Share

Pengakuan

Keesokan harinya, Sam dan Fabio sedang mengobrol sembari menikmati sarapannya. Andien keluar dari kamarnya dan turun. Fabio terdiam, kemudian segera menyeruput kopi pahitnya dan segera beranjak pergi dengan terburu-buru. Samuel, hanya diam memperhatikan gerak-gerik keduanya yang aneh.

"Selamat pagi, Sam," ucap Andien sembari tersenyum.

"Pagi, Sweety," balas Sam.

"Aku duluan," ucap Andien.

"Kau akan ke kampus sekarang?" tanya Sam.

"Ya!" sahut Andien singkat.

"Mark, sedang cuti hari ini. Sopir akan mengantarkan aku dan Fabio ke kantor cabang yang di luar kota. Kau akan ke kampus naik apa?" ucap Sam.

"Leo akan menjemputku," jawab Andien.

"Leo?"

"Ya, kau ingat dengan pemuda yang menolongku saat di mobilku di hadang itu kan?" kenang Andien.

"Ya, aku ingat," sahut Sam.

"Dia sekarang satu kampus denganku, jadi ...."

"Ah, baiklah. Aku mengerti." Sam menganggukkan kepalanya.

Tidak lama kemudian terdengar suara deruman motor Leo, memasuki halaman rumah.

"Itu dia," Andien bergegas keluar dan menghampiri Leo dan Samuel pun mengikutinya.

Fabio masih berada di depan, sembari menerima telepon dari seseorang. Wajahnya terlihat serius dan tegang.

"Sam, kami berangkat duluan," kata Andien saat berpamitan pada Samuel.

"Hati-hati, Sweety," jawab Sam.

Fabio terlihat memalingkan wajahnya, saat Andien menatapnya. Andien tidak tahu bagaimana menanggapi sikap pemuda yang telah lama mencuri hatinya. Andien selalu bertanya-tanya, apakah Fabio menyimpan perasaan padanya, atau hanya dirinya yang gila akan bayangan dari Fabio.

"Ayo, Sam. Kita sudah terlambat!" seru Fabio yang langsung masuk ke dalam mobil.

Samuel hanya mengangguk dan menyusulnya.

"Apa ada masalah?" tanya Samuel.

"Masalah, apa?" ucap Fabio balik bertanya.

"Ya, antara kau dan Andien," sahut Samuel.

"Tidak ada," jawab Fabio singkat dan mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela.

"Baiklah," tutup Sam singkat. Ia tidak mau memaksa Fabio untuk bercerita. Ia yakin, suatu saat, Fabio akan mengatakan semua padanya. Mobil yang membawa Fabio dan Samuel pun, melaju ke arah luar kota.

Andien dan Leo tiba di kampusnya.

"Sepulang kampus nanti, ikut aku ya," ucap Leo.

"Kemana?" tanya Andien.

"Aku mau menunjukkan sesuatu padamu," jawab Leo.

"Apa?"

"Rahasia," sahut Leo sembari mengedipkan matanya.

Andien tersenyu melihat tingkah Leo.

"Baiklah, tapi sebelumnya. Aku akan meminta ijin dulu," lanjut Andien.

"Oke." sambung Leo mengacungkan kedua jempolnya.

Sepulang sekolah, Leo dan Andien meninggalkan kampusnya dan pergi ke suatu tempat. Motor Leo berhenti di tepi danau dengan pemandangan yang indah.

"Bagus sekali, aku baru tau kalau ada tempat sebagus ini," puji Andien. Ia begitu takjub saat melihat di sekelilingnya.

"Benarkah?" tanya Leo.

Andien menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Sebenarnya, Leo membawa Andien kemari, adalah untuk menculiknya. Ia sudah lelah dengan berpura-pura, menjadi seseorang yang terlihat bodoh di mata semuanya. Leo juga berencana ingin melenyapkan Andien, tapi sebelumnya, ia ingin bermain-main dengannya sebentar.

Loe adalah Leonard, seorang pemuda dengan kepribadian ganda. Ia bisa menjadi sosok yang baik, lembut dan penyayang. Tapi, di sisi lain. Ia juga seorang yang berhati iblis. Saat ini Leo telah merencanakan penculikan Andien dan membalaskan dendam papanya. Ia juga akan memberi pelajaran pada Fabio dan saudaranya, sebab dia telah merebut semua yang seharusnya jadi milik Leo.

"Leo, kau memikirkan sesuatu?" tanya Andien yang langsung membuyarkan lamunan Leo.

"Tidak, aku hanya menikmati keindahan pemandangan yang ada di hadapanku," kilah Leo.

"Kau benar," timpal Andien.

