Share

Bab 2

last update Dernière mise à jour: 2025-07-04 12:05:23

Pagi-pagi Aizar terbangun setelah mendengar kicauan burung-burung yang riuh di dalam hutan. Seketika itu juga, tanpa ingin membuang waktu, ia pun bergegas pergi untuk melanjutkan perjalanan. Hingga menjelang petang, akhirnya ia sudah sampai di pinggir hutan dan ia merasa beruntung melihat ada nyala lampu dari sebuah rumah yang tampak dari tempatnya berdiri. “Sepertinya dari rumah itulah bau masakan ini berasal,” pikir Aizar sambil memegang perutnya. 

Tanpa berpikir panjang, Aizar segera melangkah menuju rumah itu, berharap ada sepotong ubi jalar atau mungkin sepiring nasi putih yang sudi diberikan si tuan rumah padanya.

Semakin mendekati rumah yang terbuat dari kayu dan beratap rumbia itu, aroma masakan yang begitu lezat semakin membaui penciuman Aizar, membuat rasa lapar yang dirasakannya tidak bisa ditahan lagi. 

“Permisi...!” ucap Aizar saat sudah sampai di depan rumah berukuran sederhana itu. 

Krek! Daun pintu rumah yang terbuat dari papan itu pun terbuka, tampaklah sepasang suami istri yang sudah lanjut usia berdiri di depan pintu sambil membawa lampu teplok.

Kedua penghuni rumah itu tampak memperbesar bola matanya menatap ke arah Aizar dengan raut wajah penuh rasa heran dan penasaran.

“Selamat malam, Kek, Nek... bolehkah saya bermalam di rumah ini?” ucap Aizar langsung mengutarakan keinginannya sambil membungkukan sedikit tubuhnya.

“Kamu dari mana, Nak? Kenapa ada di sini?” tanya si kakek itu was-was.

“A-aku... tersesat dalam hutan dan sedang dalam perjalanan menuju ke kota,” jelas Aizar apa adanya.

“Baiklah kalau begitu, silakan masuk, Nak...” ucap Kakek itu akhirnya mempersilakan Aizar.

Saat Aizar berada di dalam rumah itu, tampaklah di atas lantai yang dialasi tikar, terdapat makanan di atas piring plastik yang sedang dinikmati oleh kedua suami-istri itu.

“Kebetulan kami sedang makan malam, jadi marilah sekalian makan bersama-sama,” ucap si nenek sambil mempersilakan Aizar untuk makan bersamanya.

“Apa aku tidak merepotkan Kakek dan Nenek?” ucap Aizar berbasa-basi.

“Tidak sama sekali, Nak, justru aku merasa senang sekali setelah hampir dua tahun lamanya, akhirnya ada juga orang yang bertamu ke gubuk kami yang reot ini,” ujar si kakek menunjukan rasa senangnya atas kehadiran Aizar.

“Betul, Nak, kalau dulu sesekali ada juga para pemburu yang singgah ke sini saat mereka balik dari hutan. Tapi, sejak dikeluarkannya peraturan pemerintah pelarangan berburu hewan liar, nyaris tidak ada seorang pun yang bertamu ke rumah ini,” tambah si nenek memberi tahu Aizar.

Aizar hanya mengangguk-angguk sambil menahan perutnya yang sudah terasa sangat lapar.

“Tadi kamu bilang tersesat di hutan? Sejak kapan? Memangnya kamu berasal dari...” ucap si kakek terhenti.

“Sudahlah, Pak..., biarkan anak ini makan dulu, jangan ditanya-tanya terus...” potong istrinya yang sudah menyendokan sepiring nasi putih untuk diberikan pada Aizar.

Melihat nasi dan lauk-pauk yang tak dijamahnya beberapa hari ini, Aizar tampak sangat gembira, sampai ia tidak bisa berkata-kata. 

