Share

Love Between Blood and Tears
Love Between Blood and Tears
Author: Metathea

Bersitegang

Author: Metathea
last update Last Updated: 2022-05-23 14:48:53

Sebatang rokok utuh sudah bertengger di mulut Antonio hampir lima menit. Manik mata lelaki itu menerawang ke langit-langit, sementara pikirannya melayang menuju masa lalunya. Sebuah rutinitas membosankan yang telah ia lakukan selama belasan tahun, terhitung sejak wanitanya tiada.

Hawa di dalam ruangan itupun selalu sama. Lengang dan redup. Tidak banyak barang di sana. Bukan apa-apa, empunya memang tidak punya banyak barang untuk disimpan. Hal itu akan mempermudah Antonio ketika harus berpindah tempat tinggal dengan cepat dan efisien.

Di sudut lain, gadis berambut hitam panjang terlihat sibuk dengan ponselnya. Sorot cahaya dari benda kotak itu mengenai wajah lesu Thea, gadis tadi.

"Jadi, Papa belum juga keluar dari penjerat itu?" suara parau milik Thea memecah kesunyian subuh hari itu.

"Kamu mendapatkan teror lagi?" Antonio terkesiap, membenarkan posisi duduknya agar lebih tegak.

"Tidak bisakah Papa menjawab pertanyaan tanpa balik bertanya?" Thea beranjak.

"Gant ...,"

"Ganti nomor ponselmu dan block semua nomor yang menerormu. Aku akan pergi setelah ini. Jangan bukakan pintu untuk siapapun selain Papa." potong Thea.

Antonio menghela nafas kasar. Tangan kanannya merogoh saku dan mengambil pematik api. Lelaki itu mulai membakar ujung gulungan tembakau di mulutnya sambil menyesap asap dari ujung lainnya.

"Aku sudah sangat mahir untuk menirukanmu, bukan?" kata Thea. Saat ini tubunya mulai berpindah menuju partisi kaca yang menjadi sekat antara ruangan gelap tadi dengan ruang tengah. "Papa tidak pernah banyak bicara padaku kecuali karena hal ini," lanjutnya.

"Terlalu banyak yang aku pikirkan," tukas Antonio sembari mulai memasukkan beberapa barang ke dalam tas cokelatnya.

"Dan sayangnya aku hanyalah nol koma sekian persen bagian dari terlalu banyak yang kau pikirkan itu."

Antonio tidak bergeming dengan kalimat putrinya. Ia masih sibuk dengan peralatan yang lebih cocok disebut kumpulan senjata tajam. Beberapa ia masukkan ke dalam tas, sebagian lainnya ditinggalkan di dalam laci. Lelaki bertubuh besar itu yakin gadis kecilnya tahu kapan harus menggunakan benda-benda itu.

Thea berlalu begitu saja. Ia masuk ke dalam kamar meninggalkan sang ayah. Ruangan remang itu kembali senyap, menyisakan suara langkah kaki yang kian menghilang. Antonio membuang putung rokoknya yang masih setengah ke tempat sampah dan meninggalkan apartemen.

Tap tap tap ...

Suara benturan antara lantai dan alas sepatu menggema di sepanjang koridor. Antonio sadar kalau ia tidak sedang berjalan sendirian. Mungkin ada dua hingga tiga orang yang ada di belakangnya. Setelah keluar dari apartemen, Antonio menghentikan langkahnya di pinggir jalan raya yang masih sangat sepi.

"Selamat pagi, Tuan," suara bernada rendah menyapa Antonio.

"Masih terlalu gelap untuk mengucapkan selamat pagi," Antonio berbalik lalu merogoh kantong celana sebelah kanannya.

"Ah, Anda pasti tahu kalau saya tidak pernah peduli perkara itu, bukan?" seulas senyum terlukis dari pria pemilik suara berat tadi.

"Jadi, apa yang membuat para Collard begitu mempedulikan penghutang kecil sepertiku? Sampai-sampai orang kepercayaan Master yang turun tangan sendiri seperti ini," Antonio menyerahkan selembar kertas yang terlipat kusut.

"Tentu saja karena Anda bukan sekadar penghutang biasa." Juan menyambut kertas tadi dengan tangan kirinya.

