Share

Manis

Tepat pukul duabelas siang, Bastian dan Helena kembali ke Hotel tempat mereka menginap. Bisa di hitung berapa lama mereka menghabiskan waktu berdua hari ini? masih dalam hitungan jari. Rasanya sangat mustahil kalau dengan waktu sesingkat itu akan tumbuh benih-benih cinta di hati mereka. Jangankan cinta, rasa kasihan pun sepertinya tidak ada. Bastian bahkan tidak perduli saat Helena kesulitan membawa banyaknya kantung belanjaan.

"Menyebalkan," Ia bejalan di belakang Bastin sambil menghentakan kakinya karna kesal.

Namun, ada sedikit kejadian yang cukup menggelitik, saat Bastian bertemu temanya di dalam lift tadi, membuat bibir Helena kembali melengkung membentuk simpul, saat Kantung belanjaan yang dibawanya, langsung diambil alih oleh Bastain.

"Aku kan udah bilang, biar aku yang bawa, sayang..." ucap Bastian penuh kepalsuan.

Awalnya Helena cukup terkejut dengan perubahan sikap suaminya yang tiba-tiba, namun dalam hitungan persekiandetik, Helena langsung tau alasan di balik sikap lembutnya.

"sandiwara? baiklah," Helena mengikuti alur sandiwara yang di mulai oleh suami angkuhnya itu. Ia menautkan tangannya pada lengan Bastian yang sedang kesulitan membawa banyaknya kantung belanjaan. Bukan hanya itu, tas kecil miliknya pun ia kalungkan di leher suaminya.

"Kapan lagi kan bisa kayak gini?" ujarnya dalam hati.

"Terima kasih, Hubby..." senyum Helena penuh kepuasan. Demi totalitas, Bastian membalas senyum Helena dengan senyum termanisnya.

"Sama-sama, sayang..."

"Aahh... manisnya."

"Ciee... pengantin baru," selorohnya mengejek kemesraan Bastian dan Helena.

"Nginep berapa malam?" tanyanya basa-basi.

"Tiga malam," Bastian menjawab sambil membetulkan tas milik Helena yang melingkar di lehernya.

"Sayang, tolong bisa ambil tasnya?"

"Hubby, tangan ku pegal," kata Helena sangat manja. Tak ingin sandiwaranya diketahui banyak orang, akhirnya ia membawa semua kantung belanjaan sampai ke dalam kamarnya.

"Bruk..." begitu sampai di dalam kamar Hotel, Bastian melempar semua belanjaan ke atas sofa, sedang Helena tetap berdiri di belakangnya sambil menahan tawa.

"Ya ampun, aku menang banyak hari ini?" ujarnya dalam hati.

"Kurang ajar. Kenapa mesti ketemu orang itu?" Bastian mendengus kesal sambil memijat lengannya yang pegal. Ia duduk di atas sofa bersama semua belanjaan tadi. Sedang Helena masih berdiri di belakangnya yang terus berusaha menahan tawa.

"Ini gara-gara si t*i kucing Mark. Liat aja lo kalau dateng. Gue habisin lo sekalian,"

"Kamu juga," Bastian berdiri berkacak pinggang di depan Helena.

"Siapa yang suruh kamu glayutan di tangan saya? malah sekalian minta dibawain tas juga lagi. Nglunjak ya?"

"Maaf Hubby," upss.. Helena langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Memukul mulutnya beberapa kali dengan tangannya sendiri.

"Hubby...?" kening Bastian mengerut tidak suka.

"Maksud saya, Tuan."

"Totalitas Tuan, saya melakukan itu supaya lebih meyakinkan," ucapnya mencari pembelaan diri.

Sungguh kejadian tadi membuat Helena tidak bisa menghentikan tawanya, bahkan Mark yang baru mendengar ceritanya dari Helena pun ikut tertawa.

"Anda membuat saya dalam bahaya, Nyonya," kata Mark sambil bersandar pada mobilnya. Mereka berdua masih berada di parkiran menunggu Bastian yang belum juga selesai berdandan seperti wanita. Sangat lama.

"Bahaya kenapa kak?" tanya Helena yang tidak mengerti. Ia berdiri di depan Mark sambil merapihkan ujung rambut dengan jari-jari lentiknya. Dan yang paling menarik, adalah panggilan Helena pada Mark. Kakak.

"Iya lah, coba kalau tadi saya ikut sama kalian, kejadian memalukan tadi gak bakal terjadi," kata Mark dengan santainya, ia memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Tapi bagus lah kakak gak ikut, kalau tadi ikut aku gak bakal sesenang ini. Iya kan?"

