Cinta tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Dia berada disebuah helikopter bersama Bian, ntah kemana Bian akan membawanya.
Setelah itu dia merasakan helikopter semakin turun dan mereka sudah berada didepan sebuah gedung putih. " kita dimana?" tanya Cinta penasaran saat akan memasuki pintu besar berwarna putih itu."Ini rumah impianku." jawab Bian dan Cinta takjub. Ini rumah, dia pikir ini sebuah hotel atau museum karena tadi dari luar rumah ini begitu mewah.
Dan saat masuk didalamnya Cinta juga kagum, sangat berkelas dengan gaya Eropa klasik yang memenuhi desain rumah ini."Kenapa bapak membawa saya kerumah bapak?" tanya Cinta yang masih berjalan disebelah Bian. Sedangkan Bian berjalan menggunakan kursi rodanya.
"Ntah la, saya hanya merasa butuh kamu saat ini."
"Apa ini di Jakarta?"
Bian menggelengkan kepalanya."Jika di Jakarta kita tidak akan berlama-lama dihelikopter tadi." Cinta mengangguk paham. Tapi dimana mereka.
"Lalu ini di mana pak?"
"Bali."
"What?" Cinta luar biasa terkejut. Melihat senja yang sudah terlihat dari balkon yang sekarang dipijaki Cinta benar-benar luar biasa. Panta Bian menyukai rumah seperti ini. Cinta melihat Bian yang menikmati hembusan angin diwajahnya, matanya tertutup dengan senyuman yang membuat pria itu semakin mempesona.
Bunyi ponsel Cinta membuat mereka berdua tersentak lalu Cinta segera mengangkat telpon dari Kevin itu.
"Kamu dimana Cinta? Apa kamu lupa janji kita hari ini"?Cinta tersenyum merasa bersalah. Bagaimana dia menjelaskan kepada Kevin. Sebenarnya baru saja Cinta akan menjawab perasaan Kevin padanya, eh ternyata Bian sudah terlebih dulu membawanya pergi."Sini telponnya." Bian meminta ponsel Cinta.
"Tap.. tapi pak.."
"Sini Cinta." Cinta memberikan ponselnya dan merasa takut kalau Kevin akan salah sangka.
"Halo Kevin, Cinta sama saya. Saya mengajaknya pergi tadi. Maaf jika membuatnya melupakan janji kalian."
Kevin mengenal baik suara pria ini."Mas Bian?" tanya Kevin. Kevin adalah sepupu Bian dari sebelah ibunya. Ibu Kevin adalah adik dari mamanya. Dan kebetulan Kevin juga bekerja diperusahaan keluarga Jayker yang dipimpin oleh Bian sekarang.
"Iya ini aku." Kevin berpikir sejenak dan dia menggelengkan kepalanya. Dia berdoa semoga wanita yang dia suka bukanlah wanita yang diceritakan mamanya sedang dekat dengan Bian. Cinta dan Bian tidak pernah terlihat dekat selama ini.
"Baiklah mas, titip salam sama Cinta."
"Oke". Bian mengembalikan ponsel Cinta dan Cinta masih diam mengambil ponselnya.
"Pak Bian, boleh saya jalan-jalan disekitar daerah ini. Kan mumpung di Bali."
Bian tertawa dan mengangguk dengan ungkapan Cinta yang jujur."Saya temani." Cinta tersenyum dan mereka turun dari balkon itu. Saat turun dengan lift Cinta kembali tersenyum bahagia membuat Bian juga bahagia melihat senyuman itu.
"Kamu mau jalan kemana?"
"Jalan disekitar sini saja pak, udaranya sejuk banget." Bian mengangguk, dia setuju udara nya sejuk terlebih diluar pagar rumah besar itu ada taman dan juga pura tempat beribadah umat Hindu. Komplek perumahan Bian memang tempat hunian orang kelas atas. Meski langit sudah gelap tapi tetap terang dimata Cinta, obor yang banyak menghiasi jalan membuat pemandangan begitu khas.
"Wah pak ada Pura?"
Bian mengangguk. Dilihatnya Cinta mengarah jalan ke Pura yang terletak disebelah kiri mereka, dan Bian mengikuti Cinta. Kursi rodanya bergerak tanpa lelah kemanapun Bian inginkan.Cinta meminta difotokan oleh Bian dengan ponsel kurang canggihnya. Dan segera Bian memfotokan Cinta dengan ponselnya juga.Tak jauh dari Pura terdapat sebuah lapangan yang ramai oleh anak-anak muda yang sedang bermain bola basket.
