"Hahaha... mampus lu Ndra!" Ledek teman-teman Andra menertawakan kegagalannya.
"Nyalinya gede banget tuh cewek, seorang Revandra Alvarez disiram kopi dong...!" Ujar Ogy teman Andra.
Raut Andra tampak tidak senang, ia dengan cepat meraih kunci mobilnya. "Transferannya nanti gua kirim ke rekening kalian, gue cabut duluan!" Ujar Andra kemudian pergi dengan raut wajah murka. Semua pengunjung pun melihat ke arah lelaki bertinggi badan 182 cm tersebut.
"Si Andra murka banget kayaknya tuh!" Ujar salah seorang teman Andra yang lain.
**
"Wah gila sih Ra, lo nyiram tuh cowok di depan umum loh, gue nggak bisa bayangin mukanya malu banget pasti, mana disudutin sama pengunjung lain pula," celetuk Chika.
"Biar aja, salah sendiri gak bisa ngehargain perempuan!"
"Tapi dia diem aja tuh, tapi kayakanya dia marah cuma ditahan aja," ujar Tara.
"Ah biar aja biar tuh laki bejat mikir! Nggak semua cewek bisa digrepe-grepe seenak jidatnya."
"Tapi, kalo someday elo ketemu dia lagi gimana Ra??"
"Yaelah, nggak bakalan juga kali Tara, terlalu kejauhan lo mikirnya. Udah ah males bahas dia." Lara malas membicarakan laki-laki brengsek tadi.
**
"Dasar cewek sialan! Argh!" Di dalam mobilnya Andra berteriak dan memaki, ia begitu murka sampai-sampai memukul setir kemudinya dengan keras. "Sialan tuh cewek, berani-beraninya dia mempermalukan gua dimuka umum. Lihat! Lu lihat aja, gue Revandra Alvarez pasti bakal kasih itu cewek pelajaran!" Andra menatap dengan penuh rasa dendam dan amarah. "Tunggu aja pembalasan gua. Nggak ada yang bisa lari gitu aja setelah buat masalah sama gua! Dan elu cewek sialan, lu siap-siap aja bakal dapet kejutan dari gua."
**
Esok harinya, Lara yang baru saja memasuki gerbang sekolah seketika lansung dibuat kaget oleh kejutan dari Gilang. Tiba-tiba saja Gilang sang pacar menghampiriny dan berlutut. "Gilang kamuー?"
Gilang terlihat membuka jaketnya, dan ternyata dibalik jaket Gilang ada setangkai bunga mawar merah yang kemudian ia persembahkan kepada Lara. "Bunga cantik untuk pacarku yang paling cantik," ungkap Gilang sambil menyerahkan bunga itu kepada Lara. Dan seperti biasanya, seluruh siswa yang ada disana pun dibuat heboh dan baper melihat pasangan tersebut, maklum saja Gilang adalah mantan ketua osis, sedangkan Lara ada salah satu siswi paling cantik dan populer di SMA Pramudya.
Ciee romantis.
Aduh romeo dan juliet nih ye...
Ayo dong diterima bunganya kak Lara...
Iya terima dong, terima terima!
Duh, kok jadi heboh gini sih? Kan malu jadiny. Karena jadi tontonan siswa lainnya. Lara yang tengah tersipu malu pun menerima setangkai bunga mawar itu dari sang pacar. Semuanya yang melihat pun bersorak termasuk Chika yang ternyata sejak tadi sibuk mengabadikan momen Lara dan Gilang, tak lupa ia juga membagikan story di media sosialnya tentang keromantisan Gilang dan Lara. "Hai hari ini pasangan paling serasi se-SMA lagi uwu banget nih...'" Ucap Chika di depan layar ponselnya.
Saat sedang asyik membagian story, tiba-tiba saja dari arah belakang Chika muncul seseorang yang tengah mengejek Lara, "Ya ampun... please deh, lebay banget sih! Gak si Laron nggak temennya sama-sama lebay!"Chika langsung menoleh. "Oh elo," Chika langsung memasang raut wajah muak. "Ngapain lo sama dayang lo kemari?" ujar Chika pada Cindy dan temannya.
"Loh emang kenapa? Nggak suka lo, emang ini sekolah nenek moyang lo!" ucap Cindy.
"Dih, sewot! Iri ya lihat kebahagiaan Lara sama Gilang? Ka-si-han hahaha."
