Share

BAB 3 ~ PERSETUJUAN

Pagi hari di akhir pekan ini Keira sudah bersiap untuk pergi ke toko paman Noir. Namun, karena sepagi itu toko belum dibuka, maka Keira pergi ke tempat kakaknya terlebih dahulu. Jika dihari-hari biasa dia pasti datang saat setelah selesai bekerja, namun diakhir pekan Keira datang pagi-pagi sekali untuk bertemu kakaknya.

Saat perjalanan menuju rumah sakit di pusat kota yang lumayan dekat dengan rumah Keira, ia menyempatkan untuk membeli bunga di toko bunga langganannya dekat rumah sakit. Toko tersebut memang sudah buka sedari subuh, dan tutup di jam yang sangat larut. Sehingga Keira selalu dapat membeli bunga disana ketika akan menemui kakaknya. Namun, kebiasaan Keira hanya membeli sebatang bunga saja. Yaitu sebatang bunga krisan bewarna ungu.

“Permisi!” sapa Keira pada sang penjual yang tampak sedang merangkai beberapa bunga di meja depan toko.

“Ahh, seperti biasa nona?” tanya wanita penjual bunga tersebut karena telah hafal dengan apa yang selalu Keira beli di tokonya.

“Yap, tepat sekali kak.”

Keira tersenyum lebar.

“Tunggu sebentar,” ucap wanita tersebut sambil berjalan menuju rak dalam toko yang berisi banyak sekali macam-macam bunga.

Tak lama wanita si penjual bunga keluar dari toko dengan membawa Bunga pesanan Keira.

“Khusus hari ini, bunga ini gratis untukmu. Hari ini aku sedang berbahagia karena kekasihku telah melamarku kemarin. Astaga... aku sampai tidak bisa tidur semalaman sangking bahagianya,” ucap wanita itu sambil tersenyum sangat lebar dengan pipi yang sedikit merona.

“Astaga kak, mukamu sekarang saja sudah seperti kepiting rebus. Aku tidak bisa mengira seberapa bahagianya engkau saat ini. Tapi untuk bunga gratisnya ini, terima kasih banyak!”

Keira melanjutkan perjalanannya menuju rumah sakit yang tinggal beberapa meter lagi. Ia menatap gedung tinggi tersebut. Entah kenapa rasa nyeri di hatinya mulai datang lagi, rasa sakit di hatinya karena melihat kondisi kakaknya kini dan ketidak pedulian orangtuanya pada mereka. Menciptakan beberapa luka yang dalam di hatinya.

Keira menaiki lift untuk menuju kamar kakaknya di lantai tiga gedung besar ini.

“ting”

Suara lift yang menandakan bahwa Keira telah sampai di lantai tujuannya. Ia segera keluar dan menuju kamar Rega.

“Selamat pagi, tuan Rega kesayangannya Keira!” ucap Keira setelah masuk ke kamar Rega dan melihatnya tengah melahap bubur serta sayur-mayur di atasnya yang terlihat segar.

“Selamat pagi, Kei!” jawab Rega dengan suara beratnya yang lirih karena memang tak memiliki banyak tenaga seperti Keira.

Keira menaruh bunganya di atas piano yang ada di dalam kamar kakaknya. Ya, Rega meminta keira menaruh sebuah piano di kamarnya agar setiap Keira datang Keira dapat bermain piano untuknya. Serta, agar ia dapat melihat semua kemajuan adiknya itu dalam bermain piano.

“Kak, kemarin dosen memberiku tugas mengaransemen sebuah lagu untuk bahan ujian semester nanti. Kau tahu? Dosenku memilih lagu canon, lagu yang sering kita mainkan dari dulu!” curhat Keira dengan wajah yang sumringah.

“Benarkah? Dosen itu sangat mempermudah dirimu, Kei. Kau bahkan bisa memainkan lagu itu dengan mata tertutup.”

“Tidak seperti itu juga, kak. Tapi pada tugas ini kan misinya untuk mengaransemen, aku bahkan belum mulai mengerjakannya sama sekali.”

“Segera mulailah, jangan mengerjakannya dengan mendadak. Nanti kau bisa tertekan dan membuat hasil kerjaanmu menjadi tidak memuaskan,” ujar Rega mengingatkan adiknya sambil memakan suapan terakhir sarapannya itu.

“Baiklah, tuan..” canda Keira yang kini duduk dismping ranjang kakaknya.