"Ayo, ikut aku!" ajak Leo sembari mengulurkan tangannya. Andien tersenyum dan menyambutnya, mereka berjalan beriringan, Leo menggenggam erat jemari Andien. Hingga mereka tiba di tepi danau.

Andien menatap lurus ke dapan sembari tersenyum. Leo meraih jemari Andien dan menggenggamnya. Andien menoleh dan menatap Leo.

"Andien, mungkin sekaranglah waktunya, untuk aku mengatakannya padamu. Tentang rasaku padamu," ucap Leo.

Andien masih terdiam menatap dalam pada manik biru Leo.

"Andien, sejak pertama kali aku melihatmu, dan sejak pertama kita saling mengenal hingga kita bisa sedekat ini. Sejak saat itu lah, aku menyukaimu. Suka, bukan dalam arti sekedar berteman dekat. Tapi, aku menyukai sebagai antara pria dan wanita," Leo masih menatap mata Andien.

"Aku sayang padamu, aku ingin hubungan kita lebih dari sekedar hubungan kita yang sekarang. Aku ingin kita menjalin hubungan, aku ingin kau menjadi bagian dalam hidupku." Leo mengecup tangan Andien.

"Leo, aku ..." Andie tidak tahu harus menjawab apa, ia benar-benar bingung. Satu sisi hatinya masih mengharapkan sosok Fabio yang telah lama mengisi hatinya. Namun, di sisi lain, hadir seseorang yang selalu memperhatikan dan selalu ada untuknya. Andien dilanda dilema, ia tidak bisa mengambil keputusan.

"Aku tau, bagimu ini begitu cepat. Tapi, aku tidak mau menundanya lagi. Aku takut, jika suatu saat, kau di miliki oleh orang lain," lanjut Leo.

"Aku meminta waktu padamu, aku tidak bisa memutuskannya sekarang. Ini sangat mengejutkan untukku," ucap Andien.

"Aku akan memberikanmu waktu, tapi aku harap jangan lama-lama. Aku tidak mau sampai mati karena harus menunggu jawabanmu," canda Leo.

"Iya, tidak akan lama," sahut Andien.

"Tapi, aku masih bisa dekat denganmu kan?" tanya Leo.

"Tentu saja," jawab Andien tersenyum.

"Mau berpelukan?" tanya Leo sembari merentangkan tangannya. Andien tersenyum kemudian masuk ke dalam pelukan Leo.

"Aku mencintaimu," bisik Leo di telinga Andien.

"Hemm, aku tau," ucap Andien.

"Aku harap, kau memberikan kata, ya, saat kau menjawabnya nanti," desis Leo.

"Hemm," gumam Andian masih dalam dekapan Leo.

Leo menyeringai iblis, ia merubah rencananya. Ia akan melanjutkan aktingnya, hingga Andien bergantung dan tidak bisa lepas lagi darinya. Dengan begitu, kelima saudaranya itu tidak akan bisa berkutik lagi, selain menuruti kemauannya.

Setelah itu, ia akan menyingkirkan satu persatu dari mereka, kemudian ia akan menyiksa Andien. Hingga gadis itu, lebih memilih mati dari pada hidup. Leo tersenyum puas dengan semua rencananya.

****

Samuel dan Fabio telah berada di rumah, tepat pukul tujuh malam. Andien tiba di rumah diantar oleh Loe dengan sepeda motornya. Fabio memilih masuk ke kamarnya, saat melihat Andien masuk dan menyapa Sam.

"Selamat malam, Sam," sapa Andien.

"Malam, Sweety," sahut Sam tersenyum.

"Dimana Fabio?" tanya Andien.

"Di kamarnya," jawab Fabio.

"Dia tidak makan malam?" tanya Andien lagi.

"Kami baru saja selesai, Sweety. Kau dari mana saja, kami menunggumu," jawab Samuel.

Andien terdiam, ia pun teringat. Mungkin ini penyebab, Fabio masuk ke kamarnya, saat melihatnya masuk.

"Aku akan mandi dan ke kamarnya untuk minta maaf." Andien beranjak dan naik ke kamarnya.

Samuel hanya mengangkat kedua bahunya sembari menggelengkan kepalanya.

"inilah, penyebab. Mengapa aku lebih memilih cinta semalam dan belum fokus untuk memilih," ucap Samuel berlalu.

Andien menuju kamar Fabio, ia memberanikan diri untuk menemui pemuda itu dan ingin memeperbaiki hubungan mereka. Andien berharap setelah ini, Fabio mau terbuka sedikit tentang perasaanya. Apakah dia benar-benar memiliki perasaan yang sama seperti dirinya.