"Eh lo tuh blagu banget sih!" Sahut Inez teman Cindy.
"Suka-suka gue mau belagu apa enggak, iri aja lu pada."
"Makin gatau diri ya lo, yang ada temen lo si Laron yang udah rebut Gilang dari gue!"
"Ngerebut? Nggak salah lo Cin bilang gitu? Nggak punya kaca ya, mau gue beliin di pasar loak? Udah ah, pusing deh gue ngomong sama manusia iri dengki kayak Cindy, mending gue ngalah dan pergi daripada ketularan dengki! Minggir!" Chika akhirnya menerobos pergi melewati Cindy dan Inez.
"Tuh Cin, lihat deh temennya si Laron makin belagu aja," ucap Inez.
"Tenang aja Nez, cepat atau lambat gue bakal permaluin dan kasih pelajaran tuh Laron sama temennya, tunggu aja waktunya."
**
Gilang dan Lara berjalan bergandengan tangan di sepanjang koridor menuju ke kelas mereka, kebetulan kelas Lara dan Gilang jaraknya dekat. "Lang, aku malu kalo jalan kamu pegangin gini terus."
"Ngapain malu? Kan kamu pacar aku, lagian mereka tuh shiper kita tau," ucap Gilang dengan nada guyon.
Sebelum masuk kelas masing-masing, Gilang pun mengantar Lara ke kelasnya. "Duh Gilang, padahal nggak perlu sampe nganter ke kelas aku segala loh."
"Nggak apa-apa, aku seneng kok anter kamu."
"Yaudah kalo gitu aku masuk kelas dulu, bye," kata Lara.
"Iya."
"Iya... terus?" Lara bingung kenapa Gilang masih belum juga beranjak pergi. Tiba-tiba Gilang malah mengangkat tangan dan mengarahkan punggung tangannya ke depan wajah Lara dan berkata, "Salim dulu kali sama calon suami," ucap Gilang.
"Ih kamu apaan deh malu tau." Tapi meski agak malu, Lara malah tetap saja salim.
"Ehem! Bagus ya... udah bunyi bel masuk kelas masih aja pacaran hayo...?" Gilang dan Lara dibuat kaget dengan kemunculan Bu Nilam.
"Eh Ibu, maaf ya bu..." Lara terlihat malu karena ketahuan gurunya tengah berduaan dengan Gilang, belum lagi teman-teman dari dalam kelasnya malah ikut meledekinya.
"Maaf ya bu, biasa... namanya juga anak muda," ucap Gilang santai.
"Kamu itu Gilang bisa aja jawabnya, ini kan udah masuk KBM ya kamu harusnya ke kelas kamu, bukan malah masih disini. Lagipula, meski kamu udah lengser beberapa bulan lalu dari jabatan ketua osis, kamu kan tetap harus kasih contoh yang baik buat temen-temen dan junior kamu Gilang."
"Iー Iya bu, Maaf... yaudah ini saya mau ke kelas tapi..."
"Tapi apa lagi Gilang?" Tanya Bu Nilam mulai jengkel.
"Salim dululah Bu." Gilang minta salim.
"Yaudah kalo gitu permisi Bu."
Bu Nilam hanya menggeleng heran. "Huh, anak muda jaman sekarang. Loh Lara, kamu juga kenapa masih belum duduk?" tegur Bu Nilam melihat Lara yang masih saja memandangi Gilang yang sudah pergi.
"I- iya Bu, ini saya baru mau duduk."
**
Di kampus Andra yang baru saja datang ke kantin tempat biasa dirinya nongkrong, langsung ditagih oleh teman-temannya perihal uang yang ia janjikan kemarin.
"Wih... don juan kita udah dateng nih...! Mana janji lu bro..."
Andra yang baru saja tiba langsung duduk dan mengeluarkan sebungkus rokok yang akan dinyalakannya. "Lu tenang aja duit nggak masalah buat guaー"
"Tapi disiram kopi sama anak SMA masalah kanー," seloroh salah satu teman Andra yang bernama Boby. Tak kuasa teman-teman Andra yang lain pun jadi ikut menertawakan Andra dan meledeknya. "Seorang Andra disiram kopi njir! Nyali tuh cewek ngalahin begal depok ye?" Pungkas Ogy.
"Emang temen-temen bangsat ya lu pada!" Maki Andra yang kemudian menyalakan sebatang rokok dan beranjak dari duduknya.
