Share

2. Meet

#2 Meet

🍋Selamat Membaca🍋

Jam menunjukkan waktu makan siang. Dewa masih berkutat dengan dokumen perusahaan yang menumpuk di atas meja.

Tok tok tok

Pintu ruangan Dewa diketuk. Tidak ada balasan dari sang pemilik ruangan.

Tok tok tok

Sekali lagi pintu itu diketuk dan Dewa mendesah. Ia merasa terganggu dengan ketukan itu.

   “Masuk!” pintanya.

Pintu dibuka menampakkan sosok Revan yang bekerja sebagai asistennya.

   “Ada apa?” tanya Dewa dengan nada datar.

   “Sudah waktunya makan siang,”

   “Duluan saja!”

Revan menghela napas berat. Bukan hanya satu atau dua kali Dewa menolak ajakan makan siang dan memilih untuk bekerja.

   ‘Dasar penggila kerja’ batinnya.

   “Ayolah sekali-kali ikut makan siang! Ada restoran baru di seberang Kafe Ria,” ujar Revan.

   “....”

Dewa hanya diam tidak menanggapi ucapan Revan sama sekali. Hal itu membuat Revan sendiri kesal.

   “Haahhh, ah iya aku lupa mengatakan ini, ada gadis yang menurutku dia mirip sekali dengan wanitamu itu,” ucap Revan.

   “Ya, kalau tidak tertarik ya sudah, aku tidak bisa memaksa,” lanjutnya lagi.

Dewa yang sedari tadi bekerja dengan laptopnya seketika berhenti.

   “Hanya kali ini saja,” ucap Dewa langsung menutup laptop dan beranjak dari kursinya.

Revan hanya bisa menggelengkan kepala dan berjalan mendahului. Ia tahu sebegitu besar cintanya Dewa kepada mantan kekasih. Namun sayang, takdir tidak menjadikan mereka berjodoh. Pengkhianatan sang kekasih menjadi ketakutan terbesar Dewa dalam sebuah hubungan.

~~~

Beby menatap jam dinding, sudah waktunya ia menggantikan Neo.

   “Neo, sudah waktunya gantian,” ujar Beby.

   “Oh iya, Neo kelupaan Kak, biasanya Neo selesai jam 3,” ujarnya tersenyum.

Beby ikut tersenyum kala melihat tingkah Neo. Ia merasa Neo adalah sosok yang mencintai dan menikmati waktu bekerja. Jarang sekali ada pegawai yang seperti itu.

Beby menggantikan Neo dan mulai melayani pelanggan yang datang. Namun tiba-tiba Manajer kafe datang.

    “Beby, bisa kamu bantu Evie di depan? Dia sedang menyebarkan selembaran promo akhir tahun,” pinta Manajer.

    “Oh baik Manajer, saya akan ke depan!” ucap Beby segera berjalan ke depan.

Hari cukup panas dan ramai, Evie menyebarkan selembaran promo akhir tahun. Seperti kafe dan restoran pada umumnya. Setiap akhir tahun, untuk penyambutan tahun baru, akan ada promo besar.

     “Kak Evie, bisa bagi selembaran brosurnya?”

     “Tentu, semoga akhir tahun ini bisa menembus target seperti tahun lalu,” Evie berharap hal-hal baik seperti biasa.

     “Iya Kak, Beby juga berharap hal yang sama, lumayan bonusnya, hehe....” Beby sedikit tertawa kecil. Membayangkan mendapat bonus yang cukup besar membuatnya sedikit semangat.

     “Promo Kafe Ria Kak! Jangan lupa ada promo besar akhir tahunnya!” teriak Beby dan Evie.

Mempromosikan brosur yang cukup banyak.

~~~

Dewa dan Revan memarkirkan mobilnya tepat di depan restoran. Dewa keluar terlebih dahulu dan disusul Revan yang keluar dari mobil bagian kemudi.

Dewa menatap ke arah seberang tepatnya di depan Kafe Ria, dua orang dengan seragam kafe tengah menyebarkan brosur.

