Share

Panik

Author: Nurkomalasari
last update Last Updated: 2021-06-21 13:51:09

Terlalu asik memilah-milah jenis mainan yang akan di beli, Mark sampai tidak menyadari kalau sudah hampir lima belas menit Helena tidak ada di sana. Ia disibukan oleh Stela yang keinginannya terus berubah saat melihat jenis mainan yang berbeda. Karna lelah, ia pun memilih duduk dan membiarkan Stela megaduk-aduk semua mainan yang sudah diturunkan si abang penjual itu.

Merasa haus, saat akan meminta izin pada Helena untuk membeli minum, ia baru menyadari kalau Helena tidak ada di sana.

"Kemana dia?"

Mark mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari saku jasnya, lalu menghubungi Helena dalam sambungan telepon.

"Tuut.

"Tuut.

Beberapa kali mencoba, akhirnya Helena merespon panggilan dari Mark.

"Nyonya, anda di mana?" tanya Mark sambil memperhatiakan Stela masih asik memilah-milah mainan.

"Kak.." suara Helena terdengar seperti merintih kesakitan.

"Ada apa dengan anda, Nyonya?" Wajah Mark berubah panik.

"Aku di mobil. Udah selesai beli mainannya?"

"Om, aku mau yang ini?" ucap Stela sambil mengacungkan satu mainan sejenis lego berlogo Barby dengan rambut panjang menjuntai ke bawah menara.

Stela sudah mendapatkan mainan yang ia suka. Setelah melakukan pembayaran, dengan susah payah Mark langsung menggendong Stela lalu membawanya keluar dari pasar, dengan menerobos ribuan manusia yang memadati.

Ia berlari sangat cepat, bahkan ia hampir tertabrak saat menyebrang jalan karna tidak menoleh kanan dan kiri. Stela pun sampai mengeratkan pelukannya agar tidak jatuh karna Mark benar-benar berlari sangat cepat. Begitu sampai di sana, wajah Mark semakin panik saat melihat gadis berusia 20 tahun itu terduduk lemah di samping mobil.

"Nyonya...?"

Mark menurunkan Stela dari gendongannya, lalu membawa kepala helena ke dalam dekapannya.

"Nyonya, apa yang terjadi?"

"Kak.." suara Helena semakin lirih, tubuhnya semakin lemah, tatapan matanya pun menjadi kosong, membuat kepanikan Mark semakin menjadi.

"Om, Kakak kenapa?" tanya Stela yang juga ikut ketakutan.

"Stela bantu Om bukakan pintu!" titahnya pada Stela. Beruntung anak kecil itu cepat tanggap, ia membuka pintu jok belakang, lalu Mark membawa Helena masuk ke dalam, dan merebahkan Helena di jok penumpang. Sedangkan Stela kali ini duduk di samping kemudi sambil memeluk mainan yang ia beli tadi.

Tanpa berfikir panjang lagi, Mark langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumahsakit terdekat

Sepanjang perjalanan ia memikirkan kondisi Helena yang semakin lemah. Ia juga melihat darah segar mengalir di pelipis matanya. Bisa dipastikan kalau Helena tengah terluka karna benturan benda tumpul. Bukan cuma itu, ia bahkan melihat Helena meremas perutnya menahan sakit. Entahlah ada apa dengan perut gadia itu, yang ada di pikirannya saat ini adalah membawa Helena ke rumah sakit.

Begitu sampai di rumah sakit, ia langsung dilarikan ke ruang UGD untuk penanganan awal. Karna ia datang bersama gadis dibawah umur, suster yang berjaga di sana, melarang Mark masuk ke dalam, dan akhirnya ia bersama Stela menunggu di ruang tunggu, sementara Helena berada di dalam, dalam penangana dokter.

"Om, tante kenapa?" tanya Stela pada Mark yang duduk di sebelahnya. Mark terus diam sambil memijat-mijat keningnya, seraya berfikir.

"Apa yang akan aku katakan pada tuan? Aku tau dia tidak mencintai gadis ini. Tapi, apa itu bisa menjamin kalau Tuan tidak marah?"

