Share

BAB 4

Kerajaan Sylvamoon

Elena mengerjapkan kedua matanya dengan perlahan.

Pandangannya terlihat sedikit buram.

Tampak semua orang mengelilinginya dengan raut wajah yang sangat cemas.

"Elena, kamu sudah sadar sayang?" tanya Mora sembari mengusap tangan Elena.

Elena melihat Mora dengan kesadaran yang belum pulih.

"Kamu dari mana saja tadi?" kini giliran Selene yang bertanya, di mana ia duduk di samping kanan Elena.

Elena berusaha untuk bangun, membuat Mora dan Selene membantu Elena untuk bersandar.

"Apa para vampir itu menyakitimu?" Elena mengangkat kepalanya, melihat Talamus dengan senyuman yang samar serta gelengan kepala.

Talamus menghembuskan napas lega kala mendengar hal itu.

"Lain kali kamu jangan sembarangan pergi ya? Minta para guard untuk mendampingimu," beritahu Mora dengan wajah yang tak bisa menyembunyikan rasa cemas dan khawatirnya saat ini.

Talamus memandangi lekat putrinya.

"Kamu sengaja keluar bukan?" tanya Talamus dengan nada suara yang kini terdengar menahan marah.

Elena melihat Mora dan Selene sekilas.

"Elena tidak mau menikah dengan Levator ayah," ungkapnya dengan jujur membuat Mora merasa iba melihat hal itu.

Sayang ia sendiri juga tidak bisa membantah keputusan suaminya.

Talamus menatap datar Elena, mencoba menenangkan diri akan emosi yang begitu menggebu dalam diri.

"Ayah tidak menerima penolakanmu. Mau tidak mau kamu harus menikah dengan Levator, dan Moon Goddes juga sudah setuju akan hal itu," tegas Talamus membuat bahu Elena naik turun menahan marah.

Elena memalingkan wajahnya marah dengan keputusan ayahnya.

"Jika kamu sudah merasa baikan, kembalilah ke ruanganmu. Para dayang akan mengantarkan beberapa gaun untuk kamu coba," pesannya sebelum melenggang pergi keluar dari kamar Elena.

Elena menatap kecewa punggung ayahnya membuat Mora mengusap lembut punggung tangan putrinya.

"Ibu akan mencoba untuk berbicara dengan ayahmu," kata Mora yang bergegas menyusul Talamus keluar kamar.

Kini hanya menyisakan Elena dan Selene.

"Apa kamu sungguh baik- baik saja? Para guard bilang jika kamu memasuki wilayah vampir," Selene terlihat amat khawatir dengan adiknya.

Elena menggelengkan kepalanya lemah membuat Selene meneliti raut murung adiknya.

"Apa Moon Goddes sudah memutuskan dengan siapa kakak menikah nanti?" tanya Elena penasaran akan pasangan kakaknya.

Selene diam sejenak, menelan air ludahnya sekilas dengan tatapan yang tak tega pada Elena.

"Aku sudah tahu jawabannya," gumam Elena sembari mengalihkan pandangannya.

Selene menghela napas panjang, ikut bersandar di kepala ranjang.

"Moon Goddes bilang jika pasangan kakak mungkin juga vampir," Selene mulai buka suara membuat Elena perlahan menoleh melihat Selene.

Keduanya saling bertatapan, seolah mengungkapkan rasa pasrah akan takdirnya.

"Sungguh?" Selene mengangguk membuat Elena melihat Selene dengan sendu.

"Kemarin saat pertemuan umum dengan Moon Goddes, Sean ada di sana," Selene menjeda ucapannya, mengingat bagaimana ia melihat Sean yang begitu acuh dengan dirinya.

"Terus Sean gimana pas dengar kalau kakak akan dinikahkan dengan bangsa vampir, protes tidak ke Moon Goddes? Kelihatan marah tidak?" tanya Elena dengan sangat antusias.

Selene tersenyum samar hingga ia menggelengkan kepalanya pelan.

"Dia kelihatan acuh dan pergi begitu saja," jawab Selene dengan raut wajah yang terlihat sedih namun berusaha ia tutupi.

Elena yang mendengar hal itu merasa sakit hati dan ingin menemui Sean.

Ya Selene selalu menceritakan tentang Sean pada Elena, karena itu Elena tahu siapa Sean.

"Sudahlah, lagian Sean juga sudah tidak berkomunikasi lagi dengan kakak semenjak keributan tahun lalu karena ayah kita, mungkin Sean juga akan segera menikah dengan pilihan Moon Goddes, kakak tidak akan lagi mengharapkannya," katanya dengan pasrah dan menyerah atas Sean.

Elena langsung memeluk kakaknya, mengusap pelan punggung Selene.

"Jangan membohongi diri kak, Elena tahu kakak masih mencintai Sean, jangan biarkan diri kakak jatuh pada orang yang salah," beritahu Elena pada kakaknya yang selalu mengorbankan perasaannya demi ayahnya.