"Eh lu mau kemana lagi bos?!" pungkas Ogy.
"Gua cabut duluan, males denger mulut lu yang pada racun, mending mabok sono lu pada!" Seloroh Andra sembari melempar segepok uang cash ke atas meja dihadapan teman-temannya.
"Nah yang gini nih, yang gue demen sama lu bang ganteng. Tapi sebenarnya lu mau cabut kemana sih Ndra, lu bukannya harusnya bimbingan sama pak Johan yak?" Tanya Boby
"Selow aja, tuh dosen bau tanah tinggal gue tebar duit juga diem. Dah ya gua cabut duluan!" Andra pun pergi tanpa bilang mau kemana.
**
Jam sekolah usai, Lara hari ini berencana belajar materi persiapan ujian dirumah Tara. Dengan diantar oleh Gilang menggunakan motor ninja berwarna hitam miliknya, akhirnya Gilang sampai di depan rumah Tara.
"Oh iya kamu nanti pulang jam berapa Ra?" Tanya Gilang pada Lara yang tengah membuka helm.
"Nggak tau Lang, tapi nanti aku telepon kamu kok kalo udah kelar."
"Bener ya telepon aku."
"Iya... pacar posesif," gurau Lara yang kemudian menyerahkan helmnya pada Gilang.
"Kamu tuh diperhatiin malah ngatain posesif, emang mau kalo aku jadi cuek?"
"Idih ngambek kok ngambek sih," goda Lara pada sang pacar.
Tiba-tiba Gilang meraih kedua tangan Lara lalu berkata, "Aku tuh sayang banget sama kamu Lara." Tentu saja Lara agak terkejut dan langsung tersanjung senang rasanya. "Iya Gilang aku tau kok, aku juga sayang banget sama kamu."
"Yaudah, kalo gitu semangat belajarnya ya, see you...," Ucap Gilang yang sudah siap tancap gas.
Lara melambaikan tangannya. "Bye Gilang..." ia masih sempet senyum-senyum memandangi pacarnya yang baru saja pergi mengendarai motor. Melihat Gilang dari jauh saja Lara sesumringah itu.
Lara begitu sedih dan hamcur, tak hentinya ia menyalahkan dirinya sendiri dengan semua yang terjadi. "Gue gagal, gue udah gagal jadi anak, gue udah ngecewain Bunda!" Lara melihat ke arah cermin memandangi dirinya yang tampak menyedihkan. Bahkan kata menyedihkan mungkin belum cukup untuk menggambarkan atas betapa nista nestapa yang ia alami saat ini. "Ini semua gara-gara lo dasar cowok brengsek! Biadab!" Maki Lara kemudian dengan marah melempari cermin itu dengan berbagi botol parfumnya.***Hani yang kini masih duduk diatas ranjang untuk menenangkan diri seolah masih syok dan tak percaya mengetahui kenyataan yang terjadi pada putrinya. Bayi cantik yang ia lahirkan dan ia besarkan dan ia jaga dengan penuh cinta dan kasih sayang, nyatanya malah harus mengalami tragedi menyedihkan itu. "Apa yang harus aku lakuin sekarang? Apa aku harus terus menyembunyikannya. Tapi bagaimanapun hal ini tidak bisa terus disembunyikan." Sejatinya Lar
Lara pun pulang ke rumah, dengan tubuh kelelahan mata agak sembab ia berjalan memasuki gerbang rumahnya. Lara sempat berpikir apa mungkin salah satu temannya atau gurunya menghubungi sang bunda terkait dirinya tidak masuk hari ini? Tapi siapa peduli saat ini Lara hanya ingin segera masuk ke kamarnya untuk menenangkan diri. Setelah melepas sepatu dan cuci tangan Lara langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.Namun saat dirinya ingin masuk kamar ia malah justru dikagetkan dengan penampakan sang Bunda yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan memasang wajah serius."Huh? Kok ada Bunda ya apa jangan-jangan Bunda udah tau kalau hari ini aku nggak masuk," ucapnya dalam hati. "Bu- bunda ngapain di depan kamar Lara?"Hani tak menjawab pertanyaan Lara, ia langsung meminta Lara masuk ke kamar bersama dengan dirinya."Ada apa sih Bun? Kok kayaknya muka Bunda serius banget."