“Silakan makan ya, Nak, mohon maaf, lauknya cuma alakadarnya saja,” ujar si nenek mempersilakan Aizar.

“Jadi sudah berapa lama kamu tersesat di hutan, Nak?” tanya si kakek memulai pembicaraan lagi.

“Sebenarnya aku sedang mencari ayahku,” jelas Aizar. 

Aizar pun  menceritakan pada mereka, bahwa saat kecil dulu ayahnya menitipkan dirinya pada sebuah keluarga angkat dan orangtua angkatnya itu memberitahu kalau dulu ayahnya memilih menyendiri hidup di dalam hutan. Kini orangtua angkatnya sudah tiada,  dan setelah mencari ayahnya tidak kunjung bertemu ia pun memutuskan untuk pergi ke kota mencari ibu kandungnya.

Obrolan Aizar dan kedua orang baik hati yang baru dikenalnya itu berlanjut setelah makan. Si kakek menemaninya duduk-duduk santai di balai-balai bambu yang terdapat di depan rumahnya, sambil menikmati kopi panas.

“Jadi sekitar 300 meter dari rumahku ini ada jalan yang biasa digunakan petugas kehutanan untuk mengontrol keadaan hutan pohon jati yang berada di sebelah selatan hutan di belakang rumahku ini, setiap sebulan sekali mereka akan melintasi jalan itu. Aku sudah kenal dekat dengan para petugas itu, karena beberapa tahun lalu mobil mereka pernah mogok, dan mereka bermalam di rumahku ini. sejak itu, setiap sebulan sekali pasti mereka akan membawakan aku bahan makanan dan barang-barang yang aku butuhkan,” ungkap si kakek bercerita pada Aizar.

“Sepertinya, lusa ini petugas kehutanan itu akan lewat tempat ini, nanti aku minta bantuan mereka untuk menolongmu mengantarkan ke kota,” tambah si kakek membuat Aizar merasa lega mendengarnya.

Si kakek tua itu pun mengizinkan Aizar untuk tinggal di rumahnya sampai kendaraan petugas kehutanan datang untuk meminta tumpangan pada mereka. Kesempatan itu akan Aizar gunakan untuk bertanya dan belajar banyak hal dari si kakek, agar petualangannya nanti selama di kota tidak akan mengalami masalah yang berarti.

“Apakah selama perjalanan dua hari di dalam hutan ulin itu kamu menemukan hal-hal yang aneh, Nak?” tanya si kakek yang masih betah berlama-lama ngobrol dengan Aizar.

“Iya, Kek, aku bertemu sekelompok orang misterius yang sedang berpesta. Juga di telaga pernah melihat seorang gadis cantik yang sedang mandi di danau,” jelas Aizar.

“Tepi hutan ulin itu memang terkenal angker,” jelas si kakek. “Apakah kamu pernah mendengar cerita tentang orang bunian?” tanyanya menambahkan.

Aizar coba mengingat-ingat, tetapi ia merasa belum pernah mendengar hal itu. 

“Mereka itu makhluk halus yang cara hidupnya seperti manusia,” beritahu si kakek, “Beruntung kamu bisa keluar dari dunia mereka, karena kalau sampai kamu tinggal di dunia mereka, ibarat 1 hari di sana sama dengan 10 tahun kehidupan di dunia manusia, pulang-pulang keadaan di dunia ini akan benar-benar terasa asing baut kamu,” tambahnya menjelaskan.

Detik itu, Aizar merasa beruntung bisa keluar dari hutan dengan selamat. 

