Share

Chapter 8

Author: Pejuang Pena
last update Last Updated: 2025-05-14 00:01:47

Jam makan siang telah tiba, aroma harum kopi dan kue-kue panggang memenuhi udara Cafe "MayOn". Namun, Gruzeline dan Dyon masih sama-sama sibuk melayani pelanggan yang berdatangan silih berganti. Dyon, dengan senyum ramahnya yang khas, menyambut setiap tamu dengan sapaan, "Terima kasih, selamat datang kembali."

Tring!

Lonceng kecil di pintu cafe kembali berbunyi, menandakan kedatangan pelanggan baru. Serena, dengan cekatan, segera menghampiri mereka untuk mencatat pesanan. Di dalam ruangan pastry yang hangat dan beraroma manis, Gruzeline tampak serius mengepulkan adonan kue. Tangannya bergerak lincah, membentuk kue-kue cantik dalam jumlah yang cukup banyak. Ini sebagai antisipasi, karena ia dan Dyon akan segera pergi ke bank setelah menyelesaikan pekerjaannya.

"Apakah sudah selesai?" tanya Dyon, masuk ke ruangan pastry, matanya mengamati tumpukan kue yang mulai menjulang tinggi di atas meja. Bau manis kue-kue itu memenuhi hidungnya.

"Sebentar lagi, Sisca dan Anna yang akan melanjutkan memanggang," jawab Gruzeline, mencuci tangannya dengan teliti di wastafel. Wajahnya sedikit berkeringat, namun senyum puas terukir di bibirnya. Ia bangga dengan hasil karyanya.

"Aku tunggu di ruanganku," ucap Dyon, lalu kembali ke area cafe, meninggalkan Gruzeline yang melanjutkan pekerjaannya. Ia mengangguk sebagai balasan, lalu kembali fokus pada pekerjaannya, memastikan setiap kue yang dibuatnya sempurna. Aroma manis dan hangat itu seakan menjadi pengantar menuju kesibukan lain yang menanti mereka berdua.

Di salah satu meja cafe yang nyaman, Timothy dan Rafael duduk berhadapan. Cahaya matahari sore menerobos jendela, menciptakan suasana hangat dan tenang. Namun, suasana hati mereka tampak tegang. Mereka datang untuk memastikan sesuatu yang penting.

"Kau yakin, Gruzeline adalah wanita yang sama dengan wanita yang bekerja di cafe ini?" tanya Timothy, suaranya sedikit ragu. Ia menatap Rafael, mencari kepastian.

Rafael mengangguk mantap, matanya tak lepas dari meja kasir, mengamati setiap orang yang lalu lalang. "Aku tak mungkin salah mengenali dia," jawabnya, suaranya tegas. Ia mengingat jelas wajah Gruzeline.

Pintu ruangan pastry terbuka, menampilkan sekilas aktivitas di baliknya. Pandangan Rafael langsung tertuju ke sana. Ia melihat Gruzeline keluar dari balik pintu, langkahnya anggun menuju salah satu ruangan kecil di sudut cafe, dekat meja kasir.

Matanya menyipit, mengamati dengan seksama. Ia baru saja melihat seorang pria masuk ke ruangan yang sama beberapa saat sebelum Gruzeline. Sebuah kecurigaan mulai muncul di benaknya.

"Kau melihat apa?" tanya Timothy, mengingat tatapan Rafael yang begitu tajam dan terfokus pada satu titik. Ia ikut mengamati ruangan tersebut, namun tak melihat hal yang mencurigakan.

Rafael menggeleng, mencoba menyembunyikan kecurigaannya. "Tidak ada," jawabnya singkat, namun rahangnya mengeras.

Pintu ruangan itu kembali terbuka. Gruzeline dan Dyon keluar bersamaan. Tatapan Rafael berubah datar, seolah-olah sebuah kepastian telah terungkap. Mereka berjalan beriringan, Dyon merangkul bahu Gruzeline dengan akrab. Timothy juga melihat Gruzeline dan pemilik cafe itu, lalu ia menatap Rafael yang kini berwajah datar, mengerti bahwa temannya telah menemukan jawaban yang dicarinya. Suasana cafe yang tadinya tenang, kini terasa berat di antara mereka berdua.