Bian tersenyum dan tanpa sadar dia menggerakkan kursi rodanya kesana. Cinta mengikuti Bian yang sudah terlebih dulu sampai disana. Cinta berdiri disebelah Bian yang melihat permainan beberapa anak muda itu dengan sedih."Dulunya, aku sangat suka bermain basket. Bahkan aku adalah ketua tim basket disekolahku." cerita Bian membuat Cinta ikit sedih, dia mengerti apa maksud dari sedikit cerita itu."Kalau begitu ayo bernostalgia." ajak Cinta bersemangat. Cinta mendorong kursi roda Bian setelah dia mengganti mode manual dikursi roda itu.
"Cinta stop. Aku tidak lagi bisa melakukannya. Kau tahu aku", kalimat yang tidak selesai dari Bian itu membuat Cinta memposisikan dirinya berdiri disebelah Bian dengan melihat wajah Bian dan tersenyum.
"Anda masih punya tangan Pak, kalau kaki itu gampang. Saya yang akan menjadi kaki bapak untuk melangkah."
Saat Cinta mengatakan itu seolah itu adalah pernyataan dari Cinta yang siap menjalani kehidupan dengan Bian. Lama mereka berhadapan dan saling terpesona, hingga bola basket itu mengenai tubuh Bian."Lihat, bola basket itu minta untuk kau mainkan."
Bian tersenyum dan dia mengambil bola basket itu dengan tangannya."Apakah keberatan jika kami bergabung?"
Tanya Cinta dan anak-anak muda itu tersenyum juga mempersilahkan mereka. Cinta bersorak semangat. Dia mengeluarkan bagian kemejanya yang masuk kedalam celana kainnya. Cinta memang masih menggunakan setelan kerja begitu juga Bian, Bian hanya minus jas dan dasinya saja. Cinta lalu mendorong Bian kesana kemari dengan hels nya, Cinta sedikit tahu permainan bola basket jadi dia tahu kemana harus membawa Bian yang memantulkan bola itu, dan....."Ye.......... Ye... Ye....". Sorak Cinta lalu memeluk tubuh Bian dari depan. Bian juga begitu semangat memeluk Cinta, dia mendapatkan kebahagiaan yang sudah lama sekali tidak dia rasakan. Cinta melepaskan pelukannya dan merasa malu kepada Bian, lalu memilih mengucapkan terimakasih kepada anak-anak remaja itu. Mereka akhirnya kembali ke rumah Bian dengan perasaan bahagia dihati masing-masing.Saat sampai dirumah, Bian membawa Cinta kesebuah ruangan. Dan ternyata Bian membawanya kesebuah kolam renang dan Cinta melihat sebuah meja yang diatasnya sudah ada makanan juga lilin yang indah memberikan kesan romantis. Tapi Cinta tidak berpikir kalau Bian memang menyiapkan ini untuknya saat mereka pergi meninggalkan rumah.
"Ayo makan, kau pasti lapar kan?"
Cinta mengangguk. Tapi wajah Cinta terlihat cemberut saat melihat steak daging yang sangat menggiurkan sana."Kenapa?". Tanya Bian heran.
"Saya tidak bisa menggunakan pisau untuk memotong daging itu. Eh... Tak terbiasa." jawab Cinta jujur. Dia tidak ingin menutupi kekolotannya dan berakhir memalukan dihadapan Bian. Bisa saja daging yang dia potong itu akan lompat mengenai Bian.
"Tenang saja, ayo kita nikmati. Aku akan menjadi tanganmu untuk memotongnya."
Cinta tertawa, Bian mengikuti kata-katanya tadi. Mereka duduk dan makan, dengan Bian yang menyuapi dirinya juga diri Bian sendiri."Pak saya tidak mabuk kan setelah meminum ini."
Tunjuk Cinta kepada sebuah gelas berisi cairan berwarna hitam. Bian tertawa begitu juga Cinta yang merasa konyol dengan pertanyaannya."Tidak love, itu hanya soft drink. Aku tidak lagi meminum alkohol ataupun wine."
"Baguslah." kata Cinta dan meminum dengan lega.
Bian memperhatikan gerak tubuh Cinta dan dia melihat betapa cantiknya Cinta. Wajah manisnya dan juga Cinta sangat menyenangkan diajak berbicara. Banyak hal yang mereka bicarakan saat makan malam itu. Salah satunya adalah masa-masa SMA Bian dan juga Cinta.Bian mengajak Cinta menuju salah satu kamar dirumah itu. Karena kata Bian mereka akan kembali besok pagi saja. Dan Cinta menurutinya, Cinta begitu bahagia hari ini. Ntah apa yang membuatnya sangat bahagia, hanya saja perasaan Cinta untuk Bian tumbuh perlahan dihatinya. Tapi Cinta cukup tahu diri dan tak ingin tersakiti, dia tidak sederajat dengan Bian. Sehingga dia memutuskan untuk mengantisipasi perasaannya itu, dan semoga saja bisa.