Matanya bukan tertuju pada Kafe Ria, melainkan pada gadis yang berambut panjang yang dikuncir kuda. Gadis yang membuatnya gelisah dan perasaannya mengganjal, gadis yang sama saat mereka berpapasan.

     “Oi! Dewa!” Revan menepuk bahu Dewa.

     “Iya?” jawab Dewa terkejut.

     “Lihat apa? Sampai dipanggil tidak dengar!”

     “Bukan apa-apa.”

Dewa langsung memasuki restoran itu. Karena baru buka, tentunya ramai dikunjungi.

     “Astaga, kau mengajak ke tempat seramai ini?” Dewa sangat membenci keramaian dan Revan mengajak Dewa ke tempat yang ramai.

     “Ayolah! Namanya juga tempat baru, pasti ramai!”

Dewa langsung keluar karena tidak tahan dengan suasana yang ramai.

     “Hei, kenapa kita keluar? Masih ada banyak meja yang kosong!”

     “Tidak, aku ingin tempat yang tidak begitu ramai!”

     “Tapi apa kau tidak mau melihat orang yang mirip ‘dia’?”

     “Apa maksudmu pelayan yang tengah melayani di meja pojok itu?”

     “Iya, bagaimana? Mirip bukan?”

     “Iya, sangat mirip namun dilain sisi dia tidak mirip.”

Revan bingung. Setahunya sosok itu yang sangat mirip sejauh ia lihat, tapi disisi lain Dewa merasa tidak mirip, apa dari cara berpakaian?

Dewa berjalan menyeberang dan mendekat gadis berambut panjang yang tengah menyebarkan brosur.

     “Selamat siang! Kafe Ria sedang ada promo akhir tahun, silahkan datang!” ucapnya.

Dewa menatap brosur yang diserahkan gadis itu yang tidak lain adalah Beby. Dengan ragu Dewa menerimanya dan membaca brosur itu. Tidak begitu buruk desain brosur untuk sebuah kafe sederhana.

     “Bukannya tahun baru masih cukup lama?” tanya Dewa.

     “Ah iya, kami selalu menyebarkan brosur sekitar seminggu sebelum promo dilaksanakan! Ah iya di puncak promo yaitu sekitar malam tahun baru ada diskon khusus pasangan yang merayakan tahun baru di kafe kami,” jelas Beby dengan begitu ramah.

Sejujurnya dalam hati Beby sangat tidak tenang. Bukan ia tidak tahu, pria yang ada di hadapannya ini adalah pria yang sama saat berpapasan kemarin.

Aroma lemon menyeruak dan membuatnya merasa tidak tenang. Bukan karena ia tidak menyukainya, tetapi karena hal itulah membuatnya mengingat kenangan pahit.

     “Lumayan juga diskon khusus couple,”

     “Tentu, anda bisa mengajak pacar, tunangan atau mungkin istri untuk merayakan tahun baru di kafe kami, tentunya akan ada banyak menu spesial yang memang hanya di tahun baru saja kami sediakan!”

     “Benarkah?”

     “Jika memang bersedia datanglah, saya permisi lanjut menyebarkan brosur ini,” Beby sedikit membungkuk badan dan lanjut menyebarkan brosur yang masih tersisa cukup banyak.

     “Beb, apa sudah selesai?” tanya Manajer yang tiba-tiba datang.

     “Sebentar lagi Manajer,”

     “Cepatlah dan gantikan Neo!”

     “Baik, akan segera saya selesaikan!”

Manajer itu langsung pergi dengan mobilnya meninggalkan kafe. Sedangan Beby sendiri melanjutkan pekerjaannya.

     “Sepertinya promo couple lebih pantas untuk nona,” ucap Dewa tiba-tiba.

     “Eh? Kenapa saya? Jika pun saya mau tapi sepertinya tidak bisa,” ujar Beby.

     “Beby, bisa gantikan Neo? Untuk brosur biar aku yang lanjut!” ujar Evie muncul dari arah pintu masuk kafe.

     “Baik Kak Evie, Beby segera ke sana!” ucap Beby.

     “Saya permisi, dan semoga harinya menyenangkan!” salam Beby pergi meninggalkan Dewa.