Tatapan Rafael mengikuti Gruzeline dan Dyon hingga keduanya menghilang di balik pintu mobil mewah Dyon. Mobil itu melaju meninggalkan cafe, meninggalkan Rafael dengan pikiran yang bergejolak. Ia merasakan sebuah kegelisahan yang membuncah.

"Cari tahu siapa pria itu," perintah Rafael tiba-tiba, suaranya tegas dan dingin. Ia tak menunggu jawaban dari Timothy, langsung bangkit dari kursinya.

Rafael bergegas meninggalkan cafe, langkahnya terburu-buru menuju mobilnya. Ia harus kembali ke kantor, Timothy yang baru saja menyesap kopinya, hanya bisa menggelengkan kepala melihat kepergian Rafael yang tergesa-gesa.

Di ruangan kerjanya yang luas dan modern, Rafael merasa gelisah. Ia mondar-mandir di depan jendela, memandang gedung-gedung pencakar langit di luar. Kegelisahan itu tak kunjung mereda sebelum ia mendapatkan informasi tentang Dyon, pemilik cafe tersebut.

"Apakah dia kekasihnya?" gumamnya, suaranya hampir tak terdengar, mencoba menerka hubungan Gruzeline dan Dyon. Pikirannya melayang pada Gruzeline, bayangan wajah wanita itu terus berputar di kepalanya.

Tak lama kemudian, Timothy datang dengan tablet di tangannya. "Tak ada informasi penting. Dia hanya pemilik Cafe MayOn, dan sudah bertunangan," ucap Timothy, memberikan informasi yang diinginkan Rafael. Ia tampak sedikit lelah, hasil pencariannya tak memberikan informasi yang signifikan.

"Siapa tunangannya?" tanya Rafael, suaranya datar, namun sorot matanya tajam.

Timothy kembali memeriksa tabletnya. "Tidak ada nama tunangannya di sini, tapi mungkin saja Gruzeline adalah tunangannya," jawab Timothy, mencoba memberikan kemungkinan.

"Jika benar Gruzeline tunangannya, aku benar-benar tak habis pikir denganmu. Bisa-bisanya kau berfantasi dengan wanita yang sudah memiliki tunangan. Kau terlalu ceroboh kali ini," lanjut Timothy, suaranya terdengar sedikit kesal. Ia tak habis pikir dengan obsesi Rafael pada Gruzeline.

Rafael tak menanggapi ucapan Timothy. Ia termenung, sebuah kilatan tajam muncul di matanya. "Tak masalah, sekalipun dia sudah menikah, jika hanya dia yang bisa membuatku merasa puas, aku akan melakukan segala cara," ujarnya, suaranya dingin dan penuh tekad.

Jawaban Rafael membuat Timothy terkejut. "Kau jangan gila! Bukankah kau mengatakan kau tertarik pada dua wanita, Gruzeline dan penari di klub malam itu? Kenapa kau tak memanfaatkan saja penari itu, daripada mengganggu tunangan orang lain?" Timothy memperingatkan Rafael, takut akan tindakan nekat temannya itu.

Rafael menatap Timothy, seolah baru teringat akan opsi lain. "Ya, kau benar. Masih ada dia," ucapnya, suaranya datar, namun sebuah rencana baru mulai terpatri di benaknya. Seolah-olah ia telah menemukan solusi atas masalahnya, meninggalkan Timothy dengan rasa khawatir yang mendalam.

. . .

Hawa malam terasa panas dan lembap saat Gruzeline dan Dyon menyelesaikan urusan panjang mereka. Berjam-jam mereka habiskan untuk mengganti ponsel Gruzeline yang hilang dan membeli kembali barang-barang pentingnya. Lelah tampak jelas di wajah Gruzeline. "Sepertinya, malam ini aku tidak akan pergi ke klub," ucapnya, suaranya lesu.