Sedang dikamarnya Bian juga sama. Begitu bahagia dan ingin terus seperti ini bersama Cinta. Dia tak lagi menampik ingin berdekatan dengan Cinta. Meski Bian tahu kalau dia tak ingin membuat Cinta terkurung dalam hidupnya yang menyedihkan. Dan inilah masalah mereka berdua, masalah yang tidak tahu bagaimana akan menyelesaikannya.
Bersambung......
Satu bulan kemudian.... Cinta sedang berjalan ke arah ruangan Bian, sudah sebulan ini hubungan mereka sangat baik, setelah kembali dari Bali bulan lalu Bian menunjukkan perhatiannya kepada Cinta. Bahkan Bian menampakan ketidak sempurnaannya kepada semua karyawannya saat mencari keberadaan Cinta di pantry kantor. Dan semenjak itu seluruh manusia di kantornya heboh akan kondisinya juga heboh dengan hubungannya dengan Cinta. Bian tidak lagi memperdulikan itu. Dia hanya ingin melihat senyuman Cinta dan menggenggam tangan wanita itu. Seperti saat ini. Cinta menyuapi Bian yang terlihat manja dan sesekali tawa mereka pecah secara bersamaan. Cinta begitu bahagia bisa bersama Bian, bukan karena harta atau ketampanan Bian. Tapi Bian mampu mengetahui segala sesuatu yang Cinta rasakan ataupun inginkan. Berbeda dengan Kevin yang juga mendekatinya tapi seperti terlalu memaksakan kedekatan mereka, dan dia tidak merasakan getaran aneh dihatiny
Oma dan Opa Bian memperhatikan wanita muda cantik yang dibawa Bian dan Bian mengatakan kalau wanita ini teman special bagi Bian. Karena penasaran Oma Evelyn mendekati Cinta yang terlihat ketakutan. " hei nona, kamu kenapa terlihat takut. Kami disini tidak akan menggigit atau memutilasimu." senyuman Oma Evelyn membuat Cinta sedikit tenang. " ayo duduk disini sama Oma. Kenalkan saya Oma Evelyn, Oma nya Bian." Cinta mengangguk dan menyambut tangan Oma itu dengan senyuman. " saya Cinta Oma. Saya teman dan karyawan nya pak Bian." Oma Evelyn mengangguk dan mengajak Cinta duduk didekatnya. Sementara mama Bian dan papamya melihat wanita yang dibawa Bian dengan penuh selidik. " kalian yakin hanya teman?" Pertanyaan tante Bianca membuat Bian menggelengkan kepalanya sementara yang lain menunggu jawaban dari Cinta. " benar bu, saya teman pak Bian." "ckckck.. Jangan panggil saya
Cinta memarkirkan sepeda nya dan langsung menuju ke kubikelnya. Rutinitasnya setiap pagi di kantor kembali dia lakukan, hanya saja pagi ini dia tidak langsung mengantarkan bekal bos Bian nya, dia menunggu sekertaris bosnya itu datang agar bisa dia titipkan, Cinta sudah memikirkan semua ini semalam. Setelah semalam dia melihat Bain marah, dia tidak lagi mau berhubungan terlalu jauh dengan pria itu. Jika teman, maka ayo lakukan layaknya seorang teman.Setelah kantor mulai ramai, Cinta menaiki lift untuk keruangan Bian. Disana dia melihat Desi sekertaris Bian yang cantik itu sedang memeriksa beberapa berkas. "Hai Des," sapa Cinta sambil tersenyum."Eh Cinta, loe mau ketemu pak Bian ya? Pak bos ada sih, tapi lagi ada tamu." Cinta mengernyit mendengar kata tamu, sepagi ini ada tamu. Siapa?? Pikir Cinta penasaran."Yang gue tau sih, itu mantan tunangan pak bos. Loe mau nunggu atau ntar gue kasih tau kalau wanita itu
Saat pintu tertutup, sunyi menerpa Cinta. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Bian dengannya, saat kursi roda pria itu berbalik Cinta menanti apa yang akan dikatakan pria itu."Ayo duduk, kita makan bersama." Bian mengambil bekal makan yang dibuatkan Cinta untuknya, dengan satu tangannya pria itu sudah membawa bekal itu kearah sofa. Tapi dia berhenti dan melihat tidak ada gerakan dari Cinta. Bian membalik tubuhnya melihat wajah Cinta yang menatapnya seperti memohon. "Ada apa?" Cinta mulai terlihat sangat panik."Pak bisakah saya kembali ke ruangan saya? Saya banyak pekerjaan pak." Bian mengeraskan rahangnya mendengar apa yang disampaikan Cinta. Wanita ini benar-benar ingin membuatnya hilang kendali."Apa kau ingin menjauhiku?" Cinta diam tak bereaksi, dia menunduk dengan tangannya yang saling bertautan."Ah.. Ya,
