Claire tidak bisa berhenti. Entah dirinya yang benar-benar menginginkan Leon, entah karakter Aphrodite yang membuatnya begini. Yang jelas, gairahnya tak terbendung lagi. Ia tahu akan menyesali ini setelahnya, tapi saat ini ia benar-benar tidak peduli. Medkipun otaknya menuruhnya berhenti, tapi Claire lebih mendengarkan nada tubuhnya yang menginginkan Leon.
“C-Claire... Minotaur itu hmmm... Claire... hmmm...” Leon mencoba berbicara namun Claire terus melumat bibirnya dengan penuh gairah. Leon menyerah. Dalam tubuh Aresnya, Leon tidak bisa menolak Aphrodite. Meskipun ia tahu, jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam Leon memang menyukai Claire sejak pertama mereka bertemu. Untuk itu, Leon tidak merasa ragu. Gadis itu gadis pertama yang menggetarkan hati Leon selama sepuluh tahun terakhir ini.
Hal berikutnya yang mereka tahu adalah mereka sudah melucuti pakaian masing-masing, bercumbu seolah di dunia ini hanya ada mereka berdua. Leon mencumbui leher Claire dengan penuh nafsu. Nafasnya memburu dan ciumannya penuh gairah hingga meninggalkan bekas-bekas memerah di leher hingga ke bagian dada Claire.
Kali ini, mereka melakukannya bukan untuk melanjutkan ke permainan selanjutnya, tetapi karena gairah yang memuncak. Leon menghisap lembut puncak dada Claire hingga tubuh wanita itu menegang karena nikmatnya. Hisapan itu semakin kuat terasa di dada Claire hingga ia melenguh panjang.
Leon tahu, ia perlu menyelesaikan ini dengan cepat. Ini bukan waktu yang tepat untuk bermesraan. Ia kini berada di atas tubuh Claire. Leon menggenggam kedua tangan Claire yang mungil dan menekannya di atas rerumputan kering itu. Dengan penuh gairah, Leon menembus masuk ke dalam tubuh Claire, membuat wanita itu memekik tertahan. Claire bergerak mengikuti irama gerakan tubuh Leon. Napas dan desahannya, membuat Leon semakin bernafsu.
“Ah! Leon...” pekik Claire di sela-sela desahannya yang begitu menggoda di telinga Leon. Mereka mencapai puncak kenikmatannya bersama-sama.
***
“Claire ...” panggil Leon lembut saat mereka sudah berpakaian. Claire hanya diam saja, seperti dugaannya, ia menyesali semuanya sedetik setelah mencapai puncak kenikmatan itu. Namun, kali ini Claire yang memulainya, ia tidak bisa menyalahkan Leon atas nafsu yang tiba-tiba menguasai dirinya itu.
“Di mana kita harus mencari tempat yang ditempa api itu?” tanya Leon.
“Mana kutahu?”
“Claire... jangan marah lagi,” kata Leon pada Claire.
“Aku sungguh tidak tahu harus merasa apa, Leon! Aku... Ah sudahlah!” seru Claire kesal sendiri. Permainan ini benar-benar membuat Claire gila.
“Kamu dengar itu?” tanya Leon.
“Apa?” tanya Claire.
Tiba-tiba Claire mendengar langkah-langkah kaki yang berat dari kejauhan. Leon menaruh satu jari di depan mulutnya, mereka tidak boleh bersuara sekarang. Tiba-tiba Claire merentangkan tangannya mengeluarkan layar digital yang berbunyi cukup keras.
“Claire!” seru Leon dengan suara berbisik. Namun Claire tidak peduli, ia segera menekan tombol untuk berganti karakter. Claire memilih kembali menjadi Athena. Namun layar yang berbunyi-bunyi itu telah menarik perhatian sang minotaur. Langkah kaki berlari sang Minotaur membuat tanah di sekitar mereka bergetar.
“Daedalus yang membuat labirin ini adalah seorang pandai besi juga,” bisik Claire tiba-tiba. Pengetahuan dan kebijaksanaan Athena mulai memenuhi otaknya kini.
“Lalu?” tanya Leon.
“Kabarnya ia membuat sebuah koin logam dengan gambar denah labirin ini. Ia pasti meletakkannya di bagian tengah labirin itu. Aku, maksudku Aphrodite pernah melihat gambaran koin itu. Di tengah labirin ini seperti ada api. Kamu pasti bisa menemukan api dimanapun itu berada. Kamu adalah Ares,” kata Claire.
