Cuaca sangat cerah pada sore itu, meskipun mentari mulai bersembunyi di balik awan. Kedua insan tersebut sibuk menghabiskan waktu berdua, kata-kata demi kata telah terucap dan mampu membuat mereka menghabiskan waktu berjam-jam. Mereka tak lagi menghiraukan apa yang telah keluarga mereka bicarakan mengenai pernikahan Diandra dan Revan. Mereka memutuskan ingin fokus kepada masa depan, terutama untuk karir yang sedang mereka jalani. Florensia fokus kepada perusahaannya, sedangkan Archand fokus dengan cafe dan resto pribadinya. Mereka tampak serius dalam membicarakan masa depan mereka. Mereka memilih untuk tak membicarakan perihal jodoh untuk sementara waktu.
Archand dan Florensia berjalan mengelilingi alam sekitar, mereka kagum akan pesona alam, yang saling melengkapi. Bagaikan deaduna hijau yang menghiasi bumi yang luas, sungguh asri sejauh mata memandang. Florensia berdiri di bawah pohon rindang dan menghirup aroma bunga yang sedang bermekaran menghiasi pemandngan sekitar. Sem
Setelah bersiap-siap Florensia dan Diandra keluar bersamaan di dalam kamar. Sontak membuat sang mama terkejut ketika melihat dua anak gadisnya tampil lebih cantik dan berbeda dari biasanya. Sang mama memandang kagum pada kedua putrinya itu.Terutama Florensia, gadis tomboy yang suka jarang mendadani wajahnya. Namun, kali ini gadis berparas cantik itu tampil berbeda dari biasanya. Penampilannya jauh lebih feminim dari biasanya. Gadis itu mendadak bergaya seperti kakaknya yang selalu tampil feminim. Gadis itu terlihat cantik dengan gaun mewahnya yang berwarna senada dengan pita di rambutnya. Bukan hanya sang mama, tapi Diandra juga kaget melihat sang adik yang tampil lebih berbeda dari biasanya.“Mama!”Florensia yang berusaha mengoreksi penampilannya sendiri. Mungkin saja ada yang salah dengan penampilannya sehingga membuta pusat perhatian kedua anggota keluarganya itu. Namun, Florensia tak menemukan keanehan dalam dirinya. Gadis itu b
Archand menatap curiga kepada gadis yang sedang berdiri di hadapannya itu. Rasanya ingin sekali Archand memarahi gadis itu. Akan tetapi, pria itu masih butuh nyali besar untuk mengatur kehidupan gadis itu, karena Archand tahu bahwa Florensia merupakan tipe gadis yang tidak suka di kekang. Dia merupakan gadis yang mencintai kebebasan.“Apa sama klien pria kamu milih ketemuan di tempat sepi begini? Gila ya kamu?” Archand menepuk jidatnya pertanda heran saat mendengarkan ucapan gadis yang di cintainya itu. Archand memengang kedua sisi pundaknya dan menatap matanya dalam-dalam.“Kamu harus hati-hati dong, jangan mau ketemuan sama orang yang gak kamu kenali. Kalau pun iya, tolong cari tempat yang ramai. Bukannya malah cari tempat sepi seepti ini, masih ada tempat yang lain. Ah, kamu bisanya bikin cemas aja.” sahut Archand dengan nada cemas. Di matanya tersirat sebuah kekecewaan yang besar. Florensia benar-benar membuatnya kecewa karena sering mengaba
Akhirnya Revan menyerah. Revan mengakui bahwa dirinya benar-benar cemburu saat mendapati Diandra dekat dengan pria lain. Termasuk dengan adik kandungnya sendiri. Revan memang menyimpan perasaan kepada gadis itu, hanya saja dia berusaha menguatkan hatinya agar tak larut dalam rasa cemburunya.“Iya, aku mengakui kalau aku cemburu jika ada yang mendekati calon istriku. Bukankah itu hal yang wajar? Masih enak untuk di dengar!” tegas Revan.“Cie, ada yang lagi cemburu nih calon istrinya di godain.” sahut Archand tertawa.“Sudalah, Archand. Kamu ini suka banget sih godain orang, mendingan kamu pikirkan bagaimana cara untuk melamar Florensia, dari pada kamu godain kakak kamu terus. Kasihan kak Revan, masa iya sih kamu godain mulu dari tadi.” tukas Diandra.“Eh iya juga sih, kamu benar Diandra. Memang calon kakak ipar the best deh pokoknya. Buruan dong nikah! Lama banget sih, kalau kalian belum nikah gimana aku mau lamar