Revan yang sedari tadi hanya mengamati sedikit menahan tawa. Bukan ia tidak mengerti perkataan Dewa, ia sangat paham.

     “Jika ingin tertawa, tertawa saja,” ujar Dewa.

Saat itu juga Revan tertawa puas karena melihat hal yang jarang sekali bisa dilihat. Salah paham yang begitu singkat.

     “Kau pasti salah paham dengan panggilan pria tadi bukan? Beb, seperti panggilan sayang, tapi ternyata nama gadis itu Beby, hahaha....” Revan sangat terhibur.

Dewa tidak bisa membantah hal itu, ia juga tidak salah jika mengira panggilan itu adalah panggilan sayang.

Dewa tidak memikirkan kejadian itu, ia memilih untuk masuk ke dalam kafe. Belum pernah ia datang memasuki kafe yang begitu sederhana.

Tidak berisik, nyaman dan alunan musik akustik pun diperdengarkan dengan begitu lembut.

     “Waw, sederhana dari luar tapi elegan dari dalam,” ujar Revan memberi penilaian kesan pertama.

Di bagian bar sudah ada Beby dengan yang berdiri dan siap melayani pelanggan.

     “Selamat datang tuan-tuan, senang anda datang ke kafe kami, anda mau memesan apa?”

     “Makanan dan minuman favorit disini dua!” ujar Dewa.

     “Baik, totalnya tujuh puluh tiga ribu rupiah,” ucap Beby.

Dewa sedikit terkejut dengan total pembayarannya. Bukan karena mahal, melainkan karena jumlah itu sangat murah untuk dua porsi plus dengan minum.

     “Dewa, apa kau merasa cukup hanya minum dan makan makanan ringan?” Tanya Revan.

   “Apa ada masalah?”

   “Iya, aku butuh nasi.”

   “Kau bisa makan nasi sepuasnya setelah pulang bekerja,” ucap Dewa, sembari mencari dompetnya.

Dewa memberikan selembar uang seratus ribu dan menerima kembalian. Ini bisa menjadi sejarah bagi Dewa yang memesan menu di kafe seharga di bawah ratusan ribu.

   “Mohon ditunggu,” ucap Beby.

Dewa menunggu pesanannya. Sesekali ia melirik ke arah Beby yang sedang membuat kopi. Matanya tertuju pada name tag seragam kafe itu.

   ‘Beby Mayangsari,' batin Dewa.

~~~

Beby tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. Baru kali ini ia bisa merasa kacau hanya dengan merasakan aroma parfum lemon milik pria itu. Aroma yang hampir mirip milik mantan kekasihnya itu memunculkan ingatan buruk.

Beberapa kali ia mendengar pria lain memanggilnya ‘Dewa’ bisa ia simpulkan bahwa pria itu bernama Dewa.

   “Ini pesanan anda tuan, silakan menikmati!” ucap Beby memberikan pesanan Dewa.

Seiring perginya Dewa menjauh, Beby merasa sedikit lega. Untungnya tidak begitu banyak pelanggan hari ini, suasana pun terasa lebih tenang dibanding saat weekend.

Disisi Dewa sendiri menerima pesanannya dan berjalan menuju kursi dekat dengan jendela.

Revan hanya bisa menggelengkan kepala. Tidak tahu apa yang Dewa lakukan dan pikirkan.

   “Dewa, kau tertarik dengan gadis itu?”

Dewa sedikit terkejut dengan pertanyaan yang lebih tepatnya seperti pernyataan Revan.

   “....”

Dewa hanya diam tidak menanggapi Revan. Ia memilih untuk menatap keluar sekeliling kafe. Sesekali ia menatap para pegawai kafe. Sopan dan cekatan dengan pakaian yang rapi.

   “Jika dinilai, berapa nilai yang di dapat kafe ini?” tanya Revan.

   “Untuk kafe sederhana bisa dapat sekitar 85, tidak buruk walau tak sempurna,”

   “Menurutku bisa sampai 9 mengingat makanan disini ternyata tidak buruk juga, enak dan terjangkau, hanya saja anehnya kenapa kafe ini tidak ramai?”

   “Bisnis dalam dunia F&B memang cukup ketat.”

   “Oh iya apa benar kantor kekurangan pegawai?”

   “Iya, khususnya bagian kebersihan, banyak OB dan staf bawah aku pindahkan ke cabang baru.”

   “Pantas kantor terlihat lebih sepi.”

Revan menatap sekeliling kafe dan memejamkan mata. Menikmati kopi dengan alunan musik yang menambah nikmat. Tidak begitu ramai namun tidak bisa dikatakan sepi. Tidak berisik dan tenang.

   “Aku rasa ini bisa menjadi tempat favorit bagi pencinta ketenangan, bukan begitu Dewa?”

   “Mungkin.”

Dewa menatap jam tangannya, ia cepat-cepat menghabiskan kopi dan makanan ringannya.

   “Cepat habiskan, jam makan siang sudah habis,” ujar Dewa.

   “Ah baiklah.”

Revan pun cepat-cepat menghabiskan minuman dan makanannya, karena jam makan siang sudah habis, mereka kembali ke kantor untuk lanjut bekerja.