Dyon, yang sedang menyetir, melirik Gruzeline sekilas. "Kau istirahat saja. Mama tidak akan rugi karena ketidakhadiranmu," jawabnya tenang, fokus pada jalanan.

Gruzeline mendengus, "Tapi aku yang rugi," bantahnya, nada sedikit kesal. Rambutnya yang biasanya tertata rapi kini sedikit kusut karena seharian berurusan dengan polisi dan petugas toko.

Dyon mendelik, "Kau sudah kaya, untuk apa lagi bekerja di klub ibuku?" tanyanya, sedikit heran.

Gruzeline berdecak, "Papaku yang kaya, sedangkan aku? Aku baru saja merintis usahaku sendiri, setelah... diusirnya," Gruzeline mengepalkan tangannya, amarah tersirat di matanya yang berkaca-kaca. Bau parfum kesukaannya, yang baru saja dibelinya, samar-samar tercium di dalam mobil.

"Diusir, atau kau yang kabur?" tanya Dyon lagi, nada suaranya lembut, berusaha meredakan suasana.

Gruzeline mendengus keras, "Sudahlah, aku berhenti di sini saja!" geramnya, tak tahan lagi membahas ayahnya. Air matanya mulai menetes, membasahi pipinya.

"Cih, kita memang sudah sampai," cibir Dyon, saat menghentikan mobil di depan lobby apartemen Gruzeline. Gedung pencakar langit itu menjulang tinggi, diterangi lampu-lampu yang gemerlap.

Gruzeline tersenyum lemah, menghapus air matanya. Dia mencium pipi Dyon sebelum turun dari mobil. "Sampaikan salamku pada Madam May," ucapnya, suaranya sedikit serak. Dia melambaikan tangan saat mobil Dyon melaju pergi.

Saat akan menyeberang jalan menuju gedung apartemennya, lampu mobil Rafael yang tiba-tiba muncul membuatnya berhenti di tempat. Rafael turun dari mobilnya, sosok tegap dan gagah dalam balutan jas hitam. Wajahnya datar, seperti biasanya, tatapannya tajam dan dingin. "Selamat malam, Tuan Rafael," sapa Gruzeline, namun pria itu sama sekali tak membalas, hanya berlalu begitu saja, tanpa sedikit pun meliriknya. Gruzeline menarik napas dalam-dalam, merasakan kehangatan malam yang masih terasa gerah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Little Secret    Chapter 8

    Jam makan siang telah tiba, aroma harum kopi dan kue-kue panggang memenuhi udara Cafe "MayOn". Namun, Gruzeline dan Dyon masih sama-sama sibuk melayani pelanggan yang berdatangan silih berganti. Dyon, dengan senyum ramahnya yang khas, menyambut setiap tamu dengan sapaan, "Terima kasih, selamat datang kembali." Tring! Lonceng kecil di pintu cafe kembali berbunyi, menandakan kedatangan pelanggan baru. Serena, dengan cekatan, segera menghampiri mereka untuk mencatat pesanan. Di dalam ruangan pastry yang hangat dan beraroma manis, Gruzeline tampak serius mengepulkan adonan kue. Tangannya bergerak lincah, membentuk kue-kue cantik dalam jumlah yang cukup banyak. Ini sebagai antisipasi, karena ia dan Dyon akan segera pergi ke bank setelah menyelesaikan pekerjaannya. "Apakah sudah selesai?" tanya Dyon, masuk ke ruangan pastry, matanya mengamati tumpukan kue yang mulai menjulang tinggi di atas meja. Bau manis kue-kue itu memenuhi hidungnya. "Sebentar lagi, Sisca dan Anna yang akan mela

