Bab 2 diluar kuasaku
Saat aku masuk kedalam ruangan mba Rahma, aku dibuat terkejut dengan kondisi mba Rahma.
Tubuh Mba Rahma menempel alat-alat medis. Rupanya kondisi Mba Rahma sudah semakin parah."Mahira, kemarilah!" titah ibu dari mba Rahma yang bernama bu Hilda. Aku pun dengan ragu mendekat ke arah mba Rahma. Sempat aku Melirik kearah mas Gani. Namun, lagi-lagi mas Gani menatapku dengan sinis hingga membuatku buru-buru memalingkan tatapanku kearah lain. "Mahira!" panggil mba Rahma sambil terbatas-bata. "Iya, Mba. Aku disini," jawabku sambil menggenggam tangan mba Rahma. Air mataku jatuh seketika saat melihat kondisi mba Mahira, terlihat jelas dia sedang menahan sakit."Mas!" panggil mba Rahma pada mas Gani.Mas Gani pun mendekat. "Ya, sayang.""Mas, aku mohon penuhi keinginanku. Menikahlah dengan Mahira! Demi Dita dan anggap ini menjadi permohonan ter'akhir ku," ucap mba Rahma.Mendengar ucapan mba Rahma, aku melepas genggamanku dari tangan mba Rahma."Maaf, Mba. Aku tak bisa. Aku tak bisa menikah dengan ...." perkataanku terputus saat bu Hilda menyentuh lembut pundakku. Mata bu Hilda berkaca-kaca, aku bisa melihat dengan jelas dia melihatku dengan tatapan memohon. "Baiklah, Sayang. Jika itu mau mu, aku akan menikahi Mahira," ucap mas Gani. Aku membelalakan mata mendengar ucapan mas Gani, kenapa dia mengambil keputusan seenaknya. Mba Rahma tersenyum. "Menikahlah, hari ini juga, Mas!" titah mba Rahma. Mba Rahma tau aku seorang yatim piatu, jadi mas Gani cukup menghadirkan wali hakim saja untukku. "Tapi, Mba ...." ucapanku terhenti saat mas Gani menatap tajam padaku. Seketika lidahku kelu, aku langsung menunduk tak berani lagi membantah. Setelah mas Gani menyiapkan semuanya, sore harinya kami menikah di depan mba Rahma. Dengan satu kali tarikan napas, aku telah resmi menjadi istri mas Gani. Semua yang berada di ruangan menangis saat kami melakukan ijab kabul. Termasuk mas Gani. Ia menangis sambil menatap mba Rahma, dari cara mas Gani menatap mba Rahma, aku bisa melihat bahwa mas Gani sangat mencintai mba Rahma.Satu jam setelah kami melakukan ijab qobul, mba Rahma yang sedang menggenggam tangan mas Gani tiba- tiba memejamkan matanya, genggaman tanganya pun terlepas dan membuat mas Gani panik. Bu Hilda dengan cepat memanggil dokter untuk memeriksa mba Rahma dan setelah Dokter memeriksa mba Rahma, mba Rahma dinyatakan meninggal dunia.Tangis kami pecah saat mengetahui bahwa mba Rahma sudah berpulang. Mas Gani terus memeluk jasad mba Rahma yang terbaring di brankar. Setelah kematian mba Rahma, mas Gani menjadi sosok yang sangat dingin dan tak tersentuh. Ia bahkan mengabaikan Dita putrinya, mas Gani bahkan tak pernah pergi lagi kerumah sakit dia hanya mengurung dirinya di kamar. Dua bulan setelah kematian mba Rahma, mas Gani pulang dalam kondisi mabuk, aku yang sedang membuat susu untuk Dita di dapur terhenyak kaget saat tiba-tiba mas Gani menarik tanganku dengan kasar, dia menyeretku ke kamar, dan malam itu, mas Gani meminta haknya dengan kasar dan dalam pengaruh alkohol. Aku hanya bisa pasrah saat dia melakukannya, dia bahkan tak memerdulikanku yang sudah menangis memohon agar dia menghentikannya. Keesokan harinya mas Gani bersikap seolah tidak ada yang terjadi, dia tetap bersikap datar dan acuh.Satu bulan kemudian, aku memberanikan diri untuk membeli tespack, walaupun aku baru telat 3 hari, aku memberanikan diri membeli tespack dan benar saja aku hamil. Aku bahagia, sangat bahagia. Aku pikir, mas Gani akan berubah karena aku mengandung anaknya. Namun aku salah, dia malah bereaksi datar, dia hanya meminta aku pindah