Mark terus bergelut dengan pikirannya, sampai tidak sadar kalau Stela sudah mengajukan pertanyaan berkali-kali sampai kesal.

"Om, denger gak sih?" Bibir anak kecil itu mengerucut kesal.

"Maaf, maaf. Stela tadi tanya apa?"

"Tante Helena kenapa?" Stela kembali mengulang pertanyaannya.

"Om gak tau, mungkin tante kecapean."

Stela diam setelah Mark menjawab pertanyaannya. Kurang dari dua puluh menit mereka menunggu, akhirnya dokter yang menangani Helena keluar dari ruangan.

Mark langsung berdiri menghampiri dokter itu sambil menggandeng tangan Stela, "Dok, bagaimana keadaan pasien?" tanyanya khawatir.

"Gak apa-apa. Lukanya masih tergolong ringan, dan sakit di perutnya mungkin karna dia sedang datang bulan." kata Dokter itu coba menjelaskan.

"Ringan?" Mark mengerutkan keningnya.

"Kalau ringan, kenapa dia sampai pingsan? apa datang bulan membuat dia sampai hilang kesadaran, dan apa datang bulan semenyakitkan itu? lalu bagaimana dengan keningnya yang berdarah, apa masih bisa dikatakan tingan?" Mark mengajukan pertanyaan berkali-kali, bahkan pertanyaan pertama saja belum mendapat jawaban.

"Tenang anak muda. Luka di dahinya hanya sedikit, hanya membutuhkan tiga jahitan. Dan yang membuat dia pingsan bersumber dari kram di perutnya. Itu biasa terjadi pada wanita yang sedang datang bulan." Dokter itu menjelaskan secara garis besarnya, supaya mudah di pahami oleh Mark yang terlalu panik.

Mark mengangguk paham, " Baiklah. Kalau begitu boleh saya menemuinya?"

"Silahkan. Dia bahkan bisa dibawa pulang kalau air infusannya sudah habis.

"Baik Dok."

Setelah dokter itu pergi, Mark dan Stela masuk ke dalam melihat kondisi Helena yang masih terbaring di tas ranjang besi khas rumahsakit.

Saat berada di dalam, Mark melihat Helena berbaring menatap kosong langit-langit rumahsakit dengan infus d tangan kanan yang sudah hampir habis. Dia bahkan tidak menyadari kalau saat ini Mark sudah berdiri di sampingnya.

"Nyonya...!" suara Mark menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

"I...iya Kak?" sautnya tergugup. Gugup karna belum punya alasan yang tepat kalau Mark bertanya penyebab kenapa dirinya sampai bisa ada dalam kondisi seperti ini.

"Apa yang terjadi, Nyonya?"

Benar kan? dia pasti menanyakan hal itu, Helena kembali gugup, entah apa yang akan dia katakan, alasan apa yang tepat untuk menjawab pertanyaan Mark? Mark bukan orang biasa, dia pria kepercayaan Bastian, dan seorang Bastian tidak mungkin memilih Mark sebagai asisten pribadinyan, kalau Mark tidak memiliki sesuatu yang special.

"Nyonya, katakan apa yang terjadi? mungkin saya bisa membantu anda?" ucapnya lagi.

"Kalau mau bantu, tolong bilang sama suster untuk mencabut jarum infus! karna aku mau pulang," ucapnya mengalihkan pembicaraan.

"Tunggu sebentar, Nyonya. Infusannya belum habis, dokter membolehkan anda pulang, kalau sudah habis satu kantung air infus."

"Tapi aku sudah merasa baikan. Ayolah, aku mau pulang, aku mau istirahat sebelum Bastian sampai dirumah. kakak tau kan, kalau ada dia bagaimana? aku gak bakal bisa istirahat," pintanya sedikit memaksa.

Mark sangat tau bagaimana sifat tuannya, dan yang dikatakan Helena benar. Karna kasihan, akhirnya Mark menuruti keinginannya untuk cepat pulang, bahkan air infusan belum sempat habis.

Mark melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia mengejar waktu sampai di rumah lebih dulu sebelum Bastian. Helena yang terlihat masih lemas, duduk bersandar menatap ke depan dengan tatapan kosong, sama seperti tadi saat di rumahsakit. Sedang Stela tertidur di jok penumpang karna kelelahan.