“Kutemukan kalian!!” seru Minotaur itu. Kini suaranya sudah terdengar sangat dekat.
“Apakah Ares bisa terbang?” tanya Claire.
“Bagaimana kalau kita bakar saja dinding tanaman ini lalu berlari melaluinya?” tanya Leon. Tanpa menunggu jawaban dari Claire, Leon sudah membakar dinding tanaman itu dengan kekuatan Ares. Dinding itu terbakar dan berlubang. Namun hanya hitungan sepersekian detik ia tumbuh kembali dengan cepat dan kokoh. Sementara itu, suara langkah-langkah banteng itu terdengar semakin keras dan tanah bergetar semakin kencang.
“Tidak semudah itu, Leon. Cobalah untuk terbang! Seharusnya dewa api bisa terbang kan?” seru Claire. Leon kemudian memeluk pinggang Claire dan sedetik kemudian mereka sudah berada di udara.
“Kembali!!” seru Minotaur itu melihat Claire dan Leon sudah melayang di udara.
“Ares! Kembali!” serunya lagi dengan suara bergemuruh.
Leon masih berusaha menyeimbangkan dirinya di udara, di tengah kabut tebal yang menutupi sekeliling mereka.
“Berkonsentrasilah!” seru Claire.
Sementara itu, Minotaur itu sudah berada tepat di bawah mereka. Dengan lompatan-lompatannya yang tinggi, ia berusaha menangkap kaki Leon dan Claire. Bunyi berdebam terdengar setiap kali kakinya menyentuh tanah, membuat retakan-retakan di tanah.
“Sial!” seru Leon saat Minotaur itu berhasil menggapai pergelangan kakinya, membuat Leon dan Claire hampir jatuh ke tanah. Minotaur bertubuh berat itu bergelantungan di kaki Leon. Ia tertawa menggelegar sambil berusaha membawa Leon dan Claire turun.
“Turun, Ares! Aku akan membuat kalian menjadi makananku!” serunya.
“Lepaskan, banteng jelek!” seru Leon kesal. Ia berusaha melepaskan pegangan tangan Minotaur dari pergelangan kakinya.
Leon berusaha menebas tangan Minotaur itu dengan pedangnya. Namun sulit saat ia bahkan tidak bisa menyeimbangkan dirinya sendiri di udara.
“Lepaskan!” seru Claire sambil menghujamkan tombaknya ke arah Minotaur. Serangan itu sama sekali tidak terbaca oleh Minotaur, sebab Claire sedikit tertutup kabut dari pandangan matanya. Tombak emas itu berhasil menggores tangan Minotaur cukup dalam dan membuatnya melepaskan pegangan tangannya dari pergelangan kaki Leon.
“Cepat!” seru Claire. Leon cepat-cepat melaju meskipun terbangnya oleng. Leon mengambang tak menentu di udara. Saat ia berusaha melaju, ia malah menukik ke arah bawah dengan cepat.
“Aaaaahhh!! Leooonnn!! Ke atas!!” teriak Claire saat tubuh mereka mulai menabrak dinding labirin berkali-kali.
“Aaaaaa!! Aku juga sedang berusaha!” seru Leon. Ia kemudian memejamkan matanya dan mereka terbang ke atas dengan cepat, menembus kabut.
“Leon!! Berhenti!” teriak Claire. Saat Leon membuka matanya ternyata mereka sudah berada di kegelapan. Bagian yang tidak ada dalam game. Di atas mereka seperti kubah hitam besar yang nampak sangat keras. Leon terkejut dan berhenti terbang. Seketika itu juga mereka terjun bebas ke bawah.
“Aaaaa!! Leon!! Terbang! Terbang!” seru Claire panik.
“Aaaaa!! Bagaimana caranya?!!” teriak Leon saat mereka meluncur turun hingga menembus kabut tebal. Di hadapan mereka sudah terlihat jelas labirin hijau itu.
“Konsentrasi sekarang!” seru Claire.
Dalam beberapa detik mereka akan jatuh berdebam ke tanah dan kehilangan satu nyawa masing-masing.