  • Little Secret    Chapter 7

    Setelah percakapan panjang dan permintaan maaf yang tulus, Gruzeline berniat pulang. Ia telah berjanji akan mengganti semua biaya pengobatan yang telah Rafael keluarkan, namun ponsel dan tasnya, beserta seluruh isinya yang berharga, tertinggal di dalam mobil. Hujan rintik-rintik masih membasahi jalanan di luar. "Aku akan mengganti biaya pengobatan ini secepatnya," ujar Gruzeline, suaranya sedikit gemetar. Wanita itu membungkuk hormat, rasa bersalah terpancar dari sorot matanya yang sayu, sebelum berbalik meninggalkan mansion mewah pria yang telah menolongnya. Cahaya lampu jalanan memantul di rambutnya. Rafael dan Timothy hanya mengangguk, tetapi diam-diam mereka mengikuti Gruzeline melalui layar tablet Rafael yang terhubung dengan sistem CCTV gedung apartemen miliknya. Gambar Gruzeline yang berjalan tampak jelas. Di dalam lift yang sunyi dan mewah, setelah memastikan Gruzeline telah sampai di lantai bawah, Timothy bertanya, "Kenapa kau tidak memberitahunya bahwa tasnya ada padam

  • Little Secret    Chapter 6

    Gruzeline mengerjapkan mata, kepala berdenyut hebat hingga membuatnya meringis. Kain kasa dingin terasa menempel di keningnya, sedikit lengket karena darah yang telah mengering. "Sial!" Umpatan lolos dari bibirnya, menyesali keputusannya untuk menolak tawaran Ka Risella agar Marko mengantarnya pulang. Kecelakaan itu masih terasa nyata, bayangan mobil yang menghantamnya masih berputar di kepalanya. Ia terbaring di atas kasur berbahan sutra lembut, aroma lavender samar-samar tercium. Pandangannya berputar, mengamati ruangan yang asing. Bukan rumah sakit. Dinding-dinding berwarna krem dihiasi lukisan abstrak, sebuah vas berisi bunga anggrek putih tertancap di meja sudut. "Ini...ini kamar siapa?" gumamnya, tubuh gemetar hebat. Trauma penculikan beberapa tahun lalu kembali menghantuinya. Bayangan gelap itu seakan-akan masih mengejarnya. Pakaiannya telah berganti, sebuah piyama katun halus kini membalut tubuhnya. Kepanikan membuncah, bercampur dengan rasa sakit yang menusuk. Gruzeline b

  • Little Secret    Chapter 5

    Timothy menginjak rem mendadak, mobilnya berhenti dengan bunyi decitan ban yang nyaring di jalanan sepi pinggiran kota. "Ada apa?" tanyanya, bingung, tatapannya tertuju pada Rafael yang tampak gelisah di sampingnya. Hujan gerimis mulai turun, membasahi kaca mobil dan jalanan. Namun, tanpa menjawab pertanyaan Timothy, Rafael sudah membuka pintu mobil dan berlari menuju sebuah mobil mewah yang ringsek akibat menabrak pohon besar di sisi jalan. Mobil itu tampak hancur di bagian depan, bodi mobil penyok parah, dan asap tipis mengepul dari kap mesin. Timothy baru bereaksi setelah melihat Rafael berlari, ia segera keluar dari mobil dan mengejar Rafael yang sudah sampai di dekat mobil yang mengalami kecelakaan tunggal itu. Rafael, yang sepertinya mengenali pemilik mobil itu, langsung berusaha membuka pintu, namun pintunya terkunci dari dalam. Dengan panik, ia mencari sesuatu untuk memecahkan kaca mobil. Matanya menangkap sebuah batu besar di pinggir jalan. "Hey, apa yang kau lakukan?!"

  • Little Secret    Chapter 4

    Gruzeline mengedipkan sebelah mata nya, dia melepaskan tangan Rafael dan pergi ke atas podium. Jantung Rafael seketika berdebar dengan kencang, pria itu benar - benar merasa sesuatu di bawah sana bereaksi kembali hanya dengan kedipan manja dari dari wanita itu. Musik mulai mengalun, dan Rafael kembali tersadar dari lamunan nya. Dia langsung menatap ke arah atas podium, dimana wanita itu tengah meliuk - liuk dengan sangat menggoda. Rafael semakin merasa sesak di celana nya, pria itu menatap ke arah celana nya yang sudah menggembung. "Tim." Panggil Rafael pelan, dia tak percaya dengan apa yang dia lihat. Maka dari itu, Rafael meminta Timothy untuk meyakinkan diri nya. Timothy langsung menoleh saat dia di panggil oleh Rafael, " Ada apa?" Tanya nya yang belum menyadari tatapan Rafael. Namun karena Rafael tak menggubris nya, dan terus menatap ke arah sensitif milik nya, mau tak mau Timothy mengikuti arah pandang pria itu. Dia cukup terkejut saat dia juga melihat gembungan di celana Raf

