Share

5. Go to Work

Penulis: Rizu Key
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-17 08:25:36

Zinnia sudah kembali ke dalam tubuhnya sendiri di hari berikutnya. Ia bersyukur atas jiwanya yang telah kembali, eh. Satu hari sebelumnya bahkan terasa seperti mimpi. Meski ia terjebak di dalam tubuh pria menyebalkan seperti Rey, tetapi keluarga laki-laki itu benar-benar hangat. Sungguh keluarga yang bahagia di matanya. Gadis itu jadi teringat dengan kedua orangtuanya yang tinggal di desa. Rindu.

Setelah terbangun dari tidurnya, Zinnia baru sadar bahwa pakaiannya telah berganti. Berbeda dengan pakaian yang ia pakai di hari sebelumnya. Ia hanya memakai tank top dan hot pant. Ternyata Rey telah melanggar janjinya. Tunggu, memangnya sejak kapan mereka membuat janji? Gadis itu bahkan tak nyaman dengan pakaian dalam yang dipakainya. Terutama bra yang ia pakai. Pengaitnya tak terpasang dengan benar.

"Parah tuh cowok," sungut Zinnia sembari membetulkan pakaiannya. Ia membayangkan bagaimana Rey kesusahan mengenakan pakaian wanita. Rona merah pun muncul di kedua pipi chubby Zinnia. Malu, tentu saja.

Setelah selesai membersihkan diri dan bersiap dengan pakaian kerja, gadis itu menyiapkan sarapan. Ia terkejut tatkala melihat piring, gelas, dan teflonnya yang masih kotor di atas wastafel. Stok mi instan dan makanan di dalam kulkasnya pun sudah berkurang. Bahkan sosis kesukaannya sudah raib dimakan Rey semua.

"Sabar, Zin. Anggep aja ini barter buat makanan lezat dan mewah yang kemarin kamu makan," gumam Zinnia mencoba memaklumi. Dengan terpaksa ia hanya sarapan dengan roti tawar dan segelas susu cokelat. Tak ada waktu untuk memasak.

Gadis itu pun berangkat dari kontrakannya dengan naik ojek online. Tepat pukul tujuh ia sudah sampai di kantor perusahaan SJ Grup. Tiga puluh menit sebelum jam kerja. Karena hari itu merupakan hari pertamanya mulai bekerja, Zinnia sudah mempersiapkan semangat empat limanya.

'Oke. Aku akan cari cowok rese bernama Rey itu. Dia bekerja di divisi mana dan apa yang ia kerjakan. Seenggaknya aku ingin membicarakan masalah pertukaran jiwa ini,' batin Zinnia saat berjalan kembali memasuki gedung perusahaan SJ Grup.

'Kalau perlu ingin kutendang lututnya biar dia susah jalan,' imbuh Zinnia lagi sembari tersenyum jahat. Membayangkan kesialan Rey yang sudah membuat berantakan tempat tinggalnya.

"Rey. Aku mau tanya, cewek yang waktu itu sebenarnya siapa?" tanya seorang pria berusia tiga puluh satu tahun yang sedang menyerahkan berkas pada Rey.

"Bukan siapa-siapa," jawab Rey datar. Pria yang bertanya malah menatap curiga pada Rey.

"Dani, aku mau tanya sesuatu," ucap Rey kemudian. Laki-laki itu satu tahun lebih muda dari pria bernama Dani.

"Apa?" tanya Dani menatap heran pada kawannya.

"Apa kamu percaya jika jiwa dua orang itu bisa tertukar? Maksudku seperti bertukar tubuh?" tanya Rey menatap lurus kawannya. Dani hanya memiringkan kepalanya. Tampak dari raut wajahnya ia tengah berpikir.

"Hahaha. Mana ada hal seperti itu, Rey. Tumben kau bercanda seperti ini?" tanya Dani sembari tertawa. Ia merasa bahwa kawan sekaligus atasannya itu sedang membuat lelucon untuknya. Atau itu hanya sebuah pengalihan untuk pertanyaannya?

