Bab 3 Kenapa kau tega Mas
Aku tau, Dita masih kecewa. Memang semenjak aku mengandung sikap mas Gani pada dita pun sudah kembali seperti semula. namun walaupun begitu, tetap saja ada perbedaan sikap mas Gani pada Dita ketika ada mba Rahma dan saat mba Rahma telah tiada.
Ingin aku menegur mas Gani dan meminta mas Gani untuk lebih memerhatikan Dita. Namun sayang, aku tak punya keberanian untuk mengatakannya. "Dita, bagaimana jika setelah memeriksa dede bayi kita pergi ke taman untuk membeli ice cream," ucapku pada Dita yang masih menunduk. Mendengar ucapanku, seketika Dita mengangkat kepalanya. "Bolehkan aku memakan ice cream Bunda?" tanyanya. Gadis kecil yang bulan depan akan genap berusia 6 tahun itu tampak bersemengat ketika mendengar kata ice cream.Selama ini, mendiang mba Rahma dan mas Gani sangat memantau semua makanan yang masuk kedalam tubuh Dita. Mas Gani dan mba Rahma melarang Dita makan sembarangan dan termasuk melarang makan ice cream, permen, coklat dan lain-lain. Itu sebabnya Dita amat bersemangat kala aku mengajaknya makan ice cream."Tapi, hanya satu kali ini saja oke kau makan ice cream," ucapku. Dita pun tersenyum dan mengangguk.Saat siang hari, aku dam Dita sudah bersiap untuk pergi kerumah sakit. Karena kali ini aku mengajak Dita, aku pun memesan taxi online.30 menit kemudian, kami pun tiba di rumah sakit harapan Bunda. Aku pun segera berjalan kearah pendaftaran, sedangkan Dita duduk di kursi tunggu di belakangku."Maaf, Sus. Apa dokter Sarah sudah datang?" tanyaku pada suster yang sedang duduk dimeja pendaftaran. "Dokter Sarah sudah tidak praktek di sini, Bu. Beliau digantikan oleh dokter Gani," jawab si suster tersebut. Deg.Jantungku berpacu lebih cepat saat suster menyebutkan dokter Gani. Aku menggeleng samar, tak mungkin dokter Gani yang suster sebutkan adalah mas Gani suamiku.Tapi, karena aku terlanjur penasaran aku pun memutuskan pada suster tentang dokter Gani."Maaf, Sus. Apa Suster tau dokter Sarah pindajl ke rumah sakit mana?" tanyaku berbasa-basi. Tentu saja aku tak bisa menanyakan dokter Gani secara terang-terangan."Dokter Sarah sudah pindah keluar negeri bersama suaminya, Bu. Tapi ibu tenang saja, dokter Gani pun sama bagusnya dengan dokter Sarah," jawab suster tersebut sambil tersenyum."Oh jadi, dokter Gani baru, ya, Sus praktek di rumah sakit ini ?" tanyaku senatural mungkin."Ia, Bu. Selain praktik di rumah sakit ini, dokter Gani pun praktik di rumah sakit Mitra Keluarga."Deg.Mendengar suster menyebutkan nama rumah sakit Mitra keluarga, aku terpaku.Jadi benar, dokter Gani adalah mas Gani suamiku. Tidak, aku tidak boleh memeriksanya di sini aku harus mencari rumah sakit lain.Saat aku berbalik untuk mengajak Dita pergi dan mencari rumah sakit lain, Dita yang sedang duduk langsung bangkit dari duduknya. Ketika aku ingin menghampiri Dita, Dita malah berteriak."Ayah!" teriak Dita saat melihat mas Gani yang sepertinya baru saja melakukan tindakan operasi. Saat sudah didepan mas Gani, Dita langsung memeluk lutut mas Gani, terlihat jelas bahwa Dita merindukan ayahnya.Kening mas Gani mengkerut saat melihat putrinya ada di rumah sakit. Mas Gani pun mengedarkan pandangannya kesana kemari.Saat mas Gani melihatku, dia langsung menatap tajam padaku. Aku yang ditatap seperti itu langsung menghampiri Dita dan mas Gani."Sayang, ayah sedang praktek. Kita tunggu disana, ya." Aku menunjuk kursi tunggu dan berusaha membujuk Dita agar Dita mau melepaskan pelukannya dari kaki mas GaniDita mendongak melihat kearah mas Gani. Tak ada senyum atau ucapan saat Dita menatapnya. Dita yang melihat ekspresi ayahnya yang datar langsung melepaskan pelukannya dari kaki mas Gani. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Dita berjalan dan duduk di kursi yang aku tunjuk tadi. Aku pikir, mas Gani akan peka saat melihat reaksi putrinya yang pasti kecewa padanya. Namun aku salah, mas Gani malah masuk ke ruangannya tanpa membujuk atau menghampiri Dita. Beberapa orang yang sepertinya sedang menunggu antrian, terlihat memperhatikan interaksi antar aku, Dita dan mas Gani.Seketika aku merasa malu, kami bagai orang yang tak dianggap oleh mas Gani. Mas, kamu telah mematahkan semangat dan kepercayaan diri putrimu sendiri. Kenapa kau tega, Mas?Aku pun berjalan menghampiri Dita dan duduk di sebelahnya."Dita!" panggilku lirih.Dita menangkat kepalanya dan menatapku."Ayo kita pergi, Sayang," ucapku pada Dita. Holla, Mak. Jangan lupa subs, ya. 