”

      “Aku yang harusnya tanya, Kau kenapa? Dari tadi aku panggilan nggak dengar!”

Tanpa menjawab pria yang bernama Dewa itu mulai pergi menuju mobilnya yang terparkir diikuti oleh Revan. Sebelum itu, Revan menatap ke arah dimana Dewa menatap intens. Tidak ada apa-apa selain seseorang berjalan menjauh.

Dewa hanya bisa memandang keluar jendela mobil sembari menahan rasa mengganjal. Perasaan yang tidak ingin ia ingat. Perasaan yang membawanya menuju ingatan satu tahun yang lalu. Sedangkan Revan hanya bisa menghela napas kala melihat mood sahabatnya itu terasa buruk. Fokus mengendarai menjadi pilihan paling baik baginya.

Dewa yang baru sampai di rumah memilih untuk duduk dekat jendela. Malam tanpa bintang sudah menjadi pemandangan biasa namun membawa rasa rindu dengan langit malam , hingga sebuah ingatan yang selama ini ingin dilupakan muncul.

      “Argh! Sial!” geramnya sendiri.

Entah kenapa kala berpapasan dengan gadis asing itu membuatnya mengingat kenangan pahit. Tidak ada kesamaan apa pun dalam gadis itu, namun rasa menyesakkan begitu terasa.

Dilain tempat, Beby pulang dengan keadaan sangat kelelahan. Tanpa membersihkan diri, ia langsung berbaring di atas kasur lantai, menatap langit-langit kontrakan dan mengingat ia berpapasan dengan pria beraroma lemon.

      “Dasar, kenapa disaat seperti ini aku mengingatnya?” gumamnya. Tanpa sadar air matanya jatuh, rasa sedih yang mendalam masih menyelimuti selama 3 tahun terakhir.

Ia menutup mata dengan lengan kanan menahan air matanya yang tak kunjung berhenti.

      “Argh! Sial!” umpatnya sendiri.

Beby langsung bangun dari posisinya. Berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajah sebelum akhirnya memilih duduk di teras kontrakan. Ia menatap langit tak berbintang dan angin dingin pun menemaninya. Malam yang dingin tidak mengusik Beby sama sekali. Perasaan sesak masih begitu membekas namun kini tanpa air mata lagi. Diam sembari menatap pot bunga mawar yang tersusun di depan halaman. Mawar yang telah ia rawat lebih dari tiga tahun ini. Mawar yang akan selalu mengingatkannya pada kenangan paling pahit dalam hidup.

   ‘Dan pada akhirnya aku hanya bisa menyakiti diri sendiri dengan mengingatnya.'

~~~

Pagi datang dengan membawa kesibukan bagi orang-orang. Salah satunya Dewa, setelan kemeja putih dengan jas abu dan sepatu pantofel mahal berjalan memasuki gedung DC Corporation.

      “Selamat pagi,” salam karyawan ditunjukkan untuknya.

      “Pagi,” balasnya dengan wajah dingin.

Bukan hal baru lagi bagi karyawan DC Corporation. Dewa Chandra terkenal sebagai sosok yang sangat dingin. Namun wajah tampannya menjadikannya sosok yang tetap dikagumi kaum hawa.

Dewa memasuki ruangan dan betapa terkejutnya kala sudah ada sebuah kotak berisikan jam tangan.

      “Dari siapa ini?” gumamnya.

      “Selamat pagi!” wanita cantik dengan setelan dress selutut berwarna merah datang masuk ke dalam kantor Dewa

Dengan wajah kesal ia menutup kotak itu dan melemparnya tepat masuk ke dalam keranjang sampah.

      “Kak Dewa! Kenapa malah dibuang?!” ujar kesal wanita itu.

      “Tidak berguna,” ujar Dewa, sinis.

      “Apa Kak Dewa bakalan kaya gini terus sama aku? Sebentar lagi kita tunangan loh kak!” ujarnya kesal.

      “Angel, kamu bisa saja membohongi orang-orang tapi tidak denganku!”

Angel terdiam. Entah apa yang sedang dia sembunyikan dan apa yang diketahui oleh Dewa.

      “Kak Dewa maksudnya apa? Aku nggak ngerti kak!”

      “Keluar!” perintah Dewa.

      “Tapi kak!”

      “Keluar sialan!” amuk Dewa.

Seketika Angel terkejut. Ia tidak menyangka akan mendapat makian seperti itu.

      “Kak Dewa jahat!” teriak Angel, lari.

Dewa mengatur emosinya. Ia benar-benar merasa kesal sejak berpapasan dengan gadis asing itu.