kekamarnya karena selama ini aku selalu tidur di kamar Dita.Flashback offDan kini usia kandunganku menginjak 5 bulan dan aku merasa cukup lelah menghadapi sikap dingin mas Gani, bolehkah aku menyerah, Ya Allah. Seseorang masuk ke kamar membuyarkan lamunanku. "Bunda!" Panggil Dita, dia berjalan menghampiriku sambil membawa segelas susu hamil yang telah aku seduh tapi aku lupa meminumnya. Aku bersyukur memiliki anak tiri sebaik dan semanis Dita dia bisa menjadi penyemangatku dan aku juga menyayanginya. "Terimakasih, Sayang," ucapku sambil mengambil gelas yang dita pegang. "Bunda, apa aku boleh ikut memeriksa dede bayi kerumah sakit?" Tanya dita. "Kau mau ikut, Sayang?" Dita pun mengangguk antusias. "Tapi, Bunda bukan pergi kerumah sakit tempat ayah praktek Sayang."Mendengar ucapanku, Dita terlihat murung. Aku tau, Dita ingin ikut denganku karena ingin melihat ayahnya.Walaupun sikap mas Gani sudah seperti semula pada Dita, tapi tetap saja ada yang berbeda dari sikapnya ketika masih ada mendiang mba Rahma dan itu membuat Dita merasa kehilangan juga sosok ayahnya. Mas dia anakmu. Bisakah kau lebih memerhatikannya. Aku membatin dalam hati saat melihat Dita tertunduk.Bab 47Gani melongo mendengar ucapan istrinya. Ia menghela napas, menghadapi istrinya harus memiliki kesabaran super extra."Yank, Mas udah mandi, masa bau?""Bukan Masnya. Tapi susu hamilnya!"Gani menghela napas lega, "Kamu ga mau minum susunya?" tanya Gani. Mahira menggeleng."Sini cepet!" titahnya."Bentar Mas simpen dulu ini ke dapur."Setelah menyimpan susu ke dapur, Gani pun kembali ke kamar. Ia melangkahkan kakinya menuju ranjang, lalu membaringkan tubuhnya dan menjadikan paha Mahira sebagai bantalan, dia mengarahkan wajahnya pada perut istrinya dan menciumnya terus menerus."Mas!" panggil Mahira, ia meletakan ponselnya, tangannya mengelus rambut Gani.Gani mengubah posisinya menjadi melihat kearah Mahira, ia mengambil tangan Mahira yang sedang mengelus rambutnya, lalu mengecupnya. "Kenapa?" tanya Gani"Mas aku pengen ngadain resepsi pernikahan kita," lirih Mahira dengan suara pelan. Melihat ponsel dan melihat tentang artikel pernikahan. Tiba-tiba ia ingin mengadakan resepsi.
Bab 46 Kamu bau "Maksudnya gimana sih, yank?" tanya Gani saat Mahira menyuruhnya memakan bakso, bukankah tadi istrinya yang menginginkannya."Ya, Mas yang abisin. Aku mau ngeliat mas makan bakso," jawabnya sambil menyeruput kembali jus di tangannya. Ia memang ingin bakso. Tapi tiba-tiba ia malah ingin melihat suaminya yang memakan bakso"Yank, kan tadi kamu yang mau. Kenapa sekarang jadi Mas yang harus makan?" tanya Gani, ia berbicara selembut mungkin pada istrinya."Mas, waktu aku hamil Albi, aku ngadepin ngidam aku sendiri. Dulu, waktu awal-awal aku hamil kamu ga pernah perduliin aku, Dulu, waktu aku peng ...." perkataan Mahira terputus saat melihat suaminya mengambil mangkok yang berisi bakso dan langsung menyantap baksonya, ia melihat kearah Mahira dan tersenyum, tapi hatinya ketar-ketir.Bagaimana tidak, selama sebulan ini ia menjadi seorang vegetarian agar hidupnya bertambah sehat, tapi sekarang ....Ah, syudahlah, kebahagian istrinya lebih penting dari apapun sekarang.Mahira