Tok .... Tok ....

"Fab, kamu udah tidur?" tanya Andien.

"Ada apa?" tanya Fabio yang masih duduk di depan meja kerjanya.

Andien berjalan mendekati Fabio dan duduk di hadapannya.

"Apa kau sibuk?" tanya Andien.

"Menurutmu," sahut Fabio.

"Aku ingin bicara padamu,"

"Katakan,"

"Fab, aku ingin minta maaf, untuk masalah kemarin," ucap Andien memulai pembicaraan.

"Masalah yanga mana?" tanya Fabio yang matanya masih didepan laptopnya.

"Tentang rencana kita ke makam ayah," jawab Andien.

Fabio berhenti sejenak, ia menarik nafas. Kemudian melanjutkan kegiatannya.

"Aku tau, aku salah. Tapi, saat itu aku benar-benar lupa dan entah mengapa, ponselku bisa mati," sesal Andien.

"Sudah?" tanya Fabio.

"Maksudmu?"

"Aku bertanya padamu, apa kau sudah selesai?" ulang Fabio.

"Kau kenapa Fabio?" tanya Andien mulai kesal dengan sikap super cuek dari Fabio.

"Aku kenapa, kau bertanya aku kenapa? Seharusnya, aku yang bertanya padamu. Kau yang kenapa?" seru Fabio.

"Aku tidak apa-apa, tapi sikapmu yang selalu ketus padaku akhir-akhir ini," balas Andien.

"Aku ketus, ya memang. Aku tidak bisa bersikap seperti dia yang selalu memberikan perhatian dan selalu ada untuk kamu," 

"Siapa maksud kamu?"

"Siapa lagi, dia yang selalu mengantar dan menjemput kamu dan menemani kemanapun kamu pergi," jawab Fabio sengit.

"Maksud kamu, Leo?"

"Terserah, aku tidak peduli siapa nama dan siapa dia," jawab Fabio ketus.

"Kamu kenapa Fab, kamu cemburu sama Leo?" tanya Andien.

"Aku cemburu? Lucu sekali, untuk apa aku cemburu. Itu hakmu dan itu pilihanmu, jika kau telah memutuskan untuk bersamanya," 

Andien terdiam, bearti pikirannya selama ini salah. Fabio tidak pernah memiliki perasaan apapun untuknya. Ia tidak pernah menganggap Andien istimewah di hatinya. Perlahan, buliran bening mengalir di pipi Andien. Andien segera mengusapnya dan berjalan maju ke arah Fabio. Hari ini ia akan menanyakan hal yang selama ini ia pendam. Ia juga ingin tahu bagaimana perasaan Fabio terhadapnya.

"Fab, aku ingin bertanya padamu. Aku minta kau menjawab jujur padaku," ucap Andien.

Fabio menatap Andien, melihat jauh kedalamnya. Manik hijau itu telah basah, ada rasa tidak tega di hati kecil Fabio, saat melihat gadis di hadapannya ini menangis. Dulu, jika Andien menangis, Fabio lah yang mengusap air matanya dan menghiburnya. Jika Andien, bersitegang dengan sang ayah, Fabio jugalah yang menjadi pembelanya.

Saat ini hati Fabio benar-benar hancur saat melihat ia menangis di hadapannya dan tidak bisa menghapus air matanya.

"Fab, apa selama ini kau tidak pernah menyimpan satu perasaan padaku?" tanya Andien.

Fabio terkejut mendengar pertanyaan Andien.

"Fab, apa selama ini, kau hanya menganggapku seperti adik bagimu?"

Fabio masih terdiam, ia masih shock mendengar setiap pertanyaan Andien.

"Fab, apa perasaanku selama ini, hanya aku saja yang merasakannya?"

Fabio memejamkan matanya dan membalik badannya. Namun, secepat kilat Andien menahannya.

"Jawab pertanyaanku, Fabio. Jangan siksa aku dengan semua sikap tidak pedulimu. Aku merasa sakit setiap kali aku memikirkanmu," cecar Andien.

Andien terus menerus mencecar Fabio dengan pertanyaan yang menyudutkannya. Hingga akhirnya, Fabio pun menjawab semua pertanyaan Andien.

"Ya, aku memang mencintaimu, mengagumimu, menyanyangimu," jawab Fabio dengan nada tinggi.

"Tapi, apa kau tau. Aku selalu merasa rendah diri, setiap aku berada di dekatmu. Karena apa, karena aku tau siapa aku dan apa statusku," lanjut Fabio.

Andien terdiam, sekarang dia tahu, mengapa Fabio selalu menghindarinya dan berusaha bersikap biasa saja.

bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status