Share

Lima Tahun yang Tiada Artinya
Lima Tahun yang Tiada Artinya
Author: Tanzahra

Bab 1

Author: Tanzahra
Mendengar bahwa Derrick akan kembali ke tanah air hari ini, sejak pagi-pagi sekali aku sudah menata berbagai benda kecil yang kukumpulkan dari berbagai tempat selama setengah tahun terakhir untuknya. Aku juga menyuruh Nabila, pembantu di rumah, untuk menyiapkan semeja penuh makanan kesukaannya.

Tepat saat itu, pintu depan terbuka. Derrick muncul di hadapanku sambil merangkul mantan pacar pertamanya.

Aku tertegun. Syifa melangkah ke arahku sambil tersenyum, tangan lembutnya menyentuh perut yang mulai membuncit.

"Kak Olivia, lama nggak bertemu," sapanya ramah.

Aku menatap perutnya yang membesar dan amarah langsung membuncah dalam dadaku.

Syifa tampaknya menyadari perubahan ekspresiku. Dia segera mendekat, lalu menggenggam pergelangan tanganku dengan manja dan berkata lembut, "Kak Olivia, tolong jangan marah. Ini semua salahku. Kalau kamu ingin menyalahkan seseorang, salahkan aku saja. Jangan sampai Kak Derrick yang jadi korban."

Hanya satu kalimat sederhana darinya, tapi bagai petir menyambar kepalaku. Aku belum sempat mengatakan apa-apa, tapi Syifa sudah mengungkapkan segalanya.

Derrick hanya berdiri di samping dan memperhatikanku dengan saksama. Sikapnya seperti siap melindungi Syifa kapan saja. Aku mengepalkan tangan erat-erat, menatap Derrick tajam dan bertanya, "Kamu nggak berniat menjelaskan?"

Namun, dia hanya menghela napas, lalu menggandeng Syifa dan berkata pelan, "Aku antar kamu pilih kamar dulu. Urusan ini biar aku yang selesaikan."

Nada bicaranya lembut, nyaris tak bisa dipercaya. Selama lima tahun menikah, Derrick belum pernah bicara padaku dengan nada seperti itu sekali pun.

Aku hanya bisa mematung, menyaksikan dia membantu Syifa naik ke lantai atas.

Tak lama kemudian, sopir datang mengantar tiga koper besar. Sepertinya Syifa membawa setengah isi rumahnya kemari. Padahal wajah Syifa tampak lebih segar dan cerah dariku, tapi Derrick memperlakukannya seolah boneka porselen yang rapuh.

Aku terduduk lemas di sofa, menunggu Derrick selesai mengurus Syifa dan memberiku penjelasan.

Namun, belum sempat aku naik ke lantai atas setelah mendengar suara tawa yang menyakitkan dari lantai dua, bel pintu rumah kembali berbunyi. Orang tua Derrick masuk dengan wajah masam. Tanpa menoleh padaku, mereka langsung naik ke atas.

Aku pun mengikuti mereka. Di atas sana, kulihat Derrick sedang memegangi tangan kedua orang tuanya sambil berkata dengan tulus, "Aku bukannya sengaja menyembunyikan ini dari kalian. Kehamilan Syifa sempat tidak stabil di awal, aku takut terjadi apa-apa."

"Aku harap kalian bisa mengerti. Aku dan Syifa saling mencintai, dan bagaimanapun juga, anak dalam kandungannya adalah cucu kandung kalian. Tolong jangan salahkan dia," ucap Derrick.

Aku teringat lima tahun pernikahanku dengan Derrick. Setiap kali aku berselisih pendapat dengan ibunya, Derrick selalu berkata bahwa ibunya sudah tua, lalu memintaku untuk lebih bersabar dan mengalah. Tidak sekali pun dia pernah membela atau berdiri di pihakku.

Dulu aku pikir memang begitulah wataknya. Sampai hari ini, ketika aku melihat bagaimana dia melindungi Syifa dalam segala hal. Baru kusadari, selama ini aku hanyalah sebuah lelucon.