"Baiklah, bagianku sudah selesai. Sekarang aku mohon jangan mengusik kehidupanku lagi," ujar Antonio sambil berjalan menjauh dari Juan.

"Entahlah Tuan, saya tidak yakin apakah ini sudah selesai atau ...," Juan berjalan berlawanan arah dengan Antonion. Senyum kembali terulas dari wajah lelaki tinggi itu. Ia berhenti sejenak dan melanjutkan kalimatnya, "..., mungkin juga baru permulaan?"

Antonio mengepalkan tangannya keras. Ayah satu anak itu kembali melanjutkan perjalanannya. Seperti biasa, berburu kudapan dan minuman untuk memabukkan diri demi lari sebentar dari realita.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Love Between Blood and Tears   Lukas dan Lilly (II)

    "Sekali lagi terima kasih banyak," kata Lilly yang akhirnya menerima pemberian laki-laki di depannya.Lukas terus berkata di dalam hati bahwa mereka hanyalah teman. Hanya teman. Tidak ada hal lain yang perlu dicemaskan. Hanya teman. Hanya teman. Lelaki itu pergi dengan sebuah mobil. Lukas menunggu mobil itu telah benar-benar jauh dan Lilly telah masuk ke dalam rumah. Setelah memastikan keberadaan Lilly di dalam rumah, Lukas segera menyiapkan kue dan lilin di tempat ia bersembunyi sejak tadi. Karena tidak memerhatikan posisi kotak kue, Lukas membuat kue di dalam kotak menjadi sedikit penyok pada satu sisi. "Bagaimana ini," Lukas panik. Ia berusaha memperbaiki bentuk kuenya, tapi tidak berhasil. Pada akhirnya Lukas terpaksa membawa sebuah kue yang sedikit rusak ke dalam rumah. Lukas mulai melewati area pekarangan rumah, berhenti sejenak di depan pintu untuk mengatur napas, kemudian membuka pelan pintu rumahnya. Suara pintu yang terbuka membuat Lilly mendatanginya."Siapa yang...."

  • Love Between Blood and Tears   Lukas dan Lilly (I)

    Acara kelulusan berjalan dengan meriah. Berbanding lurus dengan riuh kegembiraan dari para siswa dan orang tua mereka.Meskipun Lilly telah memberi tahu bahwa Lukas tidak akan datang, Lucas masih terus menatap bangku kosong di samping ibunya. Acara hampir berakhir namun kursi itu tetap kosong. Lucas sempat tertipu ketika tiba-tiba saja kursi itu diduduki oleh seseorang. Sayang, dia bukanlah yang Lucas nantikan. Melainkan orang tua dari siswa lain yang menyapa Lilly. Acara sudah benar-benar resmi ditutup dan para orang tua menghambur dari kursi tamu menuju anak mereka, termasuk Lilly."Selamat, Sayang. Kamu lulus dengan nilai yang sangat memuaskan!" puji Lilly yang kemudian memeluk Lucas dengan erat.Sesekali Lilly juga menyapa dan berbasa-basi dengan orang tua serta siswa lainnya. Terlebih teman-teman yang sering bermain dengan Lucas.Lucas tersenyum bahagia, namun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Padahal ia sudah berjanji untuk tidak kecewa meskipun Lukas tidak datang. Ia tid

  • Love Between Blood and Tears   Lilly dan Lucas (II)

    Setelah melewati malam yang menegangkan, Lukas memutuskan untuk mulai memperbaiki kualitas hubungannya lagi. Bukan dengan Lilly, melainkan dengan Lucas putranya.Pasangan suami istri itu bersandiwara dengan begitu hebat di depan Lucas. Tersenyum dan saling bertegur sapa seperti hari-hari sebelum badai menyerang. Juga memberikan kecupan satu sama lain seperti sepasang kekasih baru yang tidak pernah mengenal pertengkaran.Beberapa hari berlalu seperti biasa. Bedanya hanya Lilly dan Lukas yang saling diam kecuali Lucas sedang berada bersama mereka."Lucas, kamu sudah memasukkan bahan kerajinan tangan yang telah disiapkan semalam?" tanya Lilly yang berteriak dari dapur. Ia tengah sibuk menyiapkan dua bekal untuk suami dan anaknya."Sudah, Ma.""Papa berangkat dulu, Sayang. Semoga sekolahmu hari ini menyenangkan," Lukas berpamitan kemudian mencium kening Lucas."Tolong berhenti mencium aku, Papa! Aku sudah besar dan tidak ada teman laki-laki sekelasku yang mendapatkan ciuman setiap pagi da

