Share

Batu nisan

"Berani kamu mengancam saya?"

Tangannya mencengkram kuat rahang Helena, dia salah menduga, ternyata apa yang dikatakan kakaknya adalah benar, dia kejam.

"Lepaskan saya Tuan!"

Kedua tangan Helena berusaha melepaskan tangan Bastian yang malah semakin mengeratkan cengkramannya.

"Melepaskan mu? jangan harap saya akan melepaskan mu, gadis culun."

"Saya ada janji dengan keponakan anda," kata Helena dengan susah payah.

"Saya tidak perduli. Itu janji kamu dengan Stela."

"Lepaskan saya, saya mohon! sakit," wajahnya benar-benar terlihat kesakitan.

Bastian memang melepaskannya, tapi sangat kasar ia menghempaskan tubuh Helena ke atas ranjang. Ia memegangi rahangnya yang terasa sakit.

"Jangan coba-coba bermain dengan ku! apa lagi mengancam ku," setalahnya ia pun keluar dari kamar, meninggalkan Helena dalam kesakitan.

"Dasar gila," sungutnya memaki, melempar pintu dengan bantal.

"Pria berwajah dua. Bersikap manis seperti kucing lapar, padahal kamu buas seperti singa kelaparan. Gue benci sama lo," terus ia melempar makian penuh emosi.

"Kalau bukan karna papah yang minta, gue gak sudi nikah sama lo, Haidar bastian," ucapnya mengumpat dalam hati.

Bastian belum pergi, ia masih berdiri di depan pintu kamar. Dia berjaga-jaga di sana, khawatir saat Helena berteriak, ada sesorang yang melintas, dan mendengar teriakannya. Setelah dirasa aman, juga gadis di dalam kamar tidak lagi berteriak, ia pun pergi meninggalkan rumah menuju suatu tempat.

Tempat yang cukup jauh dari pusat kota Jakarta. Bastian membawa mobilnya memasuki suatu area, melewati gerbang yang memiliki panjang lebih dari sepuluh meter itu secara perlahan.

"Siang Bos," sapa salah satu Security yang sedang berjaga disana.

"Siang," mobilnya berhenti sebentar di depan pos Security.

"Kemana aja, Bos?" Security itu berdiri di sebelah mobil bastian, menyapanya ramah.

"Ada aja Pak. Gak kemana-mana," jawabnya juga ramah. Sikap Bastin dengan orang lain sangat berbeda saat ia bersama Helena. Dia bersikap manis, tapi dalam sekejap ia bisa berubah kasar.

"Saya ke dalam dulu ya pak."

"Silahkan, silahkan."

Bastian kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang cenderung pelan memasuki area pemakaman yang luasnya hampir 50 hektar itu, dengan pemandangan rumput hijau nan luas, membuat udara di sana sangat sejuk juga menenangkan.

SAN DIEGO HILLS.

Pemakaman super mewah yang terletak di kota Karawang, tempat dimana jasad kekasihnya di kebumikan.

Bastian memarkirkan mobilnya di bahu jalan dekat dengan makam kekasihnya. Ia turun dari mobil sambil membawa seikat bunga lily putih lalu menaruhnya di atas batu nisan yang terukir indah nama wanitanya.

"Sayang, aku datang. Maaf aku baru mengunjungi mu."

"Aku datang untuk meminta maaf. Maaf karna sekarang aku sudah menikah," Bastian duduk di samping kuburan, sambil mengusap batu nisan seolah sedang mengusap wajah kekasihnya.

"Aku harap kamu tidak marah, sayang."

"Aku melakukan ini demi Samuel, karna dia ingin menikahi kekasihnya. Kamu tau kan dengan keyakinan keluarga ku? Samuel tidak bisa menikah, kalau aku tidak menikah lebih dulu."

Bastian mencium batu nisan, seolah sedang mencium kening sang kekasih.

"Aku mencintai mu. Bahkan sampai sekarang, aku masih sangat mencintai mu."

"Taman bunga Shibazakura yang kamu minta itu, masih bermekaran indah. Apa kamu ada di sana? di taman yang aku buat untuk mu?"

"Aku memelihara taman ini dengan sepenuh hati ku, tidak ada yang bisa masuk ke sana kecuali aku dan kamu. Aku yakin kamu menyukainya, sayang..."

Panjang lebar ia bicara di depan kuburan, seolah sedang bicara langsung pada kekasihnya. Udara yang sejuk juga pepohonan yang rindang, membuat Bastian betah berlama-lama di sana.

PASAR TUMPAH.