Syifa menggenggam tangan ibu Derrick dan ikut berkata, "Sebenarnya aku nggak pernah berniat menghancurkan pernikahan Kak Derrick. Kami benar-benar saling mencintai. Aku harap Om dan Tante bisa memahami."

Wajah ibu Derrick perlahan melunak, pandangannya beralih ke arahku yang berdiri terpaku di ambang pintu.

Aku tahu dia sedang bimbang. Lima tahun terakhir, aku selalu mengirim uang bulanan tepat waktu untuk memenuhi kebutuhannya. Siapa pun bisa melihat bahwa kemampuan ekonomiku jauh di atas Syifa.

Namun, hatiku terasa membeku. Sebagai suamiku, Derrick bukannya terlebih dahulu bicara padaku soal kejadian ini, tapi malah mempermalukanku di depan semua orang.

Apa dia benar-benar mengira aku ini tidak punya emosi? Tidak punya harga diri?

Melihat semua orang diam membisu, mata Syifa tiba-tiba memerah dan mulai terisak.

"Anak dalam kandunganku ngak bersalah. Bagaimanapun juga, aku akan tetap melahirkannya," katanya sambil tersedu.

"Aku bisa menerima semua caci maki yang ditujukan padaku, tapi aku harap anakku tidak ikut terluka."

Air mata mengalir deras di pipinya, memperlihatkan ekspresi memilukan yang mampu meluluhkan hati semua orang.

Dengan wajah penuh iba, Derrick menghapus air mata di sudut matanya. Suaranya penuh keluhan saat berkata, "Bu, jawab dia, dong. Ibu tahu sendiri, wanita hamil harus menjaga kestabilan emosinya."

Setelah kami menikah, orang tua Derrick langsung mendesak agar kami segera punya anak. Lima tahun berlalu dan aku tak kunjung hamil. Aku tahu mereka pernah mengatakan banyak hal buruk di belakangku dan aku mendengarnya semua.

Mempertimbangkan soal garis keturunan, ayah Derrick yang sedari tadi diam akhirnya buka suara.

"Bagaimanapun juga, Syifa sedang mengandung anak dari keluarga kita. Untuk beberapa bulan ke depan, semua orang sebaiknya bisa menahan emosi masing-masing."

Begitu kalimat itu dilontarkan, semua tatapan langsung tertuju padaku. Mereka berdiri bersama, terlihat begitu serasi. Untuk sesaat, aku justru merasa akulah orang asing di rumah ini.

Aku tak kuasa menahan diri dan tertawa sinis. "Nggak ada satu pun yang mau tanya pendapatku?"

Melihat wajahku yang dipenuhi kekesalan, Derrick langsung marah dan berdiri di depan Syifa untuk melindunginya, lalu membentakku, "Olivia, kamu nggak dengar tadi mereka sudah jelaskan semuanya?"

"Sudah disampaikan di depan matamu, kamu masih mau tahu apa lagi?"

Aku kembali tertawa sinis. Suamiku pergi dinas setengah tahun, lalu pulang dan membawakan kejutan besar seperti ini. Bukan hanya tidak memberi penjelasan langsung, dia malah bersikap seakan-akan akulah pihak yang bersalah.

Melihatku diam saja, Syifa kembali menangis. Dia menarik pergelangan tangan Derrick sambil terisak, "Kak Derrick, kalau Kak Olivia benar-benar marah, bagaimana kalau aku pergi saja?"

Ibu Derrick langsung tidak terima dan menyela, "Kamu sedang mengandung cucu keluarga kami, mana bisa kami biarkan kamu pergi?"

Usai bicara, Derrick menatapku tajam dan berkata, "Kamu bilang sesuatu, dong. Lihat, Syifa sampai ketakutan!"

"Bagaimanapun juga, anak yang dikandungnya adalah anakku. Kalau kamu memang marah, silakan lampiaskan padaku secara pribadi. Tapi aku nggak akan membiarkan kamu menyakitinya."

Syifa segera menarik tangan Derrick dengan cemas dan berkata, "Nggak boleh, Kak. Aku juga nggak mau kamu jadi sasaran. Aku pasti sedih."