“Aaaaahhh!” teriakan Claire sudah tidak karuan ketika mereka sudah hampir sampai ke tanah. Entah akan terasa sakit atau tidak, tapi yang jelas mereka akan kehilangan nyawa. Claire memejamkan matanya, bersiap menerima hantaman namun setelah menunggu beberapa detik, tidak terjadi apa-apa. Saat Claire membuka matanya, tepat di depan matanya adalah rumput hijau yang berjarak hanya sekitar lima centimeter saja.Claire menghela napas saat mengetahui bahwa mereka melayang lima centimeter di atas tanah. Gadis itu menengok ke arah Leon yang masih memeluk pinggangnya kuat-kuat. Pria itu masih memejamkan mata.“Buka matamu dan lepaskan aku,” kata Claire.Leon membuka matanya perlahan, lalu menghela napas lega. Di saat yang sama mereka langsung jatuh ke tanah begitu saja.“Leon!” protes Claire saat berusaha bangkit. Meskipun hanya berjarak lima centimeter saja, jatuh seperti tadi rasanya cukup sakit. Apalagi rerumputan seakan menus
“Kamu sangat cantik dan aku mencintaimu,” jawab Minotaur itu dengan mata bersinar keemasan.“Benar. Aku juga mencintaimu. Karena itu, biarkan aku dan temanku pergi ke tempat yang ditempa dengan api. Mungkin kamu tahu dimana itu?” tanya Claire lagi sambil tersenyum kikuk. Ia menaruh sebelah tangan di pinggang, berusaha terlihat seksi.“Tempat yang ditempa dengan api?” tanya Minotaur itu.“Iya, yang menyimpan benang merah milik Ariadne...?” Claire tidak yakin dengan nama yang ia sebutkan. Ia menoleh ke arah Leon yang dengan cepat mengangguk-angguk. Dalam legenda, Theseus berhasil keluar dari labirin Pulau Kreta dengan mengandalkan benang merah dari Ariadne yang jatuh cinta padanya.“Rasanya aku tahu tempat itu. Ada di bagian pusat dari labirin ini. Di sebelah sana, beberapa blok lagi. Ambil saja tikungan ke kanan. Ares pasti bisa menemukannya,” jawab Minotaur itu.“Seharusnya kamu kata
“Jadi, sebenarnya sudah berapa lama kamu terjebak di dalam sini?” tanya Claire sambil mengunyah ayam panggangnya.“Waktu di dalam sini rasanya tidak sama dengan di luar sana. Aku benar-benar tidak tahu. Mungkin beberapa minggu, atau beberapa bulan,” jawab Leon.“Pasti mengerikan,” sahut Claire lagi. Membayangkan berada di dalam sebuah game begitu lama.“Hal terakhir yang kuingat di luar sana adalah Donald Trump menjadi presiden. Jadi bagaimana selama beberapa bulan ini? Sudah ada kejadian apa semenjak pemerintahannya?” tanya Leon santai, mencoba memulai pembicaraan kasual.Namun, kata-kata Leon itu membuat Claire terperangah dan berhenti mengunyah sesaat. Matanya menatap Leon tanpa berkedip.“Kenapa?” tanya Leon. Pria itu bahkan menoleh ke belakang, mengira ada sesuatu di belakangnya, tapi tidak ada apa-apa di sana. Leon kembali menatap Claire dengan bingung. Claire menunduk sedikit lalu m
Tiba-tiba getaran di tanah itu berhenti. Claire dan Leon saling bertatapan, sebab tidak ada yang terjadi di sekitar mereka.“Tidak ada apa-apa?” tanya Claire.“Sepertinya begitu,” jawab Leon.Mereka menunggu beberapa menit lagi, tapi tetap saja tidak ada yang terjadi. Intuisi Claire mengatakan ada sesuatu yang ganjil, tapi atmosfir di sekeliling mereka mengatakan sebaliknya. Keadaan sangat tenang dan damai.“Kurasa sebaiknya kita memanfaatkan waktu untuk beristirahat sekarang, sebelum ada hal lain yang terjadi. Setelah tidur, kita selesaikan level ini,” ujar Leon.“Baiklah,” jawab Claire.Mereka berdua menghabiskan makanan terakhir yang ada di atas nampan dan seketika semua alat makan itu berkedip-kedip lalu menghilang. Claire dan Leon tidur berbaring bersebelahan di atas rumput. Rasanya lelah sekali, Claire langsung tertidur begitu kepalanya menyentuh rerumputan yang lembut itu. Suasana yang h