"Kamu bener juga, Dan. Gak mungkin juga hal seperti itu bisa terjadi." Rey membenarkan ucapan Dani.

"Memangnya kau pernah merasakannya? Jangan ngaco ah, Rey!" seru Dani dan hanya dibalas tatapan dingin temannya.

"Ngomong-ngomong pertanyaanku yang tadi belum kau jawab dengan jujur. Siapa sebenarnya cewek itu? Apa dia pacar yang kau sembunyikan dari kedua orangtuamu?" tanya Dani lagi. Rey mendelik menatapnya, membuat Dani tampak senang dengan dugaannya.

"Oh. Jadi beneran? Pantesan kamu peluk dia sampai seperti itu."

"Jangan bercanda! Dia cuma buat masalah. Dia bukan pacarku," ujar Rey kesal.

"Hooo. Benarkah? Padahal kalau menurutku dia cantik dan imut begitu."

"Sudahlah. Lebih baik kamu segera keluar! Sana! Serahkan berkas ini pada manajer tiap divisi!" perintah Rey sembari menyerahkan beberapa berkas yang tadi dibawa Dani.

"Oke, Pak Direktur," balas Dani sambil tersenyum penuh arti. Laki-laki itu lalu pergi meninggalkan atasannya.

'Sialan si Dani. Tapi kejadian itu memang mustahil dan sulit dipercaya,' batin Rey saat menatap pintu ruangannya yang sudah kembali tertutup rapat. Pria itu lalu membuka laci mejanya.

'Zinnia Shafira, jadi kamu karyawan baru di perusahaan ini?' ucap Rey dalam hati sembari menatap sebuah salinan berkas pendaftaran yang ia sembunyikan di dalam laci meja kerjanya. Pria itu ternyata sudah menyelidiki identitas Zinnia setelah ia melihat kartu nama gadis itu yang tergantung di dekat baju kerja.

Rey tersenyum simpul mengingat kejadian sehari sebelumnya. Ia menikmati hari liburnya yang tak biasa. Ia bahkan bisa membayangkan bagaimana reaksi Zinnia jika mengetahui apa yang ia lakukan di kontrakan gadis itu. Termasuk mandi, berganti pakaian, menghabiskan stok makanan, tak lupa dengan mengotori peralatan masak dan makannya. Pria dingin itu terkekeh pelan seperti sedang menonton drama komedi. Dan baru hari itulah ia memakan makanan orang biasa. Lalu biasanya kau makan apa Rey?

Kembali ke Zinnia. Gadis itu kini sudah mulai bekerja, duduk di meja kerja perusahaan sebagai karyawan. Tak tinggi memang jabatan yang ia dapatkan. Namun, gadis itu tetap bersyukur atas apa yang telah diberikan Tuhan.

"Kalau ada yang belum kamu mengerti, jangan malu buat tanya padaku atau rekan-rekan yang lainnya, ya? Kami akan selalu siap membantu," ujar seorang wanita berusia sekitar dua puluh tujuh tahun. Ia merupakan senior Zinnia yang sudah bekerja selama tiga tahun di SJ Grup.

"Baik, Mbak Desi. Terima kasih," balas Zinnia sembari tersenyum.

"Siap. Sama-sama, Zin." Setelah perkenalan itu, Desi kembali duduk ke meja kerjanya. Namun, wanita itu menghentikan langkahnya dan kembali mendekati Zinnia.

"Ada apa, Mbak?" Zinnia menatap heran pada seniornya.

"Gini, Zin. Mbak cuma pengen kasih tahu kamu aja," ucap Desi membuat Zinnia menghentikan sejenak aktivitasnya menghidupkan komputer. "Mbak cuma mau ngasih tahu kamu kalau atasan kita itu dinginnya minta ampun. Selain itu beliau terkenal galak dan arogan. Beliau bahkan gak mau nerima kesalahan sedikit pun dari bawahannya. Jadi, kamu harus hati-hati ya saat kerja! Harus teliti. Kalau nggak kamu bisa dipecat," jelas Desi memberi peringatan.

"Begitukah, Mbak?" Desi membalas dengan anggukan.