Setelah puas mengobrol dengan si kakek, Aizar merebahkan tubuh di atas balai-balai bambu di depan rumah yang akan menjadi tempat beristirahatnya malam ini. Tapi, baru saja ia terlelap dalam tidur, sosok wanita berpakaian serba putih dengan aroma tubuh seharum bunga mawar, tiba-tiba datang mengusik…

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Liontin Pemikat Hasrat   Bab 184

    Setelah menerima liontin pemikat dari Aizar, Satrio kembali ke indekostnya. Dalam perjalanan pulang, ia singgah ke sebuah minimarket untuk membeli beberapa barang kebutuhan. Di situlah ia mulai merasakan keanehan yang terjadi. Setiap berpapasan dengan wanita, mata-mata mereka terlihat membulat serta mulut-mulut mereka tampak terbuka sambil menatap ke arahnya. Bahkan si kasir yang melayani terlihat sangat gelisah saat Satrio berada di depannya, hingga terdengar dengan jelas desahan napasnya. Karena belum terbiasa dengan keadaan itu, Satrio memilih untuk cepat-cepat pergi masuk ke dalam mobil, lalu tekan gas pergi meninggalkan minimarket itu. “Apa tadi itu hanya sugesti, atau benar-benar terjadi?” pikir Satrio dalam perjalanan penuh kebingungan.Setibanya di rumah, beberapa tetangga rumah menyapa Satrio dengan ramah, terlebih lagi ia pulang dengan membawa mobil. “Baru pulang, Mas Rio? Wah, sekarang sudah punya kendaraan ya?” sapa ibu kost yang kebetulan sedang duduk santai di depan ter

  • Liontin Pemikat Hasrat   Bab 183

    Saat dalam perjalanan pulang, Selina menceritakan kalau sebenarnya tadi Pak Sony memintanya lembur, tapi Adirah dengan sukarela bersedia menggantikan.“Bu Adirah itu memang susah ditebak, kadang baik, kadang suka marah-marah,” ungkap Satrio menjelaskan. “Oh, iya, Sel… Malam ini apa kamu ada acara?” tanyanya melanjutkan obrolan.“Tidak ada sih. Aku jarang keluar malam kalau bukan hal yang penting,” jawab Selina yang duduk menyilangkan kedua lengan di dadanya sambil menatap lurus ke depan jalan raya yang sedikit macet.“Pak Aizar mengajak kita keluar malam ini,” jelas Satrio memberitahu Selina.“Memangnya mau kemana?”“Paling diajak minum kopi di cafe langganannya.”“Oh… ya sudah, aku ikut.”“Berarti nanti malam aku jemput ya?”Selina pun tanpa ragu memberikan nomor teleponnya pada Satrio. “Langkah awal yang baik,” batin Satrio sambil tersenyum sendiri.Selesai mengantar Selina, Satrio tidak langsung pulang ke rumah indekosnya, tapi ia memutar arah menuju ke rumah Aizar, karena Aizar yan

  • Liontin Pemikat Hasrat   Bab 182

    Setelah tiba waktunya pulang, Selina menuju lobi untuk menemui Satrio di sana. “Mau langsung pulang sekarang?” tanya Satrio saat Selina datang menghampirinya.Selina mengiyakan, lalu keduanya berjalan beriringan menuju area parkir kendaraan. “Ini mobilnya,” ucap Satrio saat berada di depan sebuah mobil klasik berwarna kehijauan.Klik! Satrio membuka pintu pengemudi mobil itu.“Lho, sopirnya kamu, Rio?”“Iya… hehehe… tentu saja atas perintah Pak Aizar,” jelas Satrio. “Ayo masuk…” ajaknya.Selina pun masuk, ia memilih duduk di kursi penumpang bagian depan, tepatnya di samping Satrio.“Aku jadi merepotkan kamu kalau begini,” ucap Selina sambil melirik ke arah Satrio di sampingnya. “Ya nggak sama sekali lah, Sel… aku juga diberi pinjaman mobil ini sama Pak Aizar sudah merasa senang sekali. Lagipula, tempat tinggal kamu kan sejalur dengan kosanku, jadi sekalian lewat antar jemput kamu tidak jadi masalah,” jelas Satrio yang mulai menghidupkan mesin. Beberapa saat kemudian perlahan mobil

