"Finally kelar juga kita belajar!" Ungkap Chika sambil membunyikan jari-jarinya.
"Elah, dari tadi perasaan lo cuma bikin tok tok sama update story mulu deh pake bilang kelar belajar," sahut Tara.
"Ye... biarin, yang penting kan gue ikut belajar juga. Walau dikit."
"Heuh... dasar lu fansnya Cindy!"
"Idih najong, elu aja sono jadi anak buah Cindy si ratu abal-abal."
"Aduh...! Kalian please jangan berisik dulu deh, gue mau telepon Gilang nih!" Lara yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya ternyata tengah mencoba menghubungi sang pacar yang sejak tadi belum mengangkat panggilannya. "Ih Gilang kemana sih? Kok dari tadi gue telepon nggak diangkat-angkat!"
"Lagi dijalan kali Ra...," kata Tara mencoba berpositif thinking.
"Iya kali ya?"
Sudah berkali-kali Lara mencoba terus menghubungi Gilang, namun tetap saja tak diangkat. Chika pun memberi saran kepada Lara untuk menelpon Rio teman Gilang untuk menanyakan keberadaan sang pacar.
"Oh iya bener, kenapa gue nggak telepon Rio aja." Akhirnya Lara pun segera menelpon Rio
"Halo Rio, Gilang lagi sama lo nggak?"
...
"Oh gitu ya, jadi Gilang udah cabut lima belas menit yang lalu? Yaudah, thanks ya Rio."
"Huft!"
"Gimana Ra?" Tanya Tara penasaran.
"Umー kata Rio, Gilang udah cabut sekitar lima belas menitan yang lalu, mungkin bener dia lagi dijalan menuju kesini."
"Kayaknya sih gitu Ra, udah sabar aja ya. Eh iya girls bedewey gue balik duluan ya Ra, soalnya nyokap gue dari tadi udah nge-chat gue mulu nih. Lagian ini udah jam setengah sembilan," terang Chika sambil membereskan tasnya.
"Lo balik duluan Chik? Nggak nungguin Lara?"
"Sorry Tar gue kayaknya harus balik duluan, soalnya supir gue udah di portal katanya. Oh iya Lara, apa lo mau bareng gue aja baliknya daripada nunggu lama." Chika menawarkan tumpangan pulang kepada Lara, namun Lara menolak dan memilih untuk tetap menunggu Gilang menjemputnya.
"Yaudah kalo lo tetep mau tunggu Gilang, gue balik duluan ya girls, bye..." Ujar Chika pamit lalu cipika cipiki.
"Bye Chika..."
**
Hampir tiga puluh menit sudah Lara menunggu, namun Gilang tak jua datang ataupun menghubunginya. Lara pun mulai dirundung rasa cemas. Ia takut hal buruk terjadi pada Gilang diperjalanan. Gadis cantik itu pun lagi-lagi terus mencoba menghubungi Gilang tapi sayangnya tetap saja tidak diangkat. "Duh Tar, gimana nih Gilang beneran nggak ada kabar, gue jadi takut deh.""Ih Lara jangan mikir aneh-aneh."
"Tapi gue cemas banget, soalnya daritadi hapenya Gilang nggak bisa dihubungin." Lara yang raut wajahnya mulai terlihat gusar pun refleks menggigiti kuku jemarinya. Dan tak lama kemudian, ponsel Lara pun berdering. "Gilang, akhirnya telepon gue," ujar Lara yang langsung terlihat senang.
Lara : Halo Gilang, kamu kemana aja? Aku khawatir dari tadi nelponin kamu nggak nyambung-nyambung.
Gilang : Duh, sorry banget ya sayang hape aku tadi mati, dan motor aku tiba-tiba mogok dijalan. Sekarang aku lagi ada di bengkel nih numpang nge-charge. Maaf udah buat khawatir. Kamu masih nungguin aku ya?
Lara : Iya, tapi nggak apa-apa kok kalo kamu masih dibengkel, aku mending pulang sendiri aja, soalnya aku takut juga ngerepotin kamu, ditambah takut Bunda nyariin aku kalo aku pulang kemaleman.
Gilang : Aduh, masa kamu pulang sendiri. Ini udah malem loh...
Lara : Nggak apa-apa kok, lagian jarak rumah Tara ke rumahku juga nggak terlalu jauh. Paling aku pesen ojek online.
