Share

Panik

Terlalu asik memilah-milah jenis mainan yang akan di beli, Mark sampai tidak menyadari kalau sudah hampir lima belas menit Helena tidak ada di sana. Ia disibukan oleh Stela yang keinginannya terus berubah saat melihat jenis mainan yang berbeda. Karna lelah, ia pun memilih duduk dan membiarkan Stela megaduk-aduk semua mainan yang sudah diturunkan si abang penjual itu.

Merasa haus, saat akan meminta izin pada Helena untuk membeli minum, ia baru menyadari kalau Helena tidak ada di sana.

"Kemana dia?"

Mark mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari saku jasnya, lalu menghubungi Helena dalam sambungan telepon.

"Tuut.

"Tuut.

Beberapa kali mencoba, akhirnya Helena merespon panggilan dari Mark.

"Nyonya, anda di mana?" tanya Mark sambil memperhatiakan Stela masih asik memilah-milah mainan.

"Kak.." suara Helena terdengar seperti merintih kesakitan.

"Ada apa dengan anda, Nyonya?" Wajah Mark berubah panik.

"Aku di mobil. Udah selesai beli mainannya?"

"Om, aku mau yang ini?" ucap Stela sambil mengacungkan satu mainan sejenis lego berlogo Barby dengan rambut panjang menjuntai ke bawah menara.

Stela sudah mendapatkan mainan yang ia suka. Setelah melakukan pembayaran, dengan susah payah Mark langsung menggendong Stela lalu membawanya keluar dari pasar, dengan menerobos ribuan manusia yang memadati.

Ia berlari sangat cepat, bahkan ia hampir tertabrak saat menyebrang jalan karna tidak menoleh kanan dan kiri. Stela pun sampai mengeratkan pelukannya agar tidak jatuh karna Mark benar-benar berlari sangat cepat. Begitu sampai di sana, wajah Mark semakin panik saat melihat gadis berusia 20 tahun itu terduduk lemah di samping mobil.

"Nyonya...?"

Mark menurunkan Stela dari gendongannya, lalu membawa kepala helena ke dalam dekapannya.

"Nyonya, apa yang terjadi?"

"Kak.." suara Helena semakin lirih, tubuhnya semakin lemah, tatapan matanya pun menjadi kosong, membuat kepanikan Mark semakin menjadi.

"Om, Kakak kenapa?" tanya Stela yang juga ikut ketakutan.

"Stela bantu Om bukakan pintu!" titahnya pada Stela. Beruntung anak kecil itu cepat tanggap, ia membuka pintu jok belakang, lalu Mark membawa Helena masuk ke dalam, dan merebahkan Helena di jok penumpang. Sedangkan Stela kali ini duduk di samping kemudi sambil memeluk mainan yang ia beli tadi.

Tanpa berfikir panjang lagi, Mark langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumahsakit terdekat

Sepanjang perjalanan ia memikirkan kondisi Helena yang semakin lemah. Ia juga melihat darah segar mengalir di pelipis matanya. Bisa dipastikan kalau Helena tengah terluka karna benturan benda tumpul. Bukan cuma itu, ia bahkan melihat Helena meremas perutnya menahan sakit. Entahlah ada apa dengan perut gadia itu, yang ada di pikirannya saat ini adalah membawa Helena ke rumah sakit.

Begitu sampai di rumah sakit, ia langsung dilarikan ke ruang UGD untuk penanganan awal. Karna ia datang bersama gadis dibawah umur, suster yang berjaga di sana, melarang Mark masuk ke dalam, dan akhirnya ia bersama Stela menunggu di ruang tunggu, sementara Helena berada di dalam, dalam penangana dokter.

"Om, tante kenapa?" tanya Stela pada Mark yang duduk di sebelahnya. Mark terus diam sambil memijat-mijat keningnya, seraya berfikir.

"Apa yang akan aku katakan pada tuan? Aku tau dia tidak mencintai gadis ini. Tapi, apa itu bisa menjamin kalau Tuan tidak marah?"

Mark terus bergelut dengan pikirannya, sampai tidak sadar kalau Stela sudah mengajukan pertanyaan berkali-kali sampai kesal.

"Om, denger gak sih?" Bibir anak kecil itu mengerucut kesal.

"Maaf, maaf. Stela tadi tanya apa?"

"Tante Helena kenapa?" Stela kembali mengulang pertanyaannya.

"Om gak tau, mungkin tante kecapean."

Stela diam setelah Mark menjawab pertanyaannya. Kurang dari dua puluh menit mereka menunggu, akhirnya dokter yang menangani Helena keluar dari ruangan.

Mark langsung berdiri menghampiri dokter itu sambil menggandeng tangan Stela, "Dok, bagaimana keadaan pasien?" tanyanya khawatir.