  • Liontin Pemikat Hasrat   Bab 181

    Tidak sudi aku dikalahkan oleh seorang cleaning service! Adirah berceracau sendiri di dalam ruang kerjanya. Ia menabuh genderang perang pada Selina, kehadirannya telah merebut semua perhatian Aizar, dan itu baginya sesuatu yang harus diperjuangkan. “Aku harus berbuat sesuatu!” putus Adirah lalu keluar dari ruang kerjanya. Ia telah memikirkan sesuatu yang jahat untuk membalas sakit hatinya pada Selina. Adirah berjalan menuju pantry karyawan, di sana ia mencari sabun pencuci piring lalu dengan sengaja dituangnya ke lantai dekat rak tempat menaruh alat makan dan minum. Setelah itu ia kembali lagi ke ruangannya. Kring! Adirah menelepon Selina di ruang kerjanya, “Buatku aku kopi susu, tambahkan juga krimer. Kamu sendiri yang antar ke ruanganku ya, sekalian aku mau menyampaikan sesuatu dari Pak Aizar. Cepat ya!” perintahnya pada Selina.“Baik Bu, aku akan segera ke sana,” jawab Selina.Ketika Selina beranjak dari tempat duduknya bermaksud menuju pantry, tiba-tiba muncul Satrio masuk ke d

  • Liontin Pemikat Hasrat   Bab 180

    “Selina, ini ada makanan untukmu,” ucap Satrio memberikan sebuah plastik putih pada Selina saat ia tiba di kantor.“Makanan dari siapa?” tanya Adirah merasa penasaran.“Pak Aizar yang membelikannya,” jelas Satrio.Kebetulan Adirah yang sedang berada di tempat itu mendengar pembicaraan Selina dan Satrio, betapa sedih hatinya mendengar boss kesayangannya lebih perhatian pada staf yang baru sehari bekerja, sedangkan dirinya sebagai seorang sekretaris pribadi sama sekali tidak mendapatkan perhatian. “Mungkin kamu salah dengar, Satrio,” ucap Adirah tiba-tiba merebut plastik putih di tangan Selina. “Pasti makanan ini dibelikan Pak Aizar untuk aku! Aku ini kan sekretaris pribadinya. Kalau Selina siapa? cuma kepala OB!” tambah Adirah sambil menatap sinis pada Selina.“Tapi Bu…, makanan itu memang dibelikan Pak Aizar untuk Selina, kalau tidak percaya Bu Adirah bisa tanya langsung pada Pak Aizar,” jelas Satrio.“Sudah, Rio… tidak apa-apa, makanannya untuk Bu Adirah saja, kebetulan aku juga tad

  • Liontin Pemikat Hasrat   Bab 179

    Seperti yang sudah Aizar janjikan, akhirnya Satrio mendapatkan pinjaman inventaris mobil kantor. Meskipun kendaraan lama, tapi mesinnya masih berfungsi dengan baik. “Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin kamu antar jemput Selina dengan mobil ini,” ucap Aizar saat memberikan kunci mobil itu pada Satrio. “Selina termasuk teman yang pernah berjasa padaku, jadi aku ingin ia menerima kemudahan dalam bekerja,” tambah Aizar.Satrio tentu saja mengiyakan, lagipula rumah Selina searah dengan tempat tinggalnya. Saat jam istirahat, Satrio mencoba menaiki mobil yang didapatnya ditemani Aizar untuk makan siang di restoran seafood yang pernah dikunjunginya. Kedekatan Aizar dengan si anak magang itu kembali menjadi buah bibir di kalangan staf kantor.“Sekarang diberikan mobil, besok-besok dikasih rumah, diberikan jabatan tinggi, atau bisa jadi diajak liburan keluar negeri,” ujar seorang staf yang melihat kebersamaan Aizar dan Satrio.“Katanya, Pak Aizar suka membawa anak magang itu ke rumahnya, lho

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status