Kalimat pendek dari Syifa itu membuat mata Derrick berkaca-kaca. Orang tua Derrick pun tersenyum dan mengangguk pelan. Jelas sekali mereka sangat menyukai Syifa.

Aku tak sanggup lagi mendengar kelanjutan sandiwara ini. Tanpa berkata apa-apa, aku berbalik dan pergi.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lima Tahun yang Tiada Artinya   Bab 27

    Belakangan aku baru tahu, dalam hitungan beberapa hari saja, tak terhitung banyaknya pemasok yang memutus kontrak kerja sama dengan Derrick. Bukan hanya itu, dia juga harus menanggung denda pelanggaran kontrak yang jumlahnya lebih dari puluhan miliar.Seumur hidup pun, dia tak akan mampu melunasinya!Semua aset yang bisa dilepaskan untuk membayar sudah Derrick lepaskan. Namun, seberapa banyak yang dia punya untuk dijual?Dalam waktu singkat, Derrick yang dulunya angkuh berubah menjadi pengusaha bangkrut yang dihina dan diusir semua orang.Dalam keterpurukan di dunia bisnis, Derrick masih menyimpan secercah harapan. Dia berkeliling ke hampir semua rumah sakit besar di seluruh provinsi untuk memeriksakan kesehatannya.Namun tanpa terkecuali, jawaban yang didapat selalu sama. Di saat itu, keangkuhan Derrick pun benar-benar runtuh.Sementara itu, Syifa diam-diam pergi ke rumah sakit untuk menggugurkan kandungannya. Dia bahkan tak mengirim kabar apa pun kepada Derrick, menghilang begitu saj

  • Lima Tahun yang Tiada Artinya   Bab 26

    Meskipun sudah bertahun-tahun sejak aku lulus, untungnya selama ini aku tidak pernah meninggalkan hobiku, jadi aku masih bisa mengikuti pelajaran dengan baik.Bagaimanapun, belajar bagiku jauh lebih mudah dibandingkan melepaskan diri dari Keluarga Kinarto. Walaupun aku tidak berada di dalam negeri, dengan sedikit membayangkan saja aku sudah bisa menebak betapa buruknya situasi yang terjadi di sana.Hanya saja, semua masalah itu dibereskan sendirian oleh Nixon, sehingga tak sampai berdampak padaku.Setiap kali aku punya waktu luang, aku akan merenung. Sebenarnya apa hubunganku dengan Nixon? Keluarga? Persahabatan? Atau cinta?Pada akhirnya, aku menyadari jawabannya. Kalau di antara kami benar-benar ada cinta, aku tidak mungkin punya pertanyaan seperti ini.Suatu hari setelah kelas selesai, seperti biasa aku berjalan santai di jalan menuju asrama yang indah karena dipenuhi lukisan cat minyak.Tiba-tiba, ponselku berdering. Sebuah nomor dari dalam negeri yang tidak pernah kulihat.Sejak p

  • Lima Tahun yang Tiada Artinya   Bab 25

    Setelah semua urusan selesai, Nixon membawaku ke luar negeri. Tentu saja, bukan untuk liburan.Nixon bilang, aku yang sejak dulu ingin melanjutkan pendidikan di bidang seni dan dia bisa membantu. Dia tahu sejak kecil aku suka menggambar dan punya bakat besar dalam desain. Hanya saja demi Derrick, aku mengorbankan impian seniku.Lagi pula, aku adalah anak tunggal di keluarga. Sejak kecil, aku mendapat amanat untuk belajar bisnis agar bisa mewarisi usaha keluarga. Beberapa tahun belakangan setelah Derrick mengambil alih perusahaan, aku pernah beberapa kali mengutarakan keinginanku untuk melanjutkan studi seni, tetapi selalu ditolak olehnya.Derrick bahkan merasa aku terlalu kekanak-kanakan, bilang aku ini seperti orang kaya yang manja dan di usia segini seharusnya lebih realistis, bukan mempelajari hal-hal "tidak berguna" seperti itu. Aku menghormati pendapatnya, jadi keinginanku itu pun tertunda terus.Sekarang, urusan Derrick sudah selesai dan aku juga mulai sadar akan beberapa hal. Ma