~~~

Enaknya bekerja shift pagi adalah bisa pulang sebelum hari gelap. Seperti hari ini, Beby berjalan menelusuri trotoar di sore hari. Sampai di jembatan besar ia berhenti sejenak. Menatap senja yang jarang bisa dilihat dengan angin sore yang cukup menyejukkan.

   “Rio, andai saat itu aku datang apa kamu akan tetap masih ada disini? Andai saat itu aku tahu kamu serius pada ucapanmu itu, apa aku tidak akan hidup penuh penyesalan?” gumamnya sendiri.

   “Hari ini aku bertemu dengan seseorang, parfum nya hampir mirip dengan milikmu, ah mungkin milik pria itu lebih kuat dibanding parfum yang biasa kamu pakai, milikmu selalu terasa lembut dan menenangkan, tetapi milik pria itu begitu kuat dan tajam sampai mampu membuatku mengingat penyesalanku ini,” ucapnya lagi sendiri.

Tanpa sadar air matanya jatuh menahan rasa sesak yang mengganjal. Entah kapan rasa mengganjal itu hilang.

   “Melihat kamu ada disini, tidak untuk melakukan hal bodoh kan? Seperti mantan kekasihmu?” ucap Rehan yang tiba-tiba muncul dan berdiri tepat di samping Beby.

   “Bukankah kamu membenciku? Kenapa malah berdiri denganku disini?”

Rehan tersenyum. Tidak ada tanda kendaraan yang terparkir yang artinya ia berjalan kaki.

   “Aku hanya tidak ingin melihat kejadian bodoh itu terulang kembali.”

   “Aku tidak seberani itu untuk bunuh diri.”

   “Itu bukan keberanian, melainkan tindakan bodoh!”

Hening, tidak ada percakapan apa pun. Hanya menikmati angin sore dan senja yang perlahan menghilang.

   “Hei!” panggil Rehan menoleh ke arah Beby.

   “Iya?”

   “Jangan pernah menyesal dengan apa yang terjadi tiga tahun yang lalu.”

   “Kenapa? Aku yang penyebab kau kehilangan sahabat dan sepasang suami istri kehilangan anaknya.”

    “Tidak, itu benar-benar bukan salahmu Beby.”

    “Apa maksudnya?”

    “Ini sulit untuk dijelaskan, intinya dia bunuh diri bukan karena mu, jadi hiduplah dengan benar! Cari pasangan dan lupakan masa lalu yang bodoh itu!”

Rehan langsung pergi. Beby tidak mengerti apa pun dengan perkataannya. Seperti ada sesuatu yang tidak ia ketahui dan hanya Rehan yang mengetahuinya.

    “Rehan!” panggil Beby.

    “Apa?”

    “Bisa kau jelaskan? Kenapa kau bisa mengatakan hal itu dengan begitu tenang?”

Rehan tidak mampu untuk berbalik badan dan menatap Beby. Ia gigit kuat bibirnya untuk menahan sesuatu yang tidak ingin ia katakan. Melihat Beby saat ini sama saja seperti ia bersiap untuk terjun ke dalam jurang.

    “Rehan, kumohon....”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status