Begitu sampai dirumah, Helena langsung masuk ke dalam kamar tanpa menjawab pertanyaan Mark yang lagi-lagi ia lontarkan saat keluar dari mobil. Sedang Stela langsung bermain bersama pengasuhnya di halamam belakang.

"Apa yang terjadi dengan dirinya? apa dia menyembunyikan sesuatu?"

Mark menatap kebingungan, melihat Helena menaiki anak tangga dengan langkah gontainya, juga tangan yang terus meremas perutnya yang masih terasa sakit, walaupun tidak sesakit seperti pertama.

Beruntung rumah dalam kedaan sepi, Helena tidak perlu memberi penjelasan apapun pada siapapun perihal kondisi dirinya saat ini.

Sampai di dalam kamar, Helena langsung membersihkan diri, lalu mengoles luka di pelipis matanya dengan salep yang diresepkan oleh dokter saat pulang. Ia membiarka lukanya terbuka agar lebih cepat kering.

"Untung aja pria dengan kepribadian ganda itu belum pulang. Kalau pulang, habis aku."

"Jglek.."

"Siapa pria yang kamu sebut berkepribadian ganda itu?"

"Tuan...?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Love secret   Something

    Sejurus kemudian, Helena mendorong Bastian sampai jatuh ke lantai. "Apa-apaan ini?" ucapnya tanpa merubah posisi, mengangkat kedua kakinya ke atas. "Turunkan kaki anda, Tuan! Anda seperti mau melahirkan," Ha.. ha.. ha.. dia tertawa lepas sambil menutup mulutnya dengan tangan, melihat posisi jatuh suaminya yang lucu, membuat Helena sulit berhenti tertawa. "Berhenti tertawa, atau saya akan menerkam kamu lebih ganas dari semalam." Uuh.. itu sangat mengerikan. Luka bekas semalam saja belum sembuh, bagaimana rasanya senjata Bastian yang berukuran 14,5cm itu kembali masuk ke dalam lubang sempit miliknya? Helena langsung merapatkan kakinya naik ke atas, juga kedua tangan yang ia letakan di atas pangkuan. "Awas saja kalau anda berani!" kata Helena memperingatkan. "Gak jamin ya. Saya kan bisa lakuin kapan aja. Bahkan tanpa sepengetahuan kamu," senyumnya menyeringai. Helena melempari Bastian dengan bantal yang sedang ia pegang. "Pergi! S

  • Love secret   Tanggung jawab

    Sinar matahari yang masuk melalui kaca jendela kamar, mulai menerpa wajah cantik Helena yang sedang tertidur pulas di samping suaminya, Bastain. Ia mengerjap terbangun, mengucak matanya untuk memastikan sosok yang ada di sebelahnya sedang melingkarkan tangan ke atas perutnya. Begitu sadar kalau pria yang ada di sebelahnya adalah Bastian, Helena langsung beranjak dari tempat tidur sambil tertatih-tatih menjauh menahan rasa sakit di sana. "Apa ini? kenapa sangat perih?" Ia terus merangkak menuju kamar mandi, karna tak ada pilihan lagi selain pergi mengumpat di dalam sana. Gemericik air juga suara tangis Helena membangunkan Bastian yang baru saja tidur sejak dua jam yang lalu. Ia beranjak dari tempat tidur, lalu mengetuk pintu kamar mandi, memastikan kalau Helena baik-baik saja dia dalam. Namun yang di panggil tak menyahut hanya raungan tangisan yang semakin kencang, membuat Bastian semakin khawatir. "Helena. Kamu gak apa-apa kan?"

