Bab 32. Lebih Tegang. 

“Nggak apa-apa,” ucap Rayhan cepat, meski jelas-jelas bukan itu yang dirasakannya.

Suasana rumah terasa jauh lebih tenang setelah Livia pergi. Tapi ketenangan itu bukan berarti lega—lebih seperti kekosongan yang berat, meninggalkan gema pertanyaan di setiap sudut. Alesha berdiri sejenak di ruang tamu, masih memandang ke arah pintu yang tadi tertutup rapat. Nafasnya belum teratur, pikirannya penuh dengan kata-kata Livia yang samar, menusuk tanpa alasan yang jelas.

Langkah kaki Zira terdengar pelan di tangga. Gadis itu berjalan tanpa banyak bicara, wajahnya sulit dibaca—ada senyum kecil ketika memeluk sang ibu, ada juga guratan bingung yang belum hilang. Tanpa menoleh pada ayahnya atau Alesha, Zira naik begitu saja menuju kamar di lantai dua.

Alesha menoleh ke arah Rayhan yang masih berdiri tegak di ruang tamu. Lelaki itu memijat pelipisnya, matanya sayu, tapi jelas-jelas menahan sesuatu. Mereka saling berpandangan sebentar; cukup lama untuk saling tahu apa yang dipikirkan, tapi tak ada