Rega kembali sedikit membaringkan tubuhnya lagi. Keira mengambil tangan Rega dan mengusapnya pelan. Ia benar-benar ingin kakaknya sembuh dan menjalani hari bersama dengan Keira.

“Tetaplah menjalani hidupmu dengan baik, Kei. Jadilah orang baik,” ucap Rega sambil menarik tangannya dari ganggaman Keira untuk mengusap kepala adiknya tersebut.

“Aku memang sudah menjadi orang baik dari dulu, kak!” jawab Keira sambil tertawa terbahak-bahak. Rega pun turut tertawa melihat tingkah Keira yang sangat menggemaskan itu, menurutnya.

“Aku akan pergi, kak. Sudah jam segini. Setelah ini toko paman Noir akan segera buka,” pamit Keira sambil berdiri dan memeluk kakaknya.

“Baiklah. Hati-hati di jalan, Kei.”

Keira berjalan menuju toko Bluestone. Ditengah perjalanan Keira membeli dua potong roti lapis, satu untuk ia sarapan dan yang satu lagi untuk paman Noir. Saat akan mengambil uang dari dompetnya, ada selembar kertas kecil ikut terjatuh. Ia segera mengambil dan menggenggamnya dengan segera lalu membayarkan roti lapisnya.

Perjalanan berlanjut setelah Keira membeli roti tersebut. Ia mengingat selembar kertas yang digenggamnya tadi, dengan segera Keira memeriksanya.

Ternyata kartu nama milik tuan Moza, Keira ingat dengan ajakan tuan Moza kemarin. Setelah dipikir-pikir, menurut Keira tawaran tuan Moza cukup menarik. Tapi yang membuat Keira sulit memutuskan adalah karena Keira belum pernah tampil di depan umum sebelumnya, sehingga ia belum terlalu percaya diri untuk menerimanya.

Tapi kesempatan tidak akan datang dua kali, Keira sangat tertarik untuk mengikuti kontes tersebut. Maka dari itu, Keira ingin menggunakan kesempatan itu.

Keira mengambil ponsel

dari sakunya dan menekan nomor sesuai dengan yang ada di kartu nama tuan Moza.

“Halo, tuan Moza! Ini Keira, kemarin yang kau beri tawaran untuk tampil disebuah kontes yayasan. Dan aku tertarik untuk menerimanya.”

“Ahh Keira, iya... Aku sangat senang akan keputusanmu. Tapi kau tak perlu memanggilku formal seperti itu, panggil saja aku paman. Aku lebih nyaman dipanggil seperti itu,” ucap pria di seberang telepon tesebut.

“Baiklah, paman. Kapan acara itu dilaksanakan? Dan lagu apa yang harus kupersiapkan?” tanya Keira.

“Acaranya seminggu lagi, Kei. Kau tenang saja, lagu dan persiapan latihan akan kupersiapkan. Kau hanya perlu datang dan berlatih saja. Latihan dilaksanakan tiga kali pada hari Selasa, Kamis, dan Jum’at. Dan lagi, kau tidak perlu repot-repot pergi sendiri ke yayasan untuk berlatih. Akan ada yang menjemput dan mengantarmu pulang,” jelas pria tersebut.

“Astaga, paman. Kenapa kau perlu sampai seperti ini? Aku bisa berangkat sendiri.”

“Tidak apa, Kei. Saat pertama melihatmu aku sudah menganggapmu sebagai putriku sendiri. Oh iya, kau mau kubayar berapa untuk pertunjukan ini?”

“Tidak paman, aku ingin melakukan ini. Aku ikhlas melakukannya tanpa mengharap imbalan apapun. Lagipula paman sudah mempersiapkan segalanya, dan aku tinggal bermain saja kan?” tolaknya karena memang Keira sama sekali tak membutuhkan uang saat ini.

“Baiklah, tapi jika kapanpun kau menginginkan sesuatu katakana saja. Aku akan mengabulkannya untukmu.”

“Baik, paman. Terimakasih banyak atas tawarannya.”

“Aku juga berterima kasih padamu karena telah menerima tawaranku. Pasti anak-anak bahagia dengan kehadiranmu. Sampai jumpa dihari latihan, Kei!”

“baik, paman. Sampai jumpa!”

Setelah itu Keira melanjutkan perjalanan menuju toko Bluestone untuk bekerja seperti biasa.

Tak memakan watu yang lama untuk keira sampai di sana, Keira langsung menyapa paman Noir dan memberikan roti lapis yang ia beli tadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status