Gilang : Ya ampun, pacar aku kasihan... maafin aku ya.
Lara : Ih lebay, biasa aja kali... lagian kan yang penting aku udah tau keadaan kamu jadi it's fine.
Gilang : Yaudah kalo gitu, nanti pokoknya kalo udah sampe rumah, langsung kabarin aku.
Lara : Iya pacarku... Dah ya aku tutup dulu teleponnya aku mau pesen ojol nih.
Gilang : Iya, yaudah hati-hati kamunya, i'm sorry i love you..
Lara : Love you too (bisik-bisik takut Tara dengar)
*
"Jadi gimana?" Tanya Tara.
Lara pun menjelaskan perihal Gilang yang tengah dapat musibah dijalan sehingga tidak bisa menjemputnya. Akhirnya Lara pun pamit pada sahabatnya untuk pulang dengan naik ojek online. Sebenarnya Tara ingin menawarkan diri untuk mengantar Lara, sayangnya tiba-tiba perut Tara kram karena datang bulan. "Sorry banget ya Ra, gue nggak bisa anter lo, soalnyaー"
"Yaudah sih, nggak masalah juga. Kalo gitu gue balik ya Tar, moga kram lo cepet sembuh. Dan salam ya buat ortu lo nanti kalo mereka udah pulang. Bye Tara..." Ujar Lara berpamitan.
**
Beruntungnya, saat Lara baru keluar dari pintu gerbang rumah Tara tukang ojolnya ternyata langsung tiba, sehingga ia tidak perlu menunggu.
"Neng namanya Kilara Andini?" Tanya si pengendara ojol.
"Iya pak bener itu saya. Sesuai yang diaplikasi ya pak alamatnya," jelas Lara.
"Siap Neng! Nih pake dulu helmnya."
🥀🥀🥀
Ayo dukung karyaku dengan comment yang banyak 🔥
Lara begitu sedih dan hamcur, tak hentinya ia menyalahkan dirinya sendiri dengan semua yang terjadi. "Gue gagal, gue udah gagal jadi anak, gue udah ngecewain Bunda!" Lara melihat ke arah cermin memandangi dirinya yang tampak menyedihkan. Bahkan kata menyedihkan mungkin belum cukup untuk menggambarkan atas betapa nista nestapa yang ia alami saat ini. "Ini semua gara-gara lo dasar cowok brengsek! Biadab!" Maki Lara kemudian dengan marah melempari cermin itu dengan berbagi botol parfumnya.***Hani yang kini masih duduk diatas ranjang untuk menenangkan diri seolah masih syok dan tak percaya mengetahui kenyataan yang terjadi pada putrinya. Bayi cantik yang ia lahirkan dan ia besarkan dan ia jaga dengan penuh cinta dan kasih sayang, nyatanya malah harus mengalami tragedi menyedihkan itu. "Apa yang harus aku lakuin sekarang? Apa aku harus terus menyembunyikannya. Tapi bagaimanapun hal ini tidak bisa terus disembunyikan." Sejatinya Lar
Lara pun pulang ke rumah, dengan tubuh kelelahan mata agak sembab ia berjalan memasuki gerbang rumahnya. Lara sempat berpikir apa mungkin salah satu temannya atau gurunya menghubungi sang bunda terkait dirinya tidak masuk hari ini? Tapi siapa peduli saat ini Lara hanya ingin segera masuk ke kamarnya untuk menenangkan diri. Setelah melepas sepatu dan cuci tangan Lara langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.Namun saat dirinya ingin masuk kamar ia malah justru dikagetkan dengan penampakan sang Bunda yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan memasang wajah serius."Huh? Kok ada Bunda ya apa jangan-jangan Bunda udah tau kalau hari ini aku nggak masuk," ucapnya dalam hati. "Bu- bunda ngapain di depan kamar Lara?"Hani tak menjawab pertanyaan Lara, ia langsung meminta Lara masuk ke kamar bersama dengan dirinya."Ada apa sih Bun? Kok kayaknya muka Bunda serius banget."