"Baik, Mbak Des. Makasih atas nasihatnya. InsyaAllah aku akan hati-hati dan teliti saat bekerja."

"Harus itu, Zin. Dan satu lagi. Atasan kita itu merupakan anak dari pemilik perusahaan ini. Jadi dia memiliki kekuasaan di atas kita semua. Ya udah. Itu hanya sekedar informasi aja. Kalau kamu ketemu atasan kita, Pak Direktur Utama, setidaknya berikan salam hormat padanya," imbuh Desi lagi.

"Ba-baik, Mbak," balas Zinnia yang kehabisan kata-kata. Ia merasa merinding mengetahui sikap atasannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Living with Mr. Arrogant   126. END

    Setelah kepergian putra mereka, Reyner menatap sang istri yang sedang membereskan piring dan gelas kotor. "Kenapa Mas?" tanya Zinnia curiga.Reyner memeluk sang istri dari belakang. "Mumpung Kenang pergi, kita ke atas yuk!" ajak Reyner sembari menempelkan hidungnya pada leher sang istri."Ih. Geli, Mas," ucap Zinnia."Tapi aku pengen, Sayang," bisik Reyner lagi."Tapi ini masih siang, Mas," balas Zinnia menatap kedua mata Reyner."Nggak papa. Ya?" rengek Reyner dengan wajah memohon."Hahhh. Ya udah deh. Tapi aku selesaiin cuci piring dulu, ya?""Nanti aja! Aku cuciin deh," rengek Reyner tak sabar. "Ah lama," sambungnya sembari menggendong Zinnia menuju ke lantai dua.Pintu kembali ditutup rapat dari dalam kamar. Tak lupa Reyner menguncinya. Kembali ia mencumbui sang istri dengan mesra. Meski usia mereka sudah tak muda lagi. Namun, rasa cinta mereka masih ada. Reyner benar-benar menepati janjinya. Akan selalu mencintai Zinnia sa

  • Living with Mr. Arrogant   125. Monopoli

    Reyner dan Zinnia mendapati televisi yang masih menyala. Kemudian mereka melihat anak semata wayangnya tengah tertidur pulas sembari memeluk makanan ringan. Reyner pun dengan hati-hati menggendong putranya. Berniat memindahkannya ke dalam kamar."Emhh. Papi?" gumam Kenang kembali membuka matanya. "Kok Papi sama Mami lama sih di kamar?" tanya anak kecil itu sembari duduk dan mengucek kedua matanya."Maaf ya kalau lama, Sayang." Zinnia mendekati putranya."Mami sama Papi ngapain sih di kamar? Ken kan lapar," protes sang anak menatap wajah kedua orang tuanya."Emmm. Papi habis kasih huku-""Mami sama Papi habis main monopoli," ucap Zinnia memotong kalimat Reyner. Tak ingin anaknya bertanya yang aneh-aneh tentang hukuman dari suaminya."Yah. Kok Ken nggak diajak?" sungut Kenang."Lain kali aja, ya? Kalau Ken udah besar," balas Zinnia sembari mengelus rambut Kenang."Iya deh. Terus yang menang Mami apa Papi?" tanya anak kecil itu pe

  • Living with Mr. Arrogant   124. Hukuman

    Zinnia langsung terkesiap. Sepertinya Reyner kesal padanya."Tapi Ken belum mau bobok, Pi.""Sudah. Kamu masuk kamar dulu. Nanti kalau udah mau makan malam, baru deh Papi panggil," bujuk Reyner pada putranya."Emmmm. Iya deh. Ya udah. Ken mau baca buku cerita yang kemarin dibeliin Papi dulu," ujar Kenang menurut. Anak itu kemudian berjalan memasuki kamarnya.Kini tinggal Zinnia dan Reyner. Pria itu mendekati istrinya. "Apa, Mas?" tanya Zinnia mulai takut."Kau kan yang nyuruh Ken buat kasih serangga ke aku?" tanya Reyner menatap tajam istrinya."Hehe. Iya," balas Zinnia sembari meringis."Kalau begitu sekarang juga kamu aku hukum. Dasar istri kurang ajar!" seru Reyner sembari tersenyum lebar."Ih. Nggak mau," balas Zinnia sembari berlari meninggalkan suaminya. Naik ke lantai dua.Reyner pun mengejar sang istri. Karena kakinya yang panjang, ia mampu menyusul Zinnia. Segera saja pria itu membawa sang istri masuk ke dalam k