  • Lima Tahun yang Tiada Artinya   Bab 24

    "Pria ini adalah selingkuhan yang dibawa Olivia! Ini buktinya dia selingkuh! Selingkuhannya sampai datang ke rumah. Sekarang kalian semua bisa lihat sendiri betapa kotornya perempuan ini, 'kan?" Melihat Nixon datang, bukannya takut, Syifa malah semakin arogan dan berteriak.Dia tahu, meskipun Nixon bertubuh kuat, dia sangat gentleman dan tidak akan mungkin memukul seorang wanita hamil seperti dirinya. Lidah bisa lebih mematikan daripada tangan. Selama dia terus bersikap galak, di depan banyak orang seperti ini, tak seorang pun bisa berbuat apa pun padanya.Seperti yang Syifa duga, kata-katanya yang tajam dan provokatif itu sekali lagi memancing rasa ingin tahu para tetangga yang suka bergosip. Mereka semua melirik Nixon sambil menggeleng. Suasana aneh mulai menyebar di antara kerumunan."Syifa, di depan vila ini ada CCTV yang merekam video dan suara. Kamu tahu nggak, fitnah seperti ini bisa bikin kamu kena masalah besar? Sekarang juga aku bisa lapor polisi buat nangkap kamu!" Di bawah

  • Lima Tahun yang Tiada Artinya   Bab 23

    Sampai sekarang, Derrick belum tahu siapa sebenarnya pria yang berdiri di sampingku. Namun, dia sangat paham bahwa tanpa mengandalkan pria di sisiku, hanya dengan kekuatan Keluarga Sanjaya di kota ini saja, sudah cukup membuat dirinya kewalahan.Hari itu, aku mengantar Derrick dan keluarganya yang menangis tersedu-sedu keluar dari vila yang memang milikku.Aku menghubungi pihak pengelola. Mulai sekarang, ketiga orang itu masuk daftar hitam tamu rumahku. Aku tidak ingin melihat satu pun dari mereka muncul lagi di depan pintu rumahku.Namun, yang tak pernah kusangka adalah hanya karena sedikit kelalaian, aku kembali mendapat masalah yang lumayan merepotkan.Pagi-pagi, aku mendengar keributan lagi dari luar pintu. Awalnya aku mengira itu tetangga yang sedang pindahan atau semacamnya, jadi aku tidak terlalu memperhatikan.Namun, kemudian aku mendengar sepertinya ada suara-suara yang sedang membicarakan tentang diriku. Aku sedikit mengernyit.Saat melangkah keluar dari vila, aku melihat Syi

  • Lima Tahun yang Tiada Artinya   Bab 22

    "Yang ... kamu bilang semua ini ... benar?" Bahkan sampai sekarang, Derrick masih sulit percaya pada kata-kata Nixon."Sekarang teknologi sudah begitu maju, cukup ambil sedikit air ketuban sudah bisa melakukan tes DNA, nggak perlu menunggu sampai anak lahir." Nixon menatap Derrick dengan senyuman seperti sedang melihat badut.Kemudian, dia meneruskan dengan dingin, "Kalau Syifa begitu yakin anak dalam kandungannya itu anakmu, demi membuktikan ucapannya, seharusnya dia mau melakukan tes DNA, 'kan?""Bukan cuma DNA, kamu juga bisa langsung pergi ke rumah sakit untuk memeriksa spermamu. Siapa tahu benar-benar terjadi keajaiban, azoospermia-mu sembuh!" Aku ikut mendukung perkataan Nixon, menatap Derrick dengan senyuman penuh dorongan."Syifa, kamu mau ikut aku buat tes DNA nggak?" Saat itu, Derrick seperti menemukan pegangan hidup. Dia merangkak mendekati Syifa, memandangnya penuh harap."Kamu ... kamu ... kamu begitu nggak percaya sama aku? Apa di matamu aku begitu nggak berharga? Aku ...

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status