"Hahaha, berprasangka buruk katamu Mas? Apa kamu lupa Mas, aku sudah hidup bersama mu hampir delapan tahun ini. Jadi, sedikit banyak nya aku hapal dengan karakter kamu. Apalagi saat kamu bersikap manis seperti ini, sudah pasti tentu kamu memiliki maksut lain!" Ucapku dengan intonasi penuh penegasan.Mas Danu hanya diam, tak menjawab. Bahkan untuk menatap ku saja, dia tak berani."Apa ini tentang biaya pernikahan Kaila?" Tanya ku lagi untuk memastikan.Dia hanya mengangguk menjawab pertanyaan ku, dan baru mengangkat wajahnya seraya melihatku."Sudah ku duga!" Jawab ku singkat."Lit, kenapa sih kamu masih bersikeras tak mau membantu biaya pernikahan Kaila? Toh biayanya juga dibuat patungan. Bukan kita sendriri yang nangung. Kamu tuh istriku, dan sudah masuk dalam keluarga besar ini. Jadi, jika ada kesulitan, harusnya kamu mau berbagi untuk meringankan beban kita!" Kini, gantian Mas Danu yang bersuara sedikit keras.Ku sunggingkan senyum sinis padanya. Percuma juga aku berkata, toh pasti
Aku sedikit terkjeut kala melihat Arina dibiarkan bermain sendiri dihalaman rumah. Bahkan, aku tak melihat Ibu atau pun Kaila berada disamping nya untuk menjaga.Apalagi, rumah Ibu tepat berada dijalan besar, yang sudah tentu banyak sekali kendaraan berlalu lintas. Dan tentunya itu sangat membahayakan bagi anak kecil.Hal ini membuat ku khawatir jika terjadi sesuatu pada putriku ini. Dan jika hal itu terjadi, sudah pasti aku bakal membuat perhitungan pada mereka."Nduk, kok main sendiri?" Tanya ku yang langsung berjalan mendekatinya "Uti, sama tante mana?" "Mereka ada didalam Ma. Gak tau, dari tadi gak mau keluar. Malah nyuruh Arin main didepan sendirian." Jawab nya polos.Kuraih tubuh gadis kecil ini, dan memeluknya erat."Sayang, kita pulang yuk!" Ajak ku lembut."Iya Ma, Arina gak suka disini. Uti dari tadi gak mau nemenin. Gitu kata Ayah, Uti lagi nyariin Arina. Ayah bohong ya Ma?" Tanya nya pada ku. Tatapan wajahnya tang sendu, membuat hatiku terluka. Hanya karena keegoisan ta
Mendengar ucapan Mas Danu yang malah menyalahkan ku, membikin hatiku jadi tambah panas."Jangan pernah bentak Arin, Mas!" Ucapku dengan intonasi yang tak kalah tinggi. Kini, Ku alihkan pandangan ku pada Mas Danu yang terkesiap mendengar teguran ku "Aku sama sekali tak pernah bilang hal jelek sama kalian pada Arina. Tapi dia sendiri yang bisa merasakan, jika memang kalian tak pernah sayang pada putriku ini. Jadi, jangan salahkan jika dia tak mau berlama-lama disini.""Dan perlu kalian tau, aku tak pernah mempermasalahkan sikap kalian yang dingin padaku. Tapi, jangan lakukan itu pada Arina! Karena sampai kapan pun, aku tak ikhlas jika ada yang menyakitinya termasuk kalian!" Ucapku panjang lebar dibalut dengan emosi yang sudah membara didalam dada.Pelukan kecil dari Arina menyadarkan ku, kulihat dia semakin ketakutan saat melihat ku marah. Akhirnya, aku memilih untuk meredam emosi ku dihadapan mereka, dan memilih untuk langsung undur diri."Ayo Nduk, kita pulang!" Tanpa banyak kata, la
Adzan sholat ashar mulai berkumandang. Aku yang sedari tadi hanya rebahan akhirnya memilih melangkahkan kaki menuju kamar mandi dan berwudhu untuk mejunaikan kewajiban ku sebagai seorang muslimah.Seusai sholat, aku membuat es susu coklat. Entah mengapa, bawaan nya haus saja hari ini. Apa ini efek karena aku sering emosi? Makanya tubuhku berasa panas?Hahaha bisa jadi sih ya. Ku nyalakan tv dan mulai menonton acara gosip, sambil sesekali melirik jam dinding. Hatiku kembali gusar karena hingga pukul setengah empat sore, tamu yang dimaksut Bu Rt belum juga datang."Maaf ya Allah, jika hambamu ini terlalu berharap!" Ucap ku dalam hati.Kebetulan hari ini jahitan ku tak banyak. Jadi, aku bisa santai. Tapi akhirnya tentu berpengaruh pada pemasukan ku.Ya, dulu waktu aku sekolah di SMK, aku memgambil jurusan tata busana. Sambil aku mengambil kursus dari tetangga ku yang memang jago dalam hal soal jahit menjahit.Bahkan, dulu dia membuka usaha konveksi dengan jumlah karyawan hampir sepuluh