  • Love Between Blood and Tears   Lilly dan Lucas (I)

    "Jangan bicara omong kosong! Harusnya dia sendiri yang bilang begitu, bukan kamu," cetus Lilly.Lucas tersenyum dan berkata, "Iya, baiklah."Lilly segera melonggarkan pelukannya. "Segera mandi, makan lalu tidurlah. Jangan sampai kamu sakit."Lucas menurut. Ia segera menjalankan perintah ibunya—mandi.Sementara Lilly kembali ke dapur untuk mempersiapkan hidangan pagi yang seharusnya ia hidangkan dua jam lagi.Lucas keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah kuyup leher dan bahunya ikut basah terkena tetesan air yang terjun dari rambutnya."Lihat, lantainya jadi basah karena kamu tidak mengeringkan rambut dengan benar!"Ternyata ada yang masih tidak berubah meskipun dua puluh tahun sudah berlalu.***"Hei! Keringkan dulu badan kalian dengan handuk sebelum berjalan kemari," suruh Lilly. "lihat lantainya jadi basah karena kalian tidak mengeringkan rambut dan tubuh dengan beenar!" seru Lilly lagi. Lucas menatap ayahnya kemudian mereka sama-sama tersenyum dengan wajah bersalah.

  • Love Between Blood and Tears   Jeda (III)

    Julie terkekeh tanpa merasa bersalah. "Lain kali jangan terlambat lagi. Ayo masuk." Satu keluarga kecil itu masuk ke dalam taksi dan meluncur ke bandara. Mereka tidak terlambat tiba di bandara dan semuanya berjalan sesuai dengan rencana. Meskipun pagi mereka harus dihiasi dengan kegaduhan dan kepanikan karena terlambat bangun. "Sepasang suami istri itu sudah menikah selama delapan tahun. Putri mereka juga sudah berusia enam tahun. Tapi sepanjang perjalanan apabila salah satu tangan mereka sama-sama bebas dari tanggung jawab keduanya akan saling menggenggam satu sama lain dengan mesra. Untung saja Thea tertidur sepanjang perjalanan. Jadi ia tidak harus menyaksikan kemesraan apa saja yang kedua orang tuanya lakukan selama perjalanan. Antonio mengusap lembut pipi Thea untuk membangunkan putri kecilnya itu. "Sayang, kita sudah sampai." Mereka sudah sampai di penginapan setelah menempuh perjalanan darat selama satu jam dan satu jam perjalanan udara. "Humm...." Antonio mengecup pipi Ju

  • Love Between Blood and Tears   Jeda (II)

    "Tiba-tiba? Malam ini juga?" Thea mengernyitkan dahi, masih belum memercayai apa yang Antonio katakan."Lebih cepat lebih baik, bukan?" Antonio merespon pertanyaan Thea kemudian berkata kepada dua karyawan yang masih berdiri canggung, "Hei kalian, ayo kita makan dulu sebelum mulai membereskan barang-barang. Lagipula tidak banyak yang harus dibawa jadi pasti akan selesai dengan cepat."Antonio menikmati makan tengah malamnya—lagi—bersama Thea, Lucas, dan dua karyawannya. "Kamu tidak mau ayamnya, Thea? Atau kentang?" Antonio menawari Thea yang hanya mengambil tumisan buatan Lucas saja tanpa menyentuh ayam ataupun kudapan lain yang Antonio telah beli."Tidak. Ini sudah cukup," tukas Thea singkat.Hanya Antonio yang makan dengan lahap. Thea menyuapkan nasi dan lauk dengan malas, sementara tiga laki-laki lainnya makan dengan canggung dan sesekali saling melirik."Aku sudah selesai," cetus Thea. Ia memang hanya mengambil sedikit sekali makanan. Meski begitu ia bahkan tidak menghabiskan is

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status