  • Little Secret    Chapter 3

    Rafael memejamkan matanya saat menciumi bau yang masih tertinggal, pria itu kembali membuka matanya dan menoleh ke kebelakang, dimana wanita itu pergi. Sesuatu di dalam dirinya seolah dimanjakan hanya dengan bau wangi dari wanita itu."Hey, bung. Ada apa?" Tanya Timothy karena Rafael terus melamun.Rafael menggeleng, " Ah, tidak." Jawab nya dengan dada yang berdebar kencang.Pria itu menatap sesuatu di balik celana nya yang mulai menunjukkan tanda - tanda akan bangkit, saat wangi itu masih tertinggal, namun kini miliknya kembali tidur setelah wangi dari wanita itu ikut menghilang."Seperti perkataan ku tadi, ayo kita kembali mencoba nya. Aku memiliki rekomendasi klub malam dari teman ku, dan dia mengatakan di sana ada seorang striptis yang menari begitu menggoda." Bisik Timothy pada kalimat terakhir nya.Rafael terdiam sejenak, dia kembali menatap sesuatu yang di apit kedua pahanya itu. Dia tak mungkin salah, milik nya tadi terasa merespon dengan wangi wanita, dan mungkin saja jika di

  • Little Secret    Chapter 2

    Setelah kepergian nyonya O'niel, Rafael menghela nafas lelah. Pria itu memanggil Timothy menggunakan telpon kantor. Tak lama, pria itu datang. "Ya, tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Timothy. "Batalkan rapat hari ini, aku akan pergi." Ucap Rafael yang membuat Timothy menghela nafas."Kau tidak bisa terus membatalkan rapat setiap Bibi datang, lagipula aku sudah mengatur rapat ini berulang kali, tapi lagi - lagi di batalkan begitu saja." Ucap Timothy, dia kini berbicara sebagai seorang teman. Rafael menatap tajam pada asisten nya itu," Lakukan saja. " Perintah nya mutlak. Timothy hanya bisa mengangguk, jika sudah seperti ini Rafael sulit untuk di ajak kerja sama. Pria itu kembali keluar dan akan kembali mengatur waktu untuk rapat tersebut. Rafael menyandarkan tubuh nya pada sofa, pria itu memejamkan mata nya dan memijat kening nya yang terasa sangat sakit. . . . Gruzeline baru saja terbangun dari tidur nyenyak nya, dia menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul delapan

  • Little Secret    Chapter 1

    Suara musik terdengar memenuhi ruangan yang di penuhi oleh orang - orang yang tengah menikmati kehidupan malam nya. Di ruangan terpisah, ruangan yang selalu di penuhi oleh pria - pria, seorang wanita tengah meliuk - liukkan tubuh nya dengan lihai dan eksotis. Para pria itu tengah mencuci mata mereka dengan gerakan indah nan menggairahkan di depan sana, bahkan ada dari mereka yang meminta salah satu wanita yang di sediakan di sana untuk naik ke atas pangkuan nya. Di tengah suara musik yang beradu dengan suara desahan di dalam ruangan itu, seorang wanita tengah menari memeluk tiang dengan gerakan yang menggoda. Dia mengabaikan suara desahan dari mereka yang tengah menikmati surga dunia bersama dengan wanita bayaran. Fokusnya kini adalah menari dan menyelesaikan tarian nya sampai musik yang mengiringi nya berhenti mengalun. Malam semakin larut, tamu semakin banyak berdatangan ke dalam ruangan itu untuk melihat penampilan nya. Mereka bahkan terang - terangan menatap penuh minat pa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status