Permadani lampu berdenyut lembut dari lantai dua puluh empat sebuah kondominium. Citra Lukita merasakan udara malam yang menyegarkan di kulitnya dan ketinggian selalu menjadi daya tariknya. Dari situ, hiruk pikuk dunia tampak terkendali menjelma pola cahaya dan gerakan yang indah.
Tanpa disadari, pikirannya mengembara tak terbendung ke masa lalu - kepada orang-orang yang telah membentuk kehidupannya. Yan Roles, almarhum suami, satu-satunya orang yang pernah melihat versi dirinya yang masih mentah dan belum dipoles; Nayla Griselda, jangkar terkuatnya saat mereka berdua mengarungi dunia yang penuh gejolak, seorang sahabat yang tahu apa yang dibutuhkannya bahkan sebelum terucap. Lalu ada Johan Hadyan, perwira polisi yang terayun-ayun di antara gejolak pribadi terhadapnya dan pencarian keadilan yang tak pernah dia temukan; Dan, Tuan Wu, kekuatan tenang yang telah memberi pijakan kokoh baginya di kota ini.
Delapan tahun telah berlalu sejak dia meninggalkan kehidupan lamanya
“Sepertinya kita dalam masalah besar.”Gusti menggigit pelan bibirnya, lalu mencodongkan badan ke meja gambar. Matanya terpaku pada foto-foto konsep desain yang Rhea ambil dari studio Vivian. Paduan warnanya sungguh sesuai dengan siluetnya yang tajam, dan yang paling mencemaskan—desain itu tampak seperti sesuatu yang berpotensi tinggi untuk viral di majalah mode bergengsi.“Kupikir begitu,” komentar Rhea, ekspresi skeptisnya melembut menjadi kekaguman yang enggan. “Ini... trendi, Lila. Mereka tidak main-main.” Rhea menoleh pada pemimpin timnya.Lila bersandar di kursinya, ekspresinya tetap datar—terlalu datar. Seolah-olah jika ia membiarkan pikirannya meresap terlalu dalam, ia akan mulai mengagumi pesaingnya sendiri. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk ujung ponsel dengan ritme pelan. Matanya sekilas menoleh ke arah Rinjani.Di sampingnya, Rinjani masih mengamati tanpa berkedip, kedua bola matanya bergerak-gerak me
Angin dingin pagi itu sesekali menyusup ke balik jaket dan menggigit kulit, mengingatkan bahwa musim dingin akan segera tiba. Sinar matahari sayu menerobos pepohonan, menggariskan siluet di pintu masuk sekolah Bright KinderCare.Tawa anak-anak berirama dengan derit ayunan di taman bermain. Berdiri di luar gerbang sekolah, Rinjani merasakan sebuah momen penuh harap yang menegangkan. Hari ini adalah hari pertama Aruna bersekolah, dan ia memutuskan untuk mengantar putrinya.Gedung sekolah dengan dinding-dinding merah teracota klasik dan bernuansa megah dipilih oleh Rinjani setelah menilai mutu pendidikan dan lingkungannya yang berimbang, selain itu adalah sekolahnya dahulu.Bagian dalam dinding sekolah berhias mural bergambar matahari yang tersenyum, binatang-binatang dari buku cerita anak klasik, dan berbagai bunga dengan warna-warni yang lembut. Di sebelah salah satu pilar besar, Rinjani merapikan tas ransel mungil Aruna, berwarna kuning cerah y
“Hadirin sekalian, sudah waktunya makan siang! Kerja keras bukan berarti kita boleh menunda lapar. Kita bahkan belum merayakan momen tim ini. Ayo, ayo, aku yang traktir deh.” Gusti, yang baru saja kembali dari kamar kecil, berdiri menyandar dengan dramatis pada kusen pintu sembari merapikan dasi kupu-kupu merah jambunya dengan gemulai.Lila, Rhea, dan Rinjani yang sedang sibuk di mejanya masing-masing hampir secara bersamaan menoleh ke sumber suara. Ekspresi Lila geli menyadari ajakan Gusti untuk traktiran makan siang. “Kamu? Mentraktir kami semua?” Lila mengangkat alisnya. “Apa ini situasi ‘aku yang traktir’ tapi akhirnya semua orang membayar sendiri-sendiri?”Gusti berpura-pura tersinggung, meletakkan tangan di dadanya. “Lila, kau melukai hatiku! Tawaranku tulus, setulus seleraku untuk bonne cuisine.”“Ha-ha-ha. Tidak, tidak. Aku yang akan mentraktir kalian.” Lila menyahut cepat,