😘😘😘Bab 4 Ketakutan DitabAuthor POV."Tapi, bunda, kan, belum di periksa oleh ayah?" Tanyanya polos saat Mahira mengajaknya pergi.Mahira tersenyum sambil mengelus rambut anak tirinya. "Di sini terlalu banyak pasien yang mengantri untuk diperiksa ayah, jika kita menunggu, mungkin akan selesai sore dan dan kita tak akan sempat untuk makan ice cream di taman, jadi bagaimana jika kita memeriksa dede bayi di klinik dekat taman," jawab Mahira. Dia teringat ada klinik di dekat taman. Karena tak mungkin pergi kerumah sakit lain, Mahira pun memutuskan untuk memeriksa kandungannya ke klinik dekat taman saja.Mendengar kata ice cream, Dita kembali bersemangat. "Ayo, Bun. Kita kesana." Dengan antusias Dita bangkit dari duduknya disusul Mahira yang juga ikut bangkit dari duduknya. Mereka pun bergandengan tangan dan keluar dari rumah sakit. °°°Dan kini, Mahira dan Dita sudah duduk di kursi taman, mereka sedang menunggu ice cream pesanan Dita tiba. Sebelum ke taman, Mahira terlebih dulu singgah di
Saat mobil Gani sudah pergi, beruntung taxi yang online yang dipesan Mahira datang. Mahira pun dengan cepat naik ke mobil, dia menyuruh supir menjalankan mobilnya dengan cepat. Di dalam mobil, Mahira merasa sangat gelisah. Dia meremas tangannya, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin, Mahira sungguh takut Gani akan melukai Dita. Tanpa Mahira sadari, obat dan Vitamin yang dia bawa terjatuh dari tasnya. Setelah sampai dan membayar taxi online, Mahira dengan cepat turun dari mobilnya. Dia berjalan setengah berlari, dia mengabaikan kondisinya yang sedang mengandung. Saat dia sudah masuk, dia melihat Dita sedang duduk di sofa sambil menangis sesegukan, sedangkan mas Gani berdiri di depan Dita dengan berkacak pinggang. "Mas!" Teriak Mahira saat Gani sepertinya akan membuka mulut untuk memarahi Duta. Mendengar suara Mahira, Dita buru-buru bangkit dari duduknya dan langsung berlari menghampiri Mahira. Dengan celat, Dita bersembunyi di belakang tubuh Mahira karena masih takut oleh Gani."
Mahira POV.Walaupun sudah beberapa jam berlalu, tapi ucapan mas Gani masih terus terngiang-ngiang. Bolehkah aku bertanya padamu mas, kenapa kau begitu membenciku? Bukan aku yang menghendaki pernikahan ini, lalu kenapa kau selalu mengagap aku akan menggantikan posisi mba Rahma?Tidak, mas! Aku sama sekali tak pernah mempunyai niat menggantikan mba Rahma.Bahkan hanya sekedar bermimpi saja aku tak berani. Aku pikir, seiring berjalannya waktu kamu akan sedikit membuka hatimu untukku. Namun aku salah, sangat sulit menggapai hatimu. Kau berkata Dita adalah anakmu satu-satunya, seolah menegaskan bahwa anak dalam kandunganku adalah sebuah kesalahan. Kau tidak hanya menyakitiku mas, kau juga menyakiti calon anakku. Kau tau, mas? Aku tulus menyayangi Dita, aku tak pernah menyuruh Dita untuk melupakan mendiang mba Rahma. Bahkan aku tak pernah menyuruh Dita memanggilku bunda.Kau tau Mas, aku selalu merasa bersalah pada Dita karena selalu berpikir kau menjauhi putrimu karena Dita memanggilku
Bab 7 Tegar "Bi, aku mau menemui Dita dulu, nanti aku menyusul, Bi," ucap Mahira saat mereka sudah berjalan.Bi karti yang berjalan di depan Mahira menghentikan langkahnya dan berbalik."Ya sudah, bibi juga akan menyiapkan makan malam," jawab bi Karti.Mahira pun mengangguk dan masuk kekamar Dita. "Dita!" Panggil Mahira saat masuk ke kamar. Dita yang sedang berbaring sambil menonton film kesukaanya menoleh pada Mahira. "Ya, Bunda," jawab Dita. Ia bangkit dari berbaringnya dan duduk dengan kaki menjuntai kebawah. Mahira pun duduk di sebelah Dita, dia memandang lekat putri tirinya. Matanya berkaca-kaca saat mengingat hanya tinggal beberapa bulan lagi dia bersama Dita."Dita kau menyayangi bunda 'kan?" Tanya Mahira. Dita pun mengangguk."Boleh bunda minta sesuatu padamu, Nak?""Bunda minta apa?" Tanya Dita. "Mulai besok, Dita mau, kan, memanggil Bunda, tanteu lagi seperti Dita memanggil Bunda saat masih ada bunda Rahma?" Mahira menahan tangis saat mengucapkan keinginannya pada Dit