Di jalan Lara terus kepikiran tentang kenyataan jika dirinya saat ini tengah mengandung. Sungguh hal tak pernah terpikirkan oleh Lara setidaknya dia tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan mengandung di umurnya yang masih tijuh belas tahun."Udah sampe Dek," ucap driver taksi online, namun sepertinya Lara yang masih melamun tak mendengarnya. "Dek, dek udah sampe sekolah.""Eh iya udah sampe, sorry ya Pak saya nggak tau.""Iya Dek nggak apa-apa."Lara pun akhirnya turun dari taksi online tersebut. Ia melihat gerbang sekolah yang membentang di hadapannya, baginya kini memasuki gerbang sekolah terasa mengerikan sekali ribuan pertanyaan menghantui isi kepala Lara. Gimana kalau orang-orang disekolah tau gue hamil? Gimana kalo gue terpaksa dikeluarin dari sekolah karna hamil? Gimana kalo gue nggak bisa lulus karena hamil? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sungguh membuatnya
Setibanya di rumah Lara langsung pergi ke kamarnya dan menguncinya rapat-rapat dari dalam. Gadis itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal dan hatinya yang berdetak kencang. Lara mengeluarkan alat tes kehamilan yang dibelinya tadi dari dalam tasnya. Takut! Hal itu yang dirasakan oleh Lara, namun ia tetap harus melakukannya. Dengan tekat yang kuat ia pun bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa saat selesai melakukan test dengan urinnya, Lara masih belum berani untuk melihat hasilnya. Dirinya belum siap jika hasilnya benar-benar positif kalau dirinya hamil. Ya Tuhan aku takut, apa aku bisa kuat nerima kenyataan kalau beneran aku hamil. Sadar tidak bisa terus terkurung dengan rasa penasaran yang semakin memuncak, Lara pada akhirnya memberanikan diri untuk mengetahui hasilnya. Ia mengangkat alat kehamilan tersebut ke hadapan matanya, perlahan Lara membuka matanya. "Du- dua garis?" Seketika tubuhnya lemas dan Lara pun jatuh terkulai diatas lantai sambil ma
Di sekolah Lara terlihat tengah berada di kantin bersama kedua sahabatnya Chika da Tara. Ia terlihat tengah menyantap semangkuk bakso dengan lahapnya, saking lahapnya sampai-sampai kedua temannya itu dibuat menelan ludah. "Lara, lo kelaperan ya?" Ujar Chika yang bahkan sampai merasa sudah merasa kenyang duluan dengan hanya melihat Lara makan."Iya Ra, lo tumben banget deh makan selahap itu, biasanya lo kan yang paling lama makannya diantara kita bertiga," imbuh Tara.Lara kemudian menelan makanan dimulutnya, "Masa sih?""Lah lo emang nggak ngerasa?"Lara hanya menggeleng sambil terus melanjutkan makannya. Lara sepertinya memang tidak sadar kalau akhir-akhir ini nafsu makannya sangat tinggi.Setelah beberapa saat mereka bertiga pun selesai menghabiskan makan siang mereka, dengan Lara yang tanpa sadar hari ini makan dua porsi bakso."Gila lo Ra, hari ini lo mukbang keknya ya?" Ledek Chika mengetahui Lara makan bakso sampai dua mangkuk. Lara pu
"Lara!" Bunda mengetuk dan memanggil Lara dari luar kamarnya. Mendengar sang ibu datang, Lara yang menangis pun segera mengusap air matanya dan membukakan pintu sang ibu."Eh Bunda, kenapa?"Bunda memperhatikan Lara sejenak lalu bertanya, "kamu baik-baik aja kan sayang? Soalnya tadi Bunda lihat muka kamu tiba-tiba pucet terus pergi ke kamar.""Lara baik-baik aja kok Bun," jawab Lara yang tidak ingin sang ibu mengkhawatirkannya.Tapi sayang, sepertinya sang ibu tidak yakin dengan perkataan putrinya itu. Ia justru terlihat memicingkan matanya sambil memperhatikan mata Lara yang nampak sembab. "Kamu habis nangis ya?""Eh- Um— ini aku enggak nangis kok, cuma habis lihat trailer drama yang sedih banget aja makanya nangis deh, hehe...""Yakin kamu?" Bunda meraba kening dan leher Lara memastikan kalau putrinya itu tidak demam atau sejenisnya."Yakin kok Bund, percaya deh sama Lara."Hani menghela napas, sejujurnya ia tidak perca