"Bisa aja kamu," sejenak Mark sempat terpana melihat kecantikan Helena, namun dalam sekejap mata, ia langsung menyadarkan diri dari khayalannya.

"Khm.."

Suara Bastian seketika merubah suasana semakin dingin, bahkan bulu kuduk Helena sempat merinding ketakutan. Mungkin ia memiliki aura negatif, fikirnya.

"Ngapain kalian?" tanya Bastian dengan  angkuh.

"Lagi ngobrol," saut Helana dengan santai.

Helena sempat terkagum melihat penampilan Bastian yang begitu menawan, juga elegan. Ia mengenakan Taksido berwarna merah maroon, perpaduan dengan kemeja berwarna putih, menambah kadar ketampanannya mendekati level SEMPURNA.

Penampilan Helenapun tak kalah menariknya dengan sang suami. Gaun berwarna silver yang dibelikan oleh suaminya tadi, sangat cocok di tubuh kecil Helena yang tingginya hanya sebatas dadanya. Itu kalau tidak mengenakan hight hils, namun saat mengenakan hight hils, tingginya sangat pas untuk bersanding di sebelah Bastian.

Mereka menghadiri pesta. Pesta yang cekup meriah, sengaja diadakan oleh orangtua Bastian hanya untuk mengenalkan pengantin baru, juga mengumumkan pernikahan putra keduanya.

Helena saat ini tengah asik mengobrol dengan gadis kecil bernama Stela, Stela adalah keponakan Bastian dari adik terakhirnya yang bernama Caroline, namun sayangnya Caroline mengalami kelumpuhan pasca melahirkan Stela.

"Tante, kenapa tante sangat cantik?" Stela berkata sambil mengusap lembut pipi Helena.

"Benarkah?" senyum simpul nampak di wajah cantik Helena.

"Iya, Tante. Stela suka wajah ini. Stela mau punya wajah kayak Tante?" ia memiringkan wajahnya menatap Helena dengan senyum.

"Boleh. Oprasi plastik dulu."

Ha..ha..ha.. mereka tertawa lepas bersama, bicara dengan anak kecil lebih menyenangkan daripada bicara dengan anak dewasa yang isinya dipenuhi dengan keluhan dan amarah.

"Manis," ucap Bastian dalam hati. Ia tersenyum menatap wajah Helena, namun secepat kilat ia menampik ucapannya.

"Hus, gila. Mana ada kayak gitu manis? enek yang ada," kembali ia meluruskan pandangannya menatap ke depan, melihat ramainya tamu undangan yang hadir, dan menyapa beberapa tamu undangan yang menghampirinya.

Acara masih berlangsung dengan meriah, bahkan sampai pada puncaknya pengumuman pernikahan Samuel dengan kekasihnya Laura di umumkan di atas podium. Semua bertepuk meriah menyambut calon menantu baru yang di gadang-gadang akan menambah nilai saham kedua perusahaan yang sama-sama kuat itu.

Helena merasa jenuh terus berada di sana, karna yang di bahas mereka tidak jauh seputar dunia bisnis, dan bisnis.

Helena menghela nafas lega setelah duduk di bangku panjang menghadap langsung ke danau di taman dekat Hotel, "Ini lebih baik dari pada mendengarkan mereka bicara. Mereka membosankan."

Menyadari Helena tak ada di sampingnya, Bastian mencari keberadaan sang istri di sekeliling, namun sosok yang ia cari tidak ada di dalam sana, akhirnya ia memutuskan keluar mencari. Ia mendapati sang istri sedang bicara serius dengan seseorang dalam sambungan telepon, Bastian memanggilnya dari kejauhan.

"Helena?" suaranya terdengar cukup berat, dan yang di panggilpun segera menutup sambungan teleponnya, lalu berdiri.

"Tuan..?"

"Kamu ngapain?" Bastian melangkah semakin dekat.

"Aku... cari udara segar, Tuan."

"Emang gak dingin?"

Helena menggelengkan kepalanya, "Nggak."

"Bohong. Liat bibir kamu, pucat," Bastian melepaskan jasnya, lalu memakaikan jas miliknya di bahu Helena untuk menutupi bagian dada dan punggung Helena yang terbuka.

"Lain kali kalau mau keluar kasih tau dong, biar saya gak nyariin" tanpa ia sadari Bastian saat ini tengah memberi perhatian lebih pada Helena. Dia bahkan mengajak Helena masuk ke dalam sambil menggandeng tangannya.

"Apa aku sedang mimpi? dia menggandeng tangan ku? apa aku sudah berhasil membuat dia jatuh cinta?" bergumam sambil berjalan masuk ke dalam bersama Bastian..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status