Tragedi yang terjadi pada Devi Elina adalah kenangan pahit yang lekat di benak seorang Rinjani Wardhani. Namun, di sinilah ia sekarang, tersenyum bangga untuk melangkah ke fase lehidupan baru. Di hadapannya, gedung megah kantor pusat Wiyasa Nawasena Group menjulang tinggi sebagai simbol kejayaan lintas generasi.Hari ini adalah hari pertama Rinjani resmi bekerja. Lila Anindya telah menunggu di dalam untuk menyambutnya. Para karyawan bergerak dengan ritme kesibukan, mengenakan setelan jas rapi, membawa dokumen, dan berbicara dalam istilah dan ungkapan yang hanya dimengerti oleh mereka yang lama berkecimpung di industri ini. Di benaknya, Rinjani sadar bahwa ini bukan sekadar tempat kerja, melainkan arena bagi mereka yang mempunyai ambisi dan determinasi kuat.Sebuah lift tiba dengan bunyi dentingan lembut. Pintu besi yang mengkilap terbuka untuk memperlihatkan bagian dalam yang kosong. Rinjani melangkah masuk. Saat meraih panel untuk menekan tombol menuju lantai yang ia
Warso memeriksa setiap bagian mobil sedan berwarna hitam metalik di halaman parkir kediaman keluarga Wardhani dan mengelap kaca-kacanya dari debu. Ia menghembuskan napas, merapikan seragamnya, lalu duduk di kursi pengemudi. Ia melirik ke kaca spion tengah lalu dengan perlahan menyisir rambutnya sambil bersiul ringan–sebuah kebiasaan yang tersisa dari masa mudanya.Jam di arloji menunjukkan masih ada waktu sepuluh menit sebelum tenggat waktu keberangkatan. Sejenak ia teringat bagaimana dirinya sempat terjebak dalam tumpukan utang.Istri muda Warso adalah seorang wanita cantik bernama Nasti. Kecantikannya telah memikat Warso sejak pertama kali mereka bertemu, dan keinginan menyenangkan hati wanita muda itu mendorongnya untuk bekerja lebih keras.Di kampung halamannya, Nasti sering membanggakan pekerjaan Warso yang bergengsi di kota besar kepada para saudara dan tetangganya.Hal itu juga yang membuat Warso rentan. Ambisi Nasti menjadi ambisinya; Ia memanjakan Nasti dengan bermacam perhias
Permadani lampu berdenyut lembut dari lantai dua puluh empat sebuah kondominium. Citra Lukita merasakan udara malam yang menyegarkan di kulitnya dan ketinggian selalu menjadi daya tariknya. Dari situ, hiruk pikuk dunia tampak terkendali menjelma pola cahaya dan gerakan yang indah.Tanpa disadari, pikirannya mengembara tak terbendung ke masa lalu - kepada orang-orang yang telah membentuk kehidupannya. Yan Roles, almarhum suami, satu-satunya orang yang pernah melihat versi dirinya yang masih mentah dan belum dipoles; Nayla Griselda, jangkar terkuatnya saat mereka berdua mengarungi dunia yang penuh gejolak, seorang sahabat yang tahu apa yang dibutuhkannya bahkan sebelum terucap. Lalu ada Johan Hadyan, perwira polisi yang terayun-ayun di antara gejolak pribadi terhadapnya dan pencarian keadilan yang tak pernah dia temukan; Dan, Tuan Wu, kekuatan tenang yang telah memberi pijakan kokoh baginya di kota ini.Delapan tahun telah berlalu sejak dia meninggalkan kehidupan lamanya