Selene tersenyum tipis dan memeluk erat Elena.

Selene menguraikan pelukan Elena dan melemparkan senyum manisnya.

"Siapa yang mengira jika adik kakak sudah sebesar ini," gumam Selene bangga kala melihat adiknya tumbuh dewasa.

Elena terlihat berbinar dan senang kala mendengar ucapan Selene.

"Kakak hanya bisa berdoa yang terbaik untuk pernikahanmu besok," ujarnya sembari mengusap puncak kepala Elena.

Elena yang mendengar hal itu kini kembali teringat pada Duke.

"Kalau gitu istirahatlah di sini lebih lama, jangan terburu kembali ke ruanganmu," pesan Selene yang mana ia lebih tak tega kala melihat adiknya di kurung sendirian di ruang gelap nan lembab di belakang kerajaan.

Elena hanya mengangguk dan memberikan senyuman manis pada Selene.

"Kuharap besok ia datang dan membawaku pergi dari sini," gumamnya pelan kala Selene keluar dari kamarnya.

•••

Kerajaan Lykantor

Ada Duke yang kini tengah duduk termenung di taman istana.

Pikirannya sedang dipenuhi oleh Elena.

"Aku harap alpa tidak sedang memikirkan permintaan perempuan tadi," Duke menoleh, memutar bola matanya malas kala melihat Astra datang menganggu ketenangannya.

Astra duduk di samping kanan Duke, memandangi bunga- bunga yang bermekaran.

"Menurutmu kenapa Talamus mengurungnya? Bahkan Talamus menyembunyikan putri keduanya dari semua orang? Bukankah itu sangat mencurigakan?" tanya Duke mencurahkan rasa penasarannya terhadap alasan Talamus mengurung putri keduanya.

Astra membuang napasnya membuat Duke menoleh.

"Ada apa dengan napasmu? Sepertinya kamu tidak begitu mendukungku," sungut Duke kesal kala Astra memperlihatkan raut wajah yang tidak mendukung.

"Bukankah sudah kubilang untuk tidak ikut campur dengan Talamus? Ada apa denganmu? Tidak biasanya kamu suka ikut campur dengan urusan orang lain," tukas Astra yang heran dengan sikap ingin tahu Duke yang begitu menggebu.

Kini giliran Duke yang membuang napas gusar kala mendengar olokan Astra.

"Kenapa aku merasa lebi baik mengobrol dengan Matteo dan Galen dibanding dengan dirimu?" gumam Duke membuat Astra menaikkan sebelah alisnya.

"Lalu bicaralah dengan mereka," suruhnya membuat Duke berdecak.

Keduanya diam, sama- sama sibuk dengan pikirannya masing- masing.

"Apa sungguh bisa bangsa serigala menikah dengan vampir?" tanya Duke yang masih kekeh membahas Elena.

"ALPHA!" tekan Astra membuat Duke mendengus sebal dan bangkit dari duduknya.

Astra melihat kepergian Duke dengan helaan napasnya.

"Kenapa ia begitu keras memikirkan tentang perempuan tidak jelas itu? Biasanya Matteo yang memiliki jiwa penasaran yang tinggi, apa mungkin jiwa mereka tertukar?" gumam Astra heran dengan sikap alphanya.

Sedangkan itu Duke kini berjalan ke kamar ayahnya, ia ingin mencari jawaban dari semua rasa penasarannya.

Duke membungkukkan tubuhnya, membuat Hagen yang tengah membaca buku langsung menutup buku coklat besar tersebut.

"Ada apa kamu datang kemari? Apa sesuatu menganggu pikiranmu?" tebak Hagen dengan tepat.

Duke masih berdiri di tempatnya, sedikit berjarak dengan tempat Hagen duduk.

"Duke ingin menanyakan sesuatu pada ayah," Hagen mengangguk membuat Duke merasa senang akan hal itu.

"Apa ayah tahu tentang putri kedua Talamus?" tanya Duke langsung pada intinya.

Hagen yang mendengar hal itu terlihat terkejut juga bingung.

"Bukankah putrinya hanya Selene? Sejak kapan Talamus mempunyai putri kedua?" Duke yang mendengar pernyataan ayahnya kini dibuat bingung.

Duke diam, merasa bimbang untuk melanjutkan pertanyaannya.

"Ayah sungguh tidak tahu jika Talamus memiliki dua putri? Dia di kurung, bahkan disembunyikan identitasnya dari semua orang," jelas Duke pada Hagen.

Hagen diam membeku, pikirannya sedang berkelana entah kemana, hingga ia mengatakan sesuatu yang membuat Duke semakin merasa penasaran begitu tinggi dengan siapa Elena.

"Apa mungkin dia," Hagen menjeda ucapannya, tatapannya terkunci pada Duke yang begitu menunggu jawaban darinya.

"Lotus!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status