Nama asal-asalan saja. Tidak ada Pasar Tumpah. Helena hanya mengarang perihal pasar itu, hanya demi menghentikan tangis Stela tadi, dan memang usahanya berhasil. Yang jadi masalah sekarang, Stela menagih janji pada Helena perihal pasar itu.

Masih dalam perjalanan, Helena bingung harus mengajak gadis kecil ini ke mana, Tanah Abang? pasar yang dipadati oleh lautan manusia? membayangknnya saja Helena merasa pusing, apa lagi benar-benar ada di sana.

"Kemana dong, Kak?" bertanya pada Mark yang tengah fokus pada jalanan. Ia melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

"Saya gak tau Nyonya," jawabnya. Sekilas ia melirik ke arah Helena yang duduk tepat di sebelahnya, sedang Stela duduk di jok penumpang tengah asik mengobrol dengan boneka yang ia bawa.

"Mangkannya jangan ngarang cerita, Ditagih kan sekarang?" ucapnya sambil menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.

"Ish.. Kakak nih."

"Bukannya bantu cari jalan keluar, malah nyalahin."

"Loh, iya kan? sekarang yang repot siapa coba?" ucapnya tanpa mengalihkan pandangan karna kondisi jalan yang ramai.

"Iya, iya."

Helena bersandar sambil menatap ke luar jendela seraya berfikir, "Kemana coba?" terus berfikir keras, sampai akhirnya ia melihat bangunan klasik bertuliskan MUSEUM SEJARAH JAKARTA. Bangunan bergaya kolonial dengan dominasi warna putih, memberi jalan keluar kemana Helena harus membawa Stela.

"Ini kota tua kan kak?" tanya Helena dengan mata berbinar.

Mark mengangguk, "Iya."

Di depan belok kanan, di sana ada pasar tumpah yang sebenarnya," kata Helena antusias.

Mark mengikuti perintah Helena, ia memarkirkan mobilnya di depan ruko yang tutup, karna tidak di sediakan parkiran di pasar tersebut. Terpaksa mereka harus berjalan cukup jauh, menuju tempat yang di maksud.

"Ini Pasar Tumpah itu Tante?" tanya Stela yang terlihat bingung saat melihat begitu ramainya pengunjung. Ini kali pertama Stela main ke pasar, di bawah terik matahari, juga polusi yang ikut memadati ribuan manusia di PASAR ASEMKA Yang ia sebut sebagai Pasar Tumpah.

"Iya, ini pasar Tumpah itu," ucapnya dengan senyum meyakinkan. Sedang Mark cuma bisa geleng-geleng kepala dengan ide konyol dari istri tuannya.

"Mau masuk? kita menjelajah di dalam. Banyak yang jual mainan juga loh."

Stela mendongakan kepalanya menatap wajah Helena yang terlihat sangat meyakinkan, yakin kalau ia akan sangat menyukai kalau sudah berada di dalam.

Stela mengangguk setuju, "Baiklah."

Merka menyebrangi jalan saling bergandengan tangan, bahkan Mark terlihat seperti suami Helena menjaganya dari rasa tidak aman.

Terus menyusuri kepadatan Pasar Asemka dengan berjalan pelan. Berkali-kali Stela mengutarakan rasa senangnya berada di sana, terutama karna banyaknya penjual mainan yang membuat Stela terus membeli beberapa mainan sesuai yang di inginkah

"Tante aku mau itu," pintanya sambil menunjuk pada salah satu mainan yang tersimpan di atas lemari si penjual.

"Kitchen set?" tanya Helen untuk memastikan.

"Iya, Tante..."

"Om yang ambilin ya," Mark masuk ke dalam untuk mengambil mainanan yang ditunjuk oleh Stela.

Sudah mendapatkan apa yang ia mau. Mereka kembali berjalan, menyusuri pasar dengan rianganya. Terlalu padat dengan pengunjung,  tiba-tiba seseorang menarik tangan Helena, membawa ia ke sebuah gudang kosong yang letaknya tak jauh dari lokasi pasar.

"Brukk..." pria itu menghempaskan tubuh Helena hingga tersungkur ke lantai, bahkan pelipisnya membentur ujung meja yang tajam.

"Kak Gema?" Helena menatap ketakutan, bahkan ia tidak sadar kalau pelipisnya mengeluarkan darah segar.

"Apa yang lo lakuin di sini? khak..?" ucapnya membentak.

"Lo lupa apa tugas lo di rumah itu?"

"Cari berkas, bakar, hanguskan sampai tidak bersisa," terus Gema berkata dengan membentak. Tidak ada yang bisa Helena lakukan selain diam dan mendengar makian darinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status