"Gak apa-apa. Lukanya masih tergolong ringan, dan sakit di perutnya mungkin karna dia sedang datang bulan." kata Dokter itu coba menjelaskan.

"Ringan?" Mark mengerutkan keningnya.

"Kalau ringan, kenapa dia sampai pingsan? apa datang bulan membuat dia sampai hilang kesadaran, dan apa datang bulan semenyakitkan itu? lalu bagaimana dengan keningnya yang berdarah, apa masih bisa dikatakan tingan?" Mark mengajukan pertanyaan berkali-kali, bahkan pertanyaan pertama saja belum mendapat jawaban.

"Tenang anak muda. Luka di dahinya hanya sedikit, hanya membutuhkan tiga jahitan. Dan yang membuat dia pingsan bersumber dari kram di perutnya. Itu biasa terjadi pada wanita yang sedang datang bulan." Dokter itu menjelaskan secara garis besarnya, supaya mudah di pahami oleh Mark yang terlalu panik.

Mark mengangguk paham, " Baiklah. Kalau begitu boleh saya menemuinya?"

"Silahkan. Dia bahkan bisa dibawa pulang kalau air infusannya sudah habis.

"Baik Dok."

Setelah dokter itu pergi, Mark dan Stela masuk ke dalam melihat kondisi Helena yang masih terbaring di tas ranjang besi khas rumahsakit.

Saat berada di dalam, Mark melihat Helena berbaring menatap kosong langit-langit rumahsakit dengan infus d tangan kanan yang sudah hampir habis. Dia bahkan tidak menyadari kalau saat ini Mark sudah berdiri di sampingnya.

"Nyonya...!" suara Mark menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

"I...iya Kak?" sautnya tergugup. Gugup karna belum punya alasan yang tepat kalau Mark bertanya penyebab kenapa dirinya sampai bisa ada dalam kondisi seperti ini.

"Apa yang terjadi, Nyonya?"

Benar kan? dia pasti menanyakan hal itu, Helena kembali gugup, entah apa yang akan dia katakan, alasan apa yang tepat untuk menjawab pertanyaan Mark? Mark bukan orang biasa, dia pria kepercayaan Bastian, dan seorang Bastian tidak mungkin memilih Mark sebagai asisten pribadinyan, kalau Mark tidak memiliki sesuatu yang special.

"Nyonya, katakan apa yang terjadi? mungkin saya bisa membantu anda?" ucapnya lagi.

"Kalau mau bantu, tolong bilang sama suster untuk mencabut jarum infus! karna aku mau pulang," ucapnya mengalihkan pembicaraan.

"Tunggu sebentar, Nyonya. Infusannya belum habis, dokter membolehkan anda pulang, kalau sudah habis satu kantung air infus."

"Tapi aku sudah merasa baikan. Ayolah, aku mau pulang, aku mau istirahat sebelum Bastian sampai dirumah. kakak tau kan, kalau ada dia bagaimana? aku gak bakal bisa istirahat," pintanya sedikit memaksa.

Mark sangat tau bagaimana sifat tuannya, dan yang dikatakan Helena benar. Karna kasihan, akhirnya Mark menuruti keinginannya untuk cepat pulang, bahkan air infusan belum sempat habis.

Mark melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia mengejar waktu sampai di rumah lebih dulu sebelum Bastian. Helena yang terlihat masih lemas, duduk bersandar menatap ke depan dengan tatapan kosong, sama seperti tadi saat di rumahsakit. Sedang Stela tertidur di jok penumpang karna kelelahan.

Begitu sampai dirumah, Helena langsung masuk ke dalam kamar tanpa menjawab pertanyaan Mark yang lagi-lagi ia lontarkan saat keluar dari mobil. Sedang Stela langsung bermain bersama pengasuhnya di halamam belakang.

"Apa yang terjadi dengan dirinya? apa dia menyembunyikan sesuatu?"

Mark menatap kebingungan, melihat Helena menaiki anak tangga dengan langkah gontainya, juga tangan yang terus meremas perutnya yang masih terasa sakit, walaupun tidak sesakit seperti pertama.

Beruntung rumah dalam kedaan sepi, Helena tidak perlu memberi penjelasan apapun pada siapapun perihal kondisi dirinya saat ini.

Sampai di dalam kamar, Helena langsung membersihkan diri, lalu mengoles luka di pelipis matanya dengan salep yang diresepkan oleh dokter saat pulang. Ia membiarka lukanya terbuka agar lebih cepat kering.

"Untung aja pria dengan kepribadian ganda itu belum pulang. Kalau pulang, habis aku."

"Jglek.."

"Siapa pria yang kamu sebut berkepribadian ganda itu?"

"Tuan...?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status