Share

3. ada maksud tersembunyi

"Mama kenapa menangis?" Ucapan dari bibir mungil itu menyadarkan ku.

Dengan kasar aku menghapus air mata yang sudah terlanjur jatuh membasahi pipi. Dan disaksikan langsung oleh putri kecil ku ini.

"Uti gak ada ya Ma? Kalau gak ada, kita pulang aja yuk Ma!" Tukasnya lagi.

"Ada kok sayang. Sebentar ya, Mama ketuk dulu pintunya." Arina mengangguk, dan kembali melempar pandangan kejalan.

"Bismillah....!" Gumamku dalam hati.

Tok tok tok!!! 

Ketukan pintu dari ku membuat suasana seketika hening. Hingga derap langkah kaki dari dalam rumah mendekati daun pintu pun terdengar. Mendengar derit pintu yang terbuka, Arina langsung berdiri menghampiri ku.

Terlihat Ibu mertua membukakan pintu. Tapi raut wajahnya sama sekali tak menunjukkan sikap bersahabatnya.

"Utiii... Arin kangen!" Arina langsung berlari memeluk neneknya yang sudah hampir sebulan ini tak bertemu.

Ibu mertua pun juga membalas pelukan cucu pertamanya ini. Tapi, aku melihat jika pelukan itu bukan lah pelukam yang tulus, melainkan pelukan terpaksa. Mungkin beliau tak enak menolak pelukan gadis kecil didepan nya ini.

"Iya, Uti juga Nduk!" Jawab beliau.

"Kalau Uti kangen Arin, kenapa Uti gak nyuruh Ayah buat nganter Arin dan Mama kesini?" Tanya gadis kecil ini yang membuat Ibu terdiam, bingung hendak menjawab apa.

"Nduk, ayo masuk dulu. Uda ditungguin Ayah sama Tante didalam tuh!" Ucapku mengalihkan pembicaraan

"E-eh iy, ayo masuk cucu Uti yang cantik ini!"

Ibu pun mengajak Arina masuk, sedangkan aku berjalan mengekori mereka yang sudah duduk manis disofa.

"Eeh anak Ayah yang cantik datang!" Ucap Ams Danu yang dibuat semanis mungkin.

"Ayah, kenapa Ayah gak ngajak Arina kerumah Uti? Kan Arina uda lama gak main kesini? Malah Ayah kesini sendiri gak ajak-ajak." Nampak sekali putri kecilku ini sedikit kecewa dengan Ayahnya, hingga memanyunkan kembali bibirnya.

"Iya maaf sayang, tadi Ayah kan sibuk. Lagian Arin juga masih tidur waktu Ayah berangkat!"

Kilah nya.

"Tapi kan Ayah bisa nunggu aku bangun tidur!" 

Mas Danu nampak tak nyaman dengan ucapan putrinya ini. Tapi aku masih diam, melihat bagaimana respon darinya yang seakan bingung memilih kata untuk menjawab.

"Oh iya Nduk, kamu gak laper? Lit, ajak Arin kedalam. Ambilin dia makan!" Ibu mertua memberi kode untuk menyuruhku membawa Arina kedalam.

Dan ini lebih baik untuk ku, ketimbang aku menjadi patung disini, tanpa dilibatkan dalam musyawarah mereka.

"Ayo sayang, kita kedapur. Mama juga laper nih!" Ucapku membujuk nya.

"Tapi Arin masih kenyang Ma?"

"Hmmm, masa' Arin tega biarin Mama makan sendirian?" Ku pasang wajah melas, agar Arina mau mengikuti kedalam.

"Iya deh iya, kalau gitu Arin kedalam dulu ya Uti, Ayah, Tante!" Ucapnya begitu riang.

Mereka semua hanya menjawab dengan anggukan. Lalu, aku menggandeng tangan kecil itu menuju belakang.

Kebetulan, hari ini Ibu masak menu kesukaan putriku. Hingga dia pun memutuskan untuk makan lagi, walau dengan porsi yang sedikit.

"Ma, aku mau. Tapi nasinya sedikit aja ya! Ayam krispinya ambilin yang besar!"

Aku tersenyum dan mengangguk menanggapi ucapan nya. Setelah mengambil kan dia makanan, tak lupa juga kusiapkan air minumnya.

"Mama katanya laper? Kok makanya dikit kayak aku?" Tanya nya heran.

"Eh iya, tiba-tiba gigi Mama sakit. Jadi, selera makan Mama berkurang." Jawab ku asal.

"Makanya, sering sikat gigi ya Ma?"

Aku tertawa mendengar ucapan putriku ini. Dasar Arina, meskipun sudah beranjak besar, dia tetap saja sangat  menggemaskan. Hingga tanpa sadar, aku menowel pipi gembilnya yang membuat dia manyun. Karena Arina tak suka jika pipi chubbinya dibuat mainan.

*****

"Sudah selesai makan nya?" Tanya Mas Danu yang tiba-tiba datang menghampiri kami.

"Sudah Ayah... Tadi Arin malah habis ayam dua potong!" Ucapnya seraya mengangkat jari menunjukkan angka dua.

"Waah enak ya? kapan-kapan kita jalan-jalan ya, sekalian makan diluar. Gimana, Arina mau?" Ucapan Mas Danu ini sudah pasti membuat Arina senang.

Sedangkan aku hanya mengeryitkan dahi, mendengarnya. Karena mencium hal mencurigakan  dari ucapanya tersebut.

"Waaah, mau Ayah. Lagain kita juga udah lama gak jalan-jalan." Jawab nya penuh semangat. Aku jadi merasa kasian pada gadis kecilku ini.

"Oke, besok sore kita jalan-jalan ya. Oh iya, Kalau sudah selesai makan nya, Arin kedepan ya! Soalnya uda dicariin Uti." Ucap Mas Danu begitu manis pada putrinya.

Aku sangat hapal dengan lagat Mas Danu yang seperti ini. Jika dia bersikap manis pada kami, sudah tentu ada maksut tersembunyi dibalik sikap nya yang menurutku sok manis itu.

"Oke, kalau gitu Arin kedepan sekarang Ayah! Tapi Ayah janji ya, gak boleh bohong."

"Iya Sayang, Ayah janji!" Jawab nya mantap

Dia pun bangkit dari duduknya, menggeser sedikit kursi kebelakang, lalu berjalan kedepan menghampiri neneknya

"Ada apa Mas?" Tanya ku saat tubuh Arina sudah tak terlihat lagi.

"Kenapa cuek sekali sih?" Tanya nya 

"Aku tak merasa cuek. Bukanya kamu yang selalu cuek sama kami? Kenapa malah bertanya seperti itu?" Tanya ku balik yang membuatnya membuang napas kasar.

"Sudahlah Lit, aku lagi malas debat sama kamu."

"Debat, siapa juga yang ngajak kamu debat Mas? Aku cuman penasaran aja. Tumben-tumben nan kamu bersikap manis pada Arina, begitu pula pada ku saat ini?" Kutatap kedua manik hitam milik Mas Danu dengan tajam. Hingga membuatnya jadi salah tingkah.

"Itu hanya pikiran mu saja. Makanya, jadi orang tuh jangan suka berprasangka buruk sama orang lain!" Jawab nya begitu santai tanpa rasa bersalah.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status