บททั้งหมดของ Love, Lies, and The Price of Desire: บทที่ 1 - บทที่ 10

31

PROLOG

Kantor pusat Wiyasa Nawasena Group lebih menyerupai griya tawang yang menawarkan panorama kota yang indah, namun Raynar hampir tak bisa menikmatinya. Ia melonggarkan dasinya-sutra Italia, kesukaan ayahnya-dan menuangkan whiskey setinggi tiga jari untuk dirinya sendiri.“Pak Raynar?” Suara sekretarisnya terdengar melalui interkom. “Ibu Miriam ada di saluran satu.”Ia memejamkan mata sejenak sebelum menekan tombol. “Katakan saya akan menghubunginya sepuluh menit lagi.”“Tapi, Pak, Bu Miriam bilang, biar saya kutip saja, 'Katakan pada anak saya jika dia membuat saya menunggu, koleksi mobil antiknya akan saya sumbangkan ke badan amal lingkungan hidup yang dia benci.”Tak ada yang bisa menahan senyum di bibir Raynar untuk mengembang saat mendengar ucapan itu. Itulah ibunya–selalu tahu tombol mana yang harus ditekan. Raynar berdeham untuk menyesuaikan nada suaranya agar tak terdengar konyol.“Baik, Vero, sambungkan,” katanya, menguatkan diri.“Sayang, kamu lembur lagi.” Tak ada sedikit pun
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-25
อ่านเพิ่มเติม

SATU

Kediaman megah keluarga Wardhani berdiri sebagai wujud kerja keras dua generasi yang tak tergoyahkan. Taman luas yang selalu asri serta nuansa arsitektur yang kuat adalah sebuah pernyataan bisu dari warisan pemiliknya. Desau angin sore itu membawa aroma melati yang sedang mekar ke segala penjuru, sementara aliran air terjun bergemericik mengalir ke kolam koi.Di bawah bayang-bayang kemegahan itu, Rinjani Wardhani duduk di pelataran, memangku buku sketsa dan asyik berkreasi. Pensilnya menari dengan presisi menelusuri pola desain pakaian yang seakan menentang kekakuan dunia yang ia huni.Suara langkah kaki yang mendekat membuyarkan fokusnya. Ia tidak perlu mendongak untuk mengetahui siapa orang itu. Ritme yang teratur dan berat di setiap langkah menandakan ayahnya, Daryata Wardhani, berjalan menghampirinya. Kehadirannya sendiri mengubah suasana di sekelilingnya.“Papa tidak paham kenapa kamu bersikeras dengan hobi ini.” Suara ayahnya tenang tapi penuh ketidaksetujuan. Ia lalu duduk di s
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-25
อ่านเพิ่มเติม

DUA

Pintu kamar mandi terbuka dengan hentakan yang membuat ubin bergetar. Cahaya koridor menyusup masuk, memproyeksikan bayangan panjang seorang pria jangkung yang memenuhi ambang pintu. Wajahnya tersembunyi dalam siluet gelap, namun postur tubuhnya menegaskan otoritas yang tak perlu diucapkan.Raynar Wiyasa Nawasena melangkah masuk—Langkah terukurnya bertentangan dengan aroma alkohol yang samar dari pakaiannya. Dua pengawal berjas hitam mengikuti di belakangnya, siap untuk apa pun.Matanya menyipit ketika memindai ruangan, lalu terkunci pada pemandangan di hadapannya. Rahangnya mengeras, urat di lehernya menonjol. Ketika ia berbicara, suaranya rendah dan dingin seperti es yang retak."Aku tak mau lihat yang seperti ini."Tanpa penekanan khusus, kata-kata itu cukup mengisi ruangan dengan ancaman. Kedua pengawalnya bergerak seketika—sebuah koreografi yang sering mereka lakukan. Satu pukulan mendarat di tengkuk penyerang Rinjani, membuat pria itu terhuyung,kemudian pengawal kedua mencengke
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-25
อ่านเพิ่มเติม