Hari ini aku lumayan sibuk. Untung saja aku memiliki anak yang mandiri. Jadi, Arina bisa melakukan apapun tanpa perlu bantuan ku. Bahkan, dia yang terbiasa melihat ku mengemas barang, ikut membantu.Dugaan ku pun benar, jika Mas Danu tak pulang. Mungkin dia bakal balik tengah malam atau bahkan besok pagi.Tak masalah juga lah, yang penting pekerjaan ku cepat selesai, dan menaruhnya dikamar Arina. Karena Mas Danu hampir tak pernah masuk kesana.Semua sudah terekap dengan baik, dan bahkan sudah ku masukkan kedalam karung. Tinggal nanti mengirim pesan pada Bu Jihan jumlah totalanya.Kebetulan juga adzan maghrib sudah menggema, Arina yang duduk disamping ku lalu mengajak ku untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah."Yuk Ma, sholat dulu!""Ayo Nduk, habis itu kita makan malam ya! Yasudah, Arin wudhu dulu. Mama mau naruh ini dikamar!"Arin memgangguk kemudian berlalu menuju kamar mandi. Sedangkan aku, kembali menyeret dua karung berisi lima ratus hijab yang sudah bertuan ini.Tanpa terasa,
"Kamu ngapain Mas?" Tanyaku membuatnya terlonjak karena terkejut."Ka-kamu belum tidur Lit?" Tanya Mas Danu gugup. Kini, aku pun merubah posisi ku menjadi duduk diatas kasur."Tadi sudah tidur. Tapi mendengar suara mencurigakan, aku jadi terbangun. Ku kira itu suara maling, ternyata kamu!" Jawab ku seraya memicingkan mata."Enak saja, kau samakan aku dengan maling !" Cebiknya"Salah sendiri, siapa suruh mengendap-endap. Oh iya, kamu ngapain diisitu? Cari apa?" Tanya ku penasaran. Karena memang tak biasanya Mas Danu membuka laci lemari."Apaan sih, curiga amat. Aku cuman mau naruh dompet dilaci. Sekalian mau ganti baju, mau tidur." Ucap nya cuek, mengambil dompet disaku belakang nya dan menaruhnya didalam laci. Dan mengambil satu buah baju, kemudian dia kenakan."Tumben-tumbenan aja kamu mau taruh dompet dilaci. Biasanya juga kamu taruh diatas meja." "Ya terserah aku dong Lit, ini dompet aku. Mau aku letakkan dan simpan dimanapun juga terserah aku. Lagian, didalamnya banyak uangnya. T
Lidah ku tiba-tiba saja kelu, hingga tak bisa menjawab ucapan Bu Jihan yang cukup membuatku terkejut ini."Bu Lita, gimana? Bisa tidak?" Tanya beliau lagi yang membuatku tersadar."Eh, saya pikirkan dulu ya Bu!" Jujur, sebenarnya aku benar-benar tertarik dengan tawaran Bu Jihan ini. Tapi, aku tak sanggup jika harus mengerjakan sendiri dengan target waktu yang sangat singkat. Apalagi, sebentar lagi nikahan Kaila. Yang sudah tentu pasti nya aku juga ikut rewang dirumah mertua. Meskipun kehadiran ku disana nanti juga tak dianggap, tak masalah. Yang penting aku juga harus tetap stor muka disana, agar para tetangga tak curiga."Iya Bu Lita, tapi saya mohon jangan lama-lama ya beri kepastian nya!""Iya Bu Jihan, siap! Sebentar ya saya ambilkan kerudung nya dulu Bu!" Ucap ku seraya masuk kedalam kamar Arina untuk mengambil dua sak kerudung pesanan Bu Jihan dan Bu Farandita.Karena barang yang berat, aku pun mengambil satu persatu. Dan sekarang, semuanya sudah siap diruang tamu."Oh iya Bu,
Kami bertiga duduk dimeja makan untuk makan malam bersama, setelah Mas Danu selesai mandi.Entah kenapa, kami bertiga merasa canggung. Seperti ada penghalang besar didepan kami. Bahkan Arina yang biasanya ceria, kini diam membisu. Mungkin dia kecewa pada Ayah nya yang tak menepati janji untuk mengajaknya jalan-jalan."Mau diambilin ikan apa, Nduk?" Suara ku memecahkan keheningan"Tempe sama telur, Ma!"Aku menganggukan kepala. Dan sigap kuambil sepotong tempe dan telur dadar, kemudian meletakkan diatas piring nya."Makasih Ma!""Sama-sama Nduk! Sekalian sayurnya juga gak?"Arina langsung menggeleng cepat dan menyuapkan nasi kedalam mulutnya. Hingga makan malam berakhir pun, tak ada obrolan yang terjalin diantara kami.Setelah selesai, aku lebih memilih untuk menemani Arina didalam kamar nya. Sedangkan Mas Danu, lebih memilih menyibukkan diri dengan hp nya. Sambil sesekali dia memijat kepalanya yang mungkin pening. Ah entahlah, aku juga tak peduli.Pukul setengah sepuluh malam, Arina p