"Sayang, bangun yu ... Ini udah hampir siang. Mas bentar lagi praktek," ucap Gani. Setelah Drama semalam Mahira tak mau melepaskan pelukannya. Pagi ini pun, setelah sholat subuh Mahira ingin kembali tidur dan memeluk suaminya. Mungkin rasa itu terasa lebih manis kala satu bulan ini dia salah sangka pada suaminyaBukannya menjawab, Mahira malah memeluk suaminya semakin erat. "Nanti dulu, masih mau meluk!" Jawabnya sambil memejamkan mata. Ia benar-benar merasa nyaman memeluk suaminya.Gani tersenyum, ia mengelus punggung sang istri. "Kangen ya? karena sebulan kemaren ga meluk Mas?" tanya Gani sambil terkekeh pelan. Pasalnya selama sebulan kemarin, saat dirinya salah sangka pada suaminya, Mahira tak pernah membalas pelukan Gani.Bukannya membalas ucapan suaminya, Mahira membuka matanya, ia mengangkat kepalanya dan langsung mencium pipi Gani, lalu mengecup bibir Gani.Setelah itu, ia menyimpan kepalanya di dada Gani, ia mengusap dada Gani dengan telunjuknya.Mendapat perlakuan begitu dar
Bab 44 Kejutan manis untuk Gani"Ayah, Bunda mana?" tanya Albi saat membuka pintu kamar mandi.Saat ini, Gani berada di belakang pintu kamar mandi dan Mahira bersembunyi dibelakang tubuhnya. Ia sengaja melongokan kepalanya keluar agar Albi tak masuk ke kamar mandi, jadi hanya kepala Gani saja yang terlihat."Albi mau apa nyariin bunda?" tanya Gani."Bunda nyimpen robot Albi, Albi mau nanya di mana bunda nyimpennya," jawab bocah kecil itu."Di kontainer ijo," bisik Mahira di telinga Gani.Gani pun mengangguk."Di kontainer warna ijo." Gani memberitau pada Albi.Karena sudah di beri tau, bocah kecil itu pun pergi tanpa menjawab lagi ucapan sang ayah.Setelah Albi pergi, Gani menutup kembali pintu kamar mandi.Gani pun mengajak Mahira untuk berendam di bathub, lalu mengulangi kegiatan panas mereka.Saat ini, mereka masih berendam di bathube dengan posisis yang berhadap-hadapan. Gani terus menatap wajah Mahira yang sedang tertunduk.Saat dulu pun Mahira sudah cantik, sekarang kencatikann
Bab 43 memadu kasih.Setelah mengucapkan hal yang sebenarnya pada Haikal tentang siapa dirinya, Gani pun keluar dari ruangan di rektur utama.Sedangkan Akbar yang tadi menunggu di luar hampir saja terguling saat Gani membuka pintu.Gani menggeleng meliat tingkah temannya, Gani tau, bahwa temannya menguping pembicaraanya dengan haikal. Gani pun melangkahkan kakinya tanpa mengajak Akbar"Anda akan pulang kembali, Dok?" tanya Akbar dengan memakai bahasa formal karena sudah tau siapa Gani sebenarnya.Tiba-tiba Gani menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang. "Awas aja kalau lu bocorin apa yang barusan lu denger!" ancamnya pada Akbar, lalu setelah mengatakan itu, Gani pun kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya.Gani dilahirkan dari keluarga sultan, jika orang lain lebih memilih meneruskan bisnis keluarga. Namun tidak bagi Gani.Sejak sekolah, ia sudah tertarik dengan dunia kedokteran, Gani pun tak tau kenapa dia bisa lebih memilih jadi Dokter ketimbang melanjutkan bisnis keluarga
Bab 42 I love you mas"Ma-mas," ucap Mahira saat Gani menaruh kembali tangan di pinggangnya."hemm," jawab Gani. Ia semakin mengeratkan pelukannya."Kenapa belum tidur?" tanya Gani lagi. Ia lebih memilih berpura-pura tak menyadari bahwa istrinya kecewa padanya. Meminta maaf pun percuma. Gani tau, istrinya sudah kadung memercayai apa yang di lihat. Menjelaskan pun Mahira akan menganggapnya sebagai omong kosong.Kini Gani hanya perlu lebih menunjukan cintanya, membuat istrinya yakin bahwa cintanya hanya untuk Mahira. Tak ada lagi yang lain di hatinya. Itulah cara Gani meminta maaf dan merebut hati istrinya kembali, membuat amarah istrinya luntur karena cintanya."A-aku mau ke toilet dulu," jawab Mahira. Ia melepaskan tangan Gani dari pinggangnya. Lalu turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi.Setelah Mahira turun, Gani bangkit dari tidurnya, ia duduk dengan menyenderkan punggungnya kebelakang lalu memanjangkan kakinya. Gani mengucek matanya, rasa lelah sudah menyapanya. Namun, dia