TIGA

Matahari pagi merayap di atas perbukitan hijau yang subur, memandikan sawah dengan cahaya keemasan saat Rinjani menjemur pakaian yang masih basah. Sembilan bulan telah berlalu sejak ia tiba di rumah sederhana yang jauh dari kota ini, disambut oleh pelukan tanpa syarat dari Bibi Sari.Kurang tidur setelah melewati malam yang gelisah, Rinjani menyeka keringat di dahinya. Minggu-minggu pertama di desa, ia selalu tersentak bangun saat mendengar kokok ayam dan tikus-tikus yang berlarian. Kini, ritme kehidupan pedesaan telah melekat di kulitnya.Tiga minggu kemudian, Rinjani mengepalkan tangan di atas bak cuci piring, muntah-muntah. Tidak ada yang keluar-dia tidak bisa menahan diri untuk tidak sarapan selama berhari-hari. Ia menyiramkan air ke wajahnya dan mencengkeram pinggiran meja, sebuah kecurigaan yang tak bisa ia abaikan.Bibi Sari masuk membawa sekeranjang sayur, menjatuhkannya ketika melihat wajah pucat Rinjani.“Bi,” bisik Rinjani, air matanya berlinang. “Kayaknya aku hamil.”Kehen
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-25
อ่านเพิ่มเติม

EMPAT

Suara jangkrik dan binatang kecil lain bermusik di kejauhan, menemani rembulan yang berjingkat di atas perbukitan. Rinjani berbaring dekat kedua bayi kembarnya. Jemari bayi perempuannya bergerak-gerak, bermain dengan selimut, sementara bayi lelakinya tidur dengan pulas, dadanya naik turun dengan irama yang teratur.Rinjani tersenyum tipis, beban di pikirannya tersapu oleh harapan akan kedua bayinya. Kedua makhluk mungil itu kini menjadi pondasi hidupnya, alasan kuat baginya untuk meredam semua penolakan dan bisikan ambisinya. Dalam kehidupan sederhana bersama Bibi Sari di desa, ia telah menemukan pelipur lara. Mimpinya tentang karir sebagai perancang busana kelas dunia menjadi gema dari dunia lain yang melemah seiring waktu.Tidak satu pun dari mereka yang mengira jika keheningan malam itu akan berubah drastis. Zora mengamati rumah itu dari kejauhan, matanya yang tajam tertuju pada jendela yang remang-remang. Dia menyesuaikan tudung mantelnya, melindungi wajahnya dari cahaya bulan. Du
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-25
อ่านเพิ่มเติม

LIMA

Panel kaca besar dengan dekorasi minimalis berbalut warna-warna pastel alami yang hangat di ruang tamu kediaman megah Wiyasa Nawasena memancarkan keanggunan yang tenang. Zora duduk dengan tenang di salah satu kursi kulit berlengan, sambil memeluk Zethra dalam pelukannya. Tiga hari telah berlalu sejak Zora menemui Raynar.Hari ini Raynar mengundangnya datang ke kediaman keluarga Wiyasa Nawasena. Senyum Zora merekah dengan pasti ketika mendengar kabar itu melalui panggilan telepon. Ia mempersiapkan diri dengan berpakaian pantas untuk undangan itu. Kombinasi atasan berwarna champagne dari wol lembut dan rok selutut berwarna khaki menyampaikan kesan membumi yang bersahaja, dipasangkan dengan kalung dan sepasang anting mutiara untuk melekatkan kesan keanggunan. Setiap gerakannya dilakukan dengan hati-hati, talenta terbesar yang dimiliki Zora dan telah ia latih berkali-kali dalam pikirannya.Raynar memasuki ruang tamu, kehadirannya nampak tegas meskipun dalam penampilan yang santai, kemeja
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-26
อ่านเพิ่มเติม

ENAM

Selama lima belas menit mobil itu menyusuri jalan berliku dan menanjak yang diapit oleh pepohonan tinggi sebelum akhirnya mereka tiba di kompleks pemakaman keluarga Wiyasa Nawasena. Areal luas membentang di hadapan mereka, tenang dan asri. Titik embun menempel di ujung rerumputan, dan aroma samar bunga-bunga segar berbaur dengan aroma tanah yang lembab.Raynar keluar lebih dulu, melangkah dengan hati-hati saat menemani ibunya berjalan. Zora, yang biasanya percaya diri, berjalan menggendong bayinya dengan langkah keraguan, wajahnya memucat dengan tatapan nanar ke sekitarnya seakan tempat itu tak layak baginya.Kompleks pemakaman itu tak benar-benar sunyi. Gemerisik dedaunan yang tertiup angin, kadal kecil yang bergerilya di antara rerumputan, dan beberapa jenis burung yang berkicau dari pepohonan menjadi penyeimbang, eksistensi kehidupan diatas kematian.Setelah berjalan beberapa waktu, ketiganya berhenti di depan sebuah nisan marmer yang terawat baik. Ukiran huruf-huruf dengan tinta e
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-26
อ่านเพิ่มเติม