  • Living with Mr. Arrogant   123. Oleh-Oleh Untuk Papi

    Mentari mulai menampakkan sinarnya. Zinnia pun mulai mempersiapkan keperluan suami dan putranya. Wanita itu kini tengah menata barang bawaan untuk pergi karyawisata dengan sang anak."Kenang udah siap?" tanya Zinnia menatap putranya yang kini sudah berusia lima tahun lebih. Anak laki-laki itu sudah siap dengan kaos seragam TKnya."Sudah, Mi," jawab Kenang semangat.Beberapa menit kemudian, Kenang dan ibunya pergi berangkat karyawisata bersama anak-anak TK yang lainnya. Zinnia senang melihat keceriaan putranya bersenda gurau dengan anak-anak lain. Mereka pun pergi ke beberapa tempat wisata. Dari melihat sapi yang diperah hingga menghasilkan susu yang berkualitas, hingga ke perkebunan sayur mayur. Ya. Konsep karyawisata kali ini adalah kembali ke alam. Zinnia pun mengambil setiap momen dengan putranya. Mengabadikannya ke dalam gambar."Seneng nggak piknik kaya gini?" tanya Zinnia pada putranya."Seneng banget dong, Mi. Besok kapan-kapan kita ajak Pap

  • Living with Mr. Arrogant   122. Adek

    Sudah hampir tiga tahun usia pernikahan Reyner dan Zinnia. Bahkan sekarang putra pertama mereka sudah menginjak usia dua tahun. Perkembangan kognitifnya terhitung cepat. Bahkan di usianya yang masih kecil, ia sudah bisa menghafalkan doa sehari-hari dan surat-surat pendek dalam Al-Quran. Zinnia sangat bangga pada kemampuan menghafal putranya. Ternyata kecerdasan sang ayah telah menurun padanya.Malam itu Kenang sudah mulai tidur sendiri. Entah mengapa sejak beberapa hari terakhir anak kecil itu ingin memiliki kamarnya sendiri. Kamar berisi buku-buku cerita, mainan, dan tentu saja poster bergambar ikan."Beneran Ken mau bobok sendiri?" tanya Zinnia memastikan. Ia tengah mengantar putranya ke dalam kamar pada lantai satu."Iya, Mi. Ken mau bobok sendili," jawab sang anak sembari menganggukkan kepala dengan yakin."Ya udah kalau gitu. Sini bobok! Mami selimuti," ujar Zinnia sembari menepuk-nepuk kasur berukuran besar dengan seperei bergambar nemo.Kena

  • Living with Mr. Arrogant   121. Papi Ikan

    Sekitar pukul sembilan pagi, Kenang dengan antusias menanti kedatangan ikan koi barunya. Ia tak sabar ingin segera bermain dengan ikan. Hingga pukul jam sembilan lebih, seorang kurir tiba untuk mengantarkan sepuluh ikan koi dengan ukuran yang cukup besar."Pi, Mi! Ikan, ikan!" seru Kenang kegirangan sembari bertepuk tangan dan melompat-lompat. Jeritan histeris karena bahagia pun terdengar. Membuat kedua orangtuanya menggelengkan kepala mereka secara bersamaan."Iya, Sayang." Zinnia mengelus kepala putranya. Lalu menggendong Kenang untuk menghampiri ikan barunya."Ini ditaruh di mana, Pak?" tanya seorang kurir saat meletakkan sebuah box besar."Taruh situ aja," jawab Reyner."Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu, ya.""Ya. Makasih, ya," ucap Reyner.Kenang pun menghampiri box berukuran besar itu. Tak sabar ingin segera melihat isinya. Kini giliran Reyner yang bingung mau menempatkan sepuluh ikan koi itu di mana. Pasti tidak akan p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status