Hujan melanda ibukota Jakarta, Cinta yang biasa bersepeda kini harus menaiki bus untuk pergi ke tempat kerjanya. Cinta tidak suka naik bus, dia lebih suka berpanas-panasan dengan sepedanya dari pada harus berdesak-desakan dengan orang-orang yang ada di dalam bus. Seperti saat ini, dia harus menunggu sekitar lima belas menit lagi untuk sampai di halte tempatnya bekerja. Berjalan kaki sebentar lalu sampailah dia di perusahaan Jayker's grup ini. Cinta menutup payung saat dia tiba didepan lobby kantor, dan disana pak bos tercinta sudah menunggu dirinya. Bian tersenyum melihat Cinta-nya datang pagi ini dengan wajah yang ceria meski langit sedang mendung. "Hai my preety, kamu bahagia sekali?" Bian dan Cinta lalu berjalan beriringan menuju lift kantor. Bian dengan kursi rodanya, dan Cinta yang berjalan sambil menenteng semua barang bawaannya. Tempat bekal, payung, tas kerja, dan berkas pekerjaannya
Sebulan berlaluCinta sibuk mengerjakan pekerjaannya yang menumpuk karena dia baru mengambil cuti selama satu minggu kemarin. Dia menemani Bian untuk menjalani perobatannya, dan Bian masih diluar negri untuk kesembuhannya.Semua urusan perusahaan ditangani oleh Brian sebagai penggantinya.Tiba-tiba Kevin mendekatinya sambil memeriksa berkas yang diserahkan Cinta tadi pagi."Ta, kamu gak salah dengan perhitungan biaya ini ?"Tanya Kevin yang membuat Cinta terlonjak kaget."Aduh..ya ampun,"kata Cinta sambil memegang arah jantungnya."Maaf pak, bagian mana ya ?" Cinta berdiri dari duduknya dan melihat bagian yang ditunjuk oleh Kevin."Saya akan cek ulang pak, bapak bisa tunggu diruangan saja. Saya akan kerjakan secepatnya."Kevin mengangguk dan tersenyum lembut kepada Cinta .Cinta duduk dan memeriksa berkasnya, dia menarik nafas lelah. Ponselnya bergetar dan dia melihat
Malam ini Cinta berada dirumah besar keluarga Jayker, dia duduk dan terlihat keluarga Bian itu menghormatinya sebagai teman dekat Bian.Meski Bian dan dirinya tau mereka menjalani hubungan lebih dari teman dekat, tapi Cinta juga tidak bisa mengatakan dia kekasih dari Bian, karena memang dia tidak mendapatkan status pacaran dari pria yang masuk kedalam hati dan pikirannya belakangan ini.Bian yang gagah ada disebelahnya, sengaja membuat kejutan untuk Cinta, karena pikir Cinta Brian masih berobat di luar negri.Dengan polo shirt berwarna dongker Bian tetap terlihat tampan, Bian melirik Cinta yang terlihat menatapnya sendu. Bian menjalankan kursi rodanya agar lebih dekat dengan Cinta."Kenapa ? Apa ada yang salah dariku ?"Cinta menggeleng dan tersenyum."Tidak ada, bapak terlihat tampan meski tidak menggunakan jas dan kemeja." Bian tertawa pelan dan menatap Cinta. Lalu pandangan mereka beralih kepa
Cinta memasuki sebuah salon bersama Viza, Banu mengantarkan mereka ke sebuah salon dan Cinta mendapatkan pelayanan terbaik. Cinta heran kenapa dia harus diperlakukan seperti ini pikirnya."Ehm putri Viza, apakah semua ini harus aku lakukan? Apa pak Bian yang meminta ini semua?"Viza tertawa kecil dibelakang Cinta yang saat di sedang ditata rambutnya. "Pertama jangan panggil aku dengan embel-embel putri, karena aku sedang tidak diistana ataupun Wieldburg. Kedua, semua ini harus kamu lakukan, kak Bian bahkan sebenarnya tidak tahu kalau kamu akan kami bawa menemuinya." Cinta bingung, buat apa dia berdandan seperti ini sampai hatus kesalon, Bian saja tidak tahu."Jangan bingung, ini rencana Oma dan Opa serta Brian dan juga Banu, mereka ingin sedikit kejutan untuk kamu dan mas Bian."Cinta hanya menunduk tidak tahu harus berbuat apa, perasaannya sedari semalam tidak tenang tentang dia dan juga Bian.