TUJUH

Sebuah aula berkilauan seperti permata hidup malam itu. Lampu gantung kristal di ketinggian memantulkan cahaya keemasan lembut di atas lantai marmer. Meja-meja dibalut dengan linen gading halus susun bunga anggrek dan mawar, wanginya berbaur dengan aroma hidangan adiboga. Sebuah kuartet dawai di sudut ruangan mengalunkan melodi lembut, dengan mudah menyatu dengan riuh rendahnya percakapan dan tawa yang memenuhi ruangan.Raynar Wiyasa Nawasena berdiri di salah satu sisi ruangan dengan segelas sampanye yang belum tersentuh bibirnya. Dua bulan yang lalu, kemegahan perayaan malam ini sama sekali tidak tercantum dalam agendanya, bahkan tidak dalam mimpi terliarnya sekalipun. Seharusnya ini membuat dirinya bangga, namun ia justru merasakan kehampaan yang janggal.Tatapannya mengikuti Zora, wanita cantik yang kini menjadi istri sahnya, bergerak lincah melewati kerumunan, gaunnya yang berkilauan dan tawa lepasnya saat menyambut para tamu. Bagi orang lain yang hadir disana, Zora mungkin tampak
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-28
อ่านเพิ่มเติม

DELAPAN

Dengung mesin jahit diiringi irama tap-tap-tap gunting di atas meja kerja memenuhi sebuah ruangan. Sinar matahari masuk melalui jendela rumah membentuk garisan-garisan tebal. Gulungan kain berwarna abu-abu dan biru tua berjajar di dinding, dan beberapa orang duduk di meja mereka; memotong, menjahit, dan menyetrika baju seragam.Empat tahun yang lalu, di atas tanah ini, sebuah rumah telah terbakar habis. Namun kini, jejak kebakaran itu telah lenyap sepenuhnya, berganti menjadi sebuah industri kecil produk konveksi. Di salah satu sudut tempat itu Rinjani Wardhani berdiri dengan spidol di tangan dan sepasang penyuara tanpa kabel tersemat di telinga. Rambut panjangnya diikat bergaya kuncir kuda tinggi, dan berayun-ayun ketika kepalanya bergerak mengikuti irama lagu Unstoppable yang terlantun.Rinjani mengenakan kaos longgar dan celana jeans dengan balutan apron berwarna hitam sepanjang lutut. Penampilan yang disesuaikan dengan pekerjaannya, perpaduan seimbang antara kenyamanan dan keanggu
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-28
อ่านเพิ่มเติม

SEMBILAN

Sebuah kereta meluncur masuk ke Stasiun Muliakarta, roda-rodanya berdecit pelan saat mengerem. Para penumpang bergegas melintas, dengung suara mereka berbaur dengan pengumuman dari pengeras suara. Besarnya stasiun ini seakan menelan segalanya, mulai dari langit-langitnya yang menjulang tinggi hingga arus manusia yang tak henti-hentinya bergerak ke segala arah.Rinjani Wardhani melangkah turun ke peron, satu tangannya menggenggam erat tangan Aruna sementara yang satunya lagi menarik koper besar beroda. Mata lebar gadis kecil itu memandang ke sekitar, mencoba menangkap pemandangan dan keriuhan suasana. Jari-jari kecilnya menggenggam erat tangan Rinjani, langkahnya ragu-ragu.“Mama,” bisik Aruna, suaranya nyaris tak terdengar di tengah hiruk-pikuk, ”Mengapa di sini begitu bising? Apakah kita tersesat?”Rinjani tertawa kecil mendengarnya, lalu berlutut sejajar dengan putrinya, menyibak kepangan rambut yang tersangkut di wajah Aruna. Senyumnya tenang dan meyakinkan.“Tidak, sayang, kita ti
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-29
อ่านเพิ่มเติม
ก่อนหน้า
1234
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status