Mereka sampai ke tempat tujuan, di mana mereka sedang asik memandangi pemandangan nan indah yang berada di tengah kota. Florensia menyisir jalanan yang tampak mulus. Indah sejauh mata memandang dan memerhatikan pesonanya. Mereka tengah sibuk merenda kemesraan, gadis itu terlihat nyaman saat Archand menggandeng tangannya. Florensia berusaha untuk menutupi hatinya agar dia tak terlalu larut dalam rasanya yang semakin hari semakin mencair terhadap pria yang berada di sampingnya itu.“Coba deh kamu lihat, bintang itu bersinar paling terang di antara ribuan bintang.” Archand menunjukkan kepada langit kelam yang bertaburkan bintang. “Indah kan? Dan apakah kamu tahu itu artinya apa?” Archand melontarkan pertanyaan kepada gadis itu.“Tidak, emangnya artinya apa?” tanya Florensia.“Kamu bagaikan satu bintang yang berada di sana.” Archand kembali menunjuk ke arah langit nan kelam, pria itu memegang kedua sisi pundaknya. &ldq
Archand bingung harus bagaimana untuk menanggapi keluarganya itu. Dia berharap keputusan yang di buat oleh keluarganya adalah keputusan yang tepat. Meskipun Archand tahu mereka selalu saja mengambil keputusan secara sepihak. Archand merasa sedikit kecewa dengan keluarganya itu. Namun, apalah daya dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima keputusan itu, karena dia juga mencintai gadis yang akan di jodohkan dengannya.“Gimana, kamu mau kan? Lagian mama lihat kamu cinta kok sama Florensia, pasti sekarang kamu jadian sama Florensia kan?” tanya sang mama.“Ah mama, harus ada persetujuan Florensia dong. Mama gak bisa bikin keputusan sendiri. Nanti Florensia bisa marah sama aku.” tukas Archand.“Mama kan udah diskusi sama tante Anantasya, kamu gimana sih, Nak. Yang penting di antara kalian ada kecocokan. Mama pengen banget bisa besanan sama tante Anantasya. Soalnya mama kan udah bersahabat sama tante Anantasya dari kecil.” tukas
Pagi itu Florensia mengetuk pintu kamar Diandra, gadis itu mengetuk pintu kamar sang kakak berkali-kali. Namun, tetap saja dia tak kunjung menerima jawaban apapun dari sang kakak. Hampir satu jam gadis itu berdiri di depan pintu, tapi tak juga menerima respon apapun dari pemilik kamar. Akhirnya Florensia memutuskan untuk mendobrak pintu kamar Diandra. Gadis itu menggunakan seluruh tenaganya untuk mendobrak pintu kamar sang kakak. Seketika gadis itu kaget saat memastikan kamar tersebut kosong, gadis itu segera memeriksa di setiap sudut dan membuka kamar mandi untuk memastikan keberadaan kakaknya di sana. Perlahan semilir angin memasuki kamarnya melalu jendela yang terbuka. Sehingga meniupkan selembar kertas dan menutupi wajah Florensia. Ternyata Diandra menitipkan pesan melalui selembar kertas itu, gadis itu membaca pesan yang di tuliskan Diandra pada selembar kertas itu. Florensia membacanya dengan teliti. Dia tampak tak percaya dengan keputusan sang kakak.*** 
Diandra berada di sudut kamarnya, gadis itu masih memikirkan adiknya yang diam-diam dia tinggalkan saat gadis itu sedang melaksanakan rutinitasnya setiap pagi. Diandra mencuri kesempatan untuk kabur dari rumahnya sendiri. Dia meninggalkan sepucuk surat kecil di atas meja. Namun, semilir angin telah meniupnya dan membungkam mulut sang adik dengan keberadaannnya di depan wajah cantiknya.Gadis itu hanya menangis karena merindukan adik semata wayangnya. Meskipun tak terlalu dekat, tapi mereka saling merindukan keberadaan satu sama lain. Sejak kecil mereka saling menjaga satu sama lain, terutama Florensia yang selalu menjaga Diandra dengan kelebihannya yang mampu melawan musuh yang siap menyerang kakaknya.Begitu juga dengan Diandra, yang bersedia memenangkan lomba lari saat Florensia kekurangan uang untuk membayar uang semester kuliahnya, saat mereka jauh dari jangkauan orang tua. Mereka memutuskan untuk tidak meminta uang terus menerus kepada orang tua. Apala
Mendengar pernyataan dari gadis itu, bik Narsih pun tersenyum. Seketika dia mengingat putri tunggalnya yang kini sedang bekerja di perusahaan milik keluarga Aldhinara. Namun, hingga sekarang putri tunggalnya itu belum bisa pulang untuk menemui dirinya. Mereka hanya berkomunikasi lewat telepon. Bik Narsih sangat merindukan keberadaan putrinya itu.Dia berharap suatu saat nanti putrinya bisa pulang menemuinya. Akhir-akhir ini dia selalu saja sibuk dan jarang memberikan kabar ke bik Narsih.“Bibik kenapa diam?” tanya Diandra penasaran.“Bibik gak apa-apa, Non. Bibik hanya rindu dengan putri bibik, sudah lama bibik tidak bertemu dengannya. Bibik sangat rindu.” sahut bik Narsih dengan raut wajah sedih. Tersirat sebuah kerinduan yang mendalam di benaknya. Wanita tua itu berusaha tegar dan menutupi kesedihannya.“Kalau boleh tahu putri bibik bekerja di mana?” tanya Diandra.“Dia bekerja di perusahaan den Archa