  • Love secret   Tidurlah dengan ku

    Hidup satu atap dengan seorang Haidar Bastian buka lah perkara yang mudah. Lihat saja, walaupun sudah memutuskan untuk berteman sejak tadi sore, Bastian tetap tidak mengizinkan Helena tidur di atas ranjang bersama dengan dirinya. Padahal kasur itu memiliki ukuran yang sangat luas. Jangankan dua orang, tiga sampai empat sekalipun masih cukup. Helena yang terus mendapat penolakan, akhirnya pasrah dengan kenyataan kalau malam ini dan seterusnya, tidak akan pernah bisa tidur di tas ranjang. Buka karna mau dekat dengan suaminya. tapi sungguh, semahal apapun sofa, tetap lebih nyaman tidur di atas kasur. Apa lagi kasur itu bernilai fantastis. 200juta? wow. sungguh penasaran dengan kenyamananya. pasti sangat nyaman. "Fix. Dia itu sangat pelit," berucap sambil membetulkan bantal di atas sofa. Hanya bantal, tidak ada selimut. Padahal AC di kamar itu terasa sangat dingin. Bagaimana tidak, ruangan itu bersuhu 16°c? Dia benar-benar gila. "Kita berteman satu kamar, t

  • Love secret   Kita berteman

    Helena terkejut dengan kedatangan Bastian yang tiba-tiba. Alasan yang sudah tersusun rapih di dalam otak, hilang menguap begitu saja bersamaan dengan munculnya sosok pria yang menurutnya memiliki kepribadian ganda."Tuan, bisa gak sih ketuk pintu dulu sebelum masuk?""Siapa pria yang kamu bilang memiliki kepribadian ganda itu?" membalas pertanyaan Helena dengan pertanyaan lagi. Ia masuk menghampiri sang istri yang tengah duduk di depan cermin rias, lalu meletakan kedua tangannya di atas meja, seolah sedang memeluknya dari belakang.Tak ingin luka di dahinya terekspos, Helena memalingkan wajahya menatap ke arah lain. Tapi sayang, mata elang pria arogan itu keburu menangkap sesuatu yang berusaha ia tutupi."Ada apa dengan wajah mu?" tanya Bastian saat luka di keningnya terlihat jelas di depan mata."Tidak ada," jawabnya singkat."Hei..." sedikit kasar Bastian menarik dagu Helena, memintanya untuk menatap lurus ke depan, lalu ia menyibakan poni

  • Love secret   Panik

    Terlalu asik memilah-milah jenis mainan yang akan di beli, Mark sampai tidak menyadari kalau sudah hampir lima belas menit Helena tidak ada di sana. Ia disibukan oleh Stela yang keinginannya terus berubah saat melihat jenis mainan yang berbeda. Karna lelah, ia pun memilih duduk dan membiarkan Stela megaduk-aduk semua mainan yang sudah diturunkan si abang penjual itu. Merasa haus, saat akan meminta izin pada Helena untuk membeli minum, ia baru menyadari kalau Helena tidak ada di sana. "Kemana dia?" Mark mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari saku jasnya, lalu menghubungi Helena dalam sambungan telepon. "Tuut. "Tuut. Beberapa kali mencoba, akhirnya Helena merespon panggilan dari Mark. "Nyonya, anda di mana?" tanya Mark sambil memperhatiakan Stela masih asik memilah-milah mainan. "Kak.." suara Helena terdengar seperti merintih kesakitan. "Ada apa dengan anda, Nyonya?" Wajah Mark berubah panik. "Aku di

  • Love secret   Batu nisan

    "Berani kamu mengancam saya?"Tangannya mencengkram kuat rahang Helena, dia salah menduga, ternyata apa yang dikatakan kakaknya adalah benar, dia kejam."Lepaskan saya Tuan!"Kedua tangan Helena berusaha melepaskan tangan Bastian yang malah semakin mengeratkan cengkramannya."Melepaskan mu? jangan harap saya akan melepaskan mu, gadis culun.""Saya ada janji dengan keponakan anda," kata Helena dengan susah payah."Saya tidak perduli. Itu janji kamu dengan Stela.""Lepaskan saya, saya mohon! sakit," wajahnya benar-benar terlihat kesakitan.Bastian memang melepaskannya, tapi sangat kasar ia menghempaskan tubuh Helena ke atas ranjang. Ia memegangi rahangnya yang terasa sakit."Jangan coba-coba bermain dengan ku! apa lagi mengancam ku," setalahnya ia pun keluar dari kamar, meninggalkan Helena dalam kesakitan."Dasar gila," sungutnya memaki, melempar pintu dengan bantal."Pria berwajah dua. Bersikap manis seperti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status