Saat dalam perjalanan pulang, Gani teringat makanan kesukaan Dita. Sebagai permintaan maaf pada putrinya. Gani akan membelikan makanan untuk Dita. Gani pun memutuskan untuk berhenti di super market sebelum pulang ke rumah. Dia mengambil keranjang dan melihat-lihat makanan yang akan diambilnya. Saat akan berbelok, Gani menghentikan langkahnya kala melihat Mahira sedang meletakan susunya kembali. Gani mengernyitkan keningnya saat melihat Mahira malah mengambil susu yang murah.Gani masih terdiam di tempatnya. Matanya tak lepas memandang sosok Mahira. Saat Mahira mengelus perutnya. Ada rasa tak biasa dalam hati Gani. Namun, dengan cepat Gani menggeleng samar dan menyangkal prasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Saat Mahira mengantri di kasir, Gani terus memerhatikannya. Kening Gani semakin mengkrut bingung saat melihat Mahira mengeluarkan uang receh dari sakunya dan menghitungnya. Tiba-tiba dia teringat selama ini tak pernah ada laporan tentang pengambilan uang dari atm yang di pegan
Bab 6, Rencana sebelum pergi Mahira POV.Walaupun sudah beberapa jam berlalu, tapi ucapan mas Gani masih terus terngiang-ngiang. Bolehkah aku bertanya padamu mas, kenapa kau begitu membenciku? Bukan aku yang menghendaki pernikahan ini, lalu kenapa kau selalu mengagap aku akan menggantikan posisi mba Rahma?Tidak, mas! Aku sama sekali tak pernah mempunyai niat menggantikan mba Rahma.Bahkan hanya sekedar bermimpi saja aku tak berani. Aku pikir, seiring berjalannya waktu kamu akan sedikit membuka hatimu untukku. Namun aku salah, sangat sulit menggapai hatimu. Kau berkata Dita adalah anakmu satu-satunya, seolah menegaskan bahwa anak dalam kandunganku adalah sebuah kesalahan. Kau tidak hanya menyakitiku mas, kau juga menyakiti calon anakku. Kau tau, mas? Aku tulus menyayangi Dita, aku tak pernah menyuruh Dita untuk melupakan mendiang mba Rahma. Bahkan aku tak pernah menyuruh Dita memanggilku bunda.Kau tau Mas, aku selalu merasa bersalah pada Dita karena selalu berpikir kau menjauhi p
Bab 7 Tegar "Bi, aku mau menemui Dita dulu, nanti aku menyusul, Bi," ucap Mahira saat mereka sudah berjalan.Bi karti yang berjalan di depan Mahira menghentikan langkahnya dan berbalik."Ya sudah, bibi juga akan menyiapkan makan malam," jawab bi Karti.Mahira pun mengangguk dan masuk kekamar Dita. "Dita!" Panggil Mahira saat masuk ke kamar. Dita yang sedang berbaring sambil menonton film kesukaanya menoleh pada Mahira. "Ya, Bunda," jawab Dita. Ia bangkit dari berbaringnya dan duduk dengan kaki menjuntai kebawah. Mahira pun duduk di sebelah Dita, dia memandang lekat putri tirinya. Matanya berkaca-kaca saat mengingat hanya tinggal beberapa bulan lagi dia bersama Dita."Dita kau menyayangi bunda 'kan?" Tanya Mahira. Dita pun mengangguk."Boleh bunda minta sesuatu padamu, Nak?""Bunda minta apa?" Tanya Dita. "Mulai besok, Dita mau, kan, memanggil Bunda, tanteu lagi seperti Dita memanggil Bunda saat masih ada bunda Rahma?" Mahira menahan tangis saat mengucapkan keinginannya pada Dit
Bab 8 Titik Balik perasaan Gani Saat dalam perjalanan pulang, Gani teringat makanan kesukaan Dita. Sebagai permintaan maaf pada putrinya. Gani akan membelikan makanan untuk Dita. Gani pun memutuskan untuk berhenti di super market sebelum pulang ke rumah. Dia mengambil keranjang dan melihat-lihat makanan yang akan diambilnya. Saat akan berbelok, Gani menghentikan langkahnya kala melihat Mahira sedang meletakan susunya kembali. Gani mengernyitkan keningnya saat melihat Mahira malah mengambil susu yang murah.Gani masih terdiam di tempatnya. Matanya tak lepas memandang sosok Mahira. Saat Mahira mengelus perutnya. Ada rasa tak biasa dalam hati Gani. Namun, dengan cepat Gani menggeleng samar dan menyangkal prasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Saat Mahira mengantri di kasir, Gani terus memerhatikannya. Kening Gani semakin mengkrut bingung saat melihat Mahira mengeluarkan uang receh dari sakunya dan menghitungnya. Tiba-tiba dia teringat selama ini tak pernah ada laporan tentang pengam