~~~

Beby hanya bisa menelan ludah dengan keras. Di jam awal bekerja ia harus bertemu dengan teman lamanya.

      “Hai Beby, aku baru tahu kalau kamu kerja disini,” sapa gadis berambut bob.

      “Hehe, hai juga Rena, Rehan,” sapa Beby, kikuk.

   “Oh iya, kita mau pesen dong, cappucino latte dan kopi gula aren, jangan lupa antar!” pintanya.

Beby menahan kesal karena seharusnya mereka menunggu pesanan sebelum memilih untuk duduk.

   “Baik,” ucapnya senyum terpaksa.

Beby membuat pesanan untuk mereka. Sesekali ia melirik pada pasangan sejoli itu. Ada rasa pedih karena harus mengingat masa lalu.

   ‘Apa tidak apa-apa seperti ini?’

Tidak ada hal baik yang ada dalam kenangannya. Hanya hal buruk yang membekas dalam hatinya.

Beby membawa pesanan Rena dan Rehan. Dengan ramah dan sopan santun layaknya pelanggan yang lainnya.

   “Silakan dinikmati,” ujar Beby dengan lembut dan ramah.

   “Ah, andai Rio masih ada, pasti sekarang dia mau membantuku!” ucap Rehan membuat Beby terdiam sejenak.

   “Ya ampun, kamu jangan bicara seperti itu!” tegur Rena dengan nada yang sedikit dibuat-buat.

Beby yang berdiri membeku seketika langsung tersadar dan menarik napas dalam sekali sebelum memilih untuk pergi ke tempatnya.

Bisa ia lihat wajah arogannya sepasang kekasih itu. Iya Rena dan Rehan sudah pacaran sejak masih SMA.

   ‘Aku tidak apa-apa, tenang Beby, ini bukan apa-apa!’

Setelah kejadian itu, Beby memilih untuk beristirahat sejenak di ruang staff dan merenungkan kembali apa yang telah ia jalankan selama tiga tahun terakhir ini.

   “Bekerja, bekerja dan bekarja, apa yang aku harapkan selama ini?” gumamnya sendiri sembari meletakkan kepalanya di atas meja.

Ceklek.

Pintu terbuka dan menampakkan sosok Evie, staff gudang yang sedikit galak namun sebenarnya sangat baik dan perhatian.

   “Beby, aku dengar kamu tidak enak badan, kenapa tidak pulang? Kemarin dapat shift sore dan sekarang langsung dapat shift pagi,” jelas Evie.

   “Ah tidak kak, aku akan mengambil sedikit waktu dan akan aku ganti dengan waktu bekerja lebih lama,”

   “Jangan paksakan diri!”

   “Kak Evie selalu perhatian dengan semua orang, pantas banyak yang merasa salah paham,”

   “Maksudnya?”

   “Hehehe.... bukan apa-apa Kak,” Beby tersenyum.

Bukan rahasia lagi mengenai Evie yang banyak disukai oleh pegawai lain. Bahkan pegawai dari toko sebelah pun menyukainya. Parasnya cantik dengan pembawaan tegas namun lembut.

   “Ya sudahlah, aku lihat tadi manajer meminta Neo untuk bekerja lebih awal menggantikanmu, kamu bisa gantikan Neo siang ini,” ujar Evie.

   “Tentu Kak,” balas Beby.

Evie langsung keluar dari ruang staf dan kembali bekerja, meninggalkan Beby yang masih kalut dengan perasaannya.

   ‘Andai waktu itu tidak pernah terjadi.’

Beby menatap keluar jendela. Langit pagi hari sangat menenangkan untuk dipandang. Suasana tenang ini tidak pernah Beby ketahui bahwa ada badai yang telah menanti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status