“Shit!” seru Leon. Ia merogoh saku bajunya dengan panik dan mengeluarkan benang merah Ariadne. Tanpa pikir panjang ia menjatuhkannya ke tanah, berharap sesuatu terjadi, tapi ternyata tidak terjadi apa-apa.“Apakah kita harus mengikatkannya pada sesuatu?” tanya Claire.“Mari kita coba,” jawab Leon. Ia cepat-cepat mencari sesuatu untuk bisa mengikatkan ujung benang itu. Leon memutuskan untuk mengikatkannya pada ujung tanaman yang menjadi dinding labirin. Ia kemudian cepat-cepat menjatuhkan gulungannya ke bawah. Leon dan Claire berharap sesuatu terjadi sekarang, namun tetap saja tidak ada yang terjadi.“Waktunya tiga menit lagi! We are not gonna make it!” seru Claire panik.Sementara itu Ariadne hanya diam mematung, menunggu Leon dan Claire mencari cara untuk menggunakan benangnya. Leon dengan kesal memutuskan simpul yang tadi ia buat dengan benang itu lalu melemparkannya ke udara. Namun tiba-tiba, gulungan ben
“Claire!” seru Leon saat menyadari apa yang sedang terjadi.Namun semuanya sudah terlambat, Claire berkedip-kedip menghilang. Sedetik kemudian ia jatuh dari langit tepat ke hadapan Ariadne. Sekali lagi, Ariadne akan menusuk Claire. Namun kali ini, Leon berhasil menangkis tangan Ariadne dan membuat pisau itu jatuh dan menancap ke lantai kayu kapal. Di saat yang sama, Leon mendorong Claire menjauh. Ia tidak bisa membiarkan Claire kehilangan satu nyawa lagi.“Shit!” seru Claire saat ia kembali ke atas kapal. Ia sudah melawan monster-monster mengerikan dan bisa mempertahankan nyawanya, tapi kini ia harus kehilangan nyawa hanya karena sebuah belati kecil. Menggelikan! Claire sangat kesal, ia hampir menyerang Ariadne saat itu juga.“Claire... Tenanglah. Kita tidak bisa menang dengan cara seperti itu,” kata Leon berusaha menenangkan Claire. Wanita itu menghela napas panjang, ia tahu Leon benar. Ia berbalik badan lalu kembali duduk ja
“Selamat pagi, Theseus,” kata Ariadne yang tiba-tiba muncul di belakangnya.“Selamat pagi. Pagi yang indah ya? Bagaimana kalau kita berhenti dan berjalan-jalan di pulau itu dulu?” tanya Leon pada Ariadne sambil menunjuk pulau di hadapan mereka. Di atas pulau itu ada panah merah berkedip-kedip dengan tulisan Naxos Island di atasnya.“Tapi kita tidak bisa buang-buang waktu, Theseus. Kita harus pergi ke Athena secepatnya,” jawab Ariadne.“Tapi...”“Tapi kita tidak bisa buang-buang waktu, Theseus. Kita harus pergi ke Athena secepatnya,” kata Ariadne mengulangi kata-katanya lagi. Ia kemudian kembali masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu. Di saat yang sama, Claire membuka pintu lalu melambai-lambaikan tangannya menyuruh Leon cepat masuk. Leon cepat-cepat masuk ke dalam kamar Claire dan menutup pintunya rapat-rapat.“Pulau Naxos ada di sana, jika kita melewatinya level ini gagal, kita h
Layar digital kembali tertutup diiringi bunyi beep. Leon dan Claire bertatapan sejenak dari kejauhan.“Serahkan ini padaku,” kata Leon tanpa suara. Ia berharap Claire dapat membaca gerakan mulutnya. Claire mengangguk pelan. Leon kemudian berpaling pada Ariadne yang sedang berjalan di sebelahnya.“Ariadne, mari kita lanjutkan, kita cari tempat yang romantis di dalam pulau ini,” kata Leon sambil tersenyum.“Tentu,” jawab Ariadne senang. Senyumnya yang menawan terkadang membuat Leon lupa kalau Ariadne sebenarnya hanyalah sebuah tokoh dalam game.Leon membawa Ariadne masuk ke dalam pulau, menyusuri tepian pantai lalu masuk ke dalam hutan. Leon melihat ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada siapa-siapa di sini. Ariadne menggenggam tangannya dengan erat sambil tersenyum. Membuat Leon hampir merasa tak tega meninggalkannya sendirian di pulau ini. Ia harus mengingatkan dirinya sendiri berkali-kali, kalau Ariadne tidaklah nyata