Di jalan Lara terus kepikiran tentang kenyataan jika dirinya saat ini tengah mengandung. Sungguh hal tak pernah terpikirkan oleh Lara setidaknya dia tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan mengandung di umurnya yang masih tijuh belas tahun."Udah sampe Dek," ucap driver taksi online, namun sepertinya Lara yang masih melamun tak mendengarnya. "Dek, dek udah sampe sekolah.""Eh iya udah sampe, sorry ya Pak saya nggak tau.""Iya Dek nggak apa-apa."Lara pun akhirnya turun dari taksi online tersebut. Ia melihat gerbang sekolah yang membentang di hadapannya, baginya kini memasuki gerbang sekolah terasa mengerikan sekali ribuan pertanyaan menghantui isi kepala Lara. Gimana kalau orang-orang disekolah tau gue hamil? Gimana kalo gue terpaksa dikeluarin dari sekolah karna hamil? Gimana kalo gue nggak bisa lulus karena hamil? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sungguh membuatnya
Setibanya di rumah Lara langsung pergi ke kamarnya dan menguncinya rapat-rapat dari dalam. Gadis itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal dan hatinya yang berdetak kencang. Lara mengeluarkan alat tes kehamilan yang dibelinya tadi dari dalam tasnya. Takut! Hal itu yang dirasakan oleh Lara, namun ia tetap harus melakukannya. Dengan tekat yang kuat ia pun bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa saat selesai melakukan test dengan urinnya, Lara masih belum berani untuk melihat hasilnya. Dirinya belum siap jika hasilnya benar-benar positif kalau dirinya hamil. Ya Tuhan aku takut, apa aku bisa kuat nerima kenyataan kalau beneran aku hamil. Sadar tidak bisa terus terkurung dengan rasa penasaran yang semakin memuncak, Lara pada akhirnya memberanikan diri untuk mengetahui hasilnya. Ia mengangkat alat kehamilan tersebut ke hadapan matanya, perlahan Lara membuka matanya. "Du- dua garis?" Seketika tubuhnya lemas dan Lara pun jatuh terkulai diatas lantai sambil ma
Di sekolah Lara terlihat tengah berada di kantin bersama kedua sahabatnya Chika da Tara. Ia terlihat tengah menyantap semangkuk bakso dengan lahapnya, saking lahapnya sampai-sampai kedua temannya itu dibuat menelan ludah. "Lara, lo kelaperan ya?" Ujar Chika yang bahkan sampai merasa sudah merasa kenyang duluan dengan hanya melihat Lara makan."Iya Ra, lo tumben banget deh makan selahap itu, biasanya lo kan yang paling lama makannya diantara kita bertiga," imbuh Tara.Lara kemudian menelan makanan dimulutnya, "Masa sih?""Lah lo emang nggak ngerasa?"Lara hanya menggeleng sambil terus melanjutkan makannya. Lara sepertinya memang tidak sadar kalau akhir-akhir ini nafsu makannya sangat tinggi.Setelah beberapa saat mereka bertiga pun selesai menghabiskan makan siang mereka, dengan Lara yang tanpa sadar hari ini makan dua porsi bakso."Gila lo Ra, hari ini lo mukbang keknya ya?" Ledek Chika mengetahui Lara makan bakso sampai dua mangkuk. Lara pu
"Lara!" Bunda mengetuk dan memanggil Lara dari luar kamarnya. Mendengar sang ibu datang, Lara yang menangis pun segera mengusap air matanya dan membukakan pintu sang ibu."Eh Bunda, kenapa?"Bunda memperhatikan Lara sejenak lalu bertanya, "kamu baik-baik aja kan sayang? Soalnya tadi Bunda lihat muka kamu tiba-tiba pucet terus pergi ke kamar.""Lara baik-baik aja kok Bun," jawab Lara yang tidak ingin sang ibu mengkhawatirkannya.Tapi sayang, sepertinya sang ibu tidak yakin dengan perkataan putrinya itu. Ia justru terlihat memicingkan matanya sambil memperhatikan mata Lara yang nampak sembab. "Kamu habis nangis ya?""Eh- Um— ini aku enggak nangis kok, cuma habis lihat trailer drama yang sedih banget aja makanya nangis deh, hehe...""Yakin kamu?" Bunda meraba kening dan leher Lara memastikan kalau putrinya itu tidak demam atau sejenisnya."Yakin kok Bund, percaya deh sama Lara."Hani menghela napas, sejujurnya ia tidak perca