Home / Romansa / Luapan Gairah Panas Ayahmu / Bab 6. Pagi Setelah Itu. 

Share

Bab 6. Pagi Setelah Itu. 

Author: Ucing Ucay
last update Last Updated: 2025-08-02 13:30:46
Pagi itu, Alesha terbangun dalam keheningan yang terasa terlalu utuh.

Udara kamar masih sarat aroma tubuh dan malam—sisa-sisa dari pelukan yang seharusnya tidak terjadi.

Matanya terbuka perlahan, dan kesadaran datang bersama nyeri lembut di pangkal pahanya. Gerakan kecil saja cukup untuk mengingatkan tubuhnya tentang semua yang telah mereka lakukan. Tentang bagaimana ia menggenggam, menyerahkan, menerima … dan larut.

Tapi bukan nyeri itu yang membuatnya resah.

Bukan pula sentuhan.

Melainkan perasaan lain yang tak bisa ia beri nama.

Bingung.

Kosong.

Terhisap dalam sesuatu yang seharusnya tak ia rindukan, tapi kini menuntut ruang di dalam dadanya.

Tangannya meraba sisi ranjang yang satunya—kosong.

Dingin.

Tak ada jejak tubuh Rayhan di sana.

Alisnya bertaut pelan. Tubuhnya menggeliat bangun, selimut melorot dari pundak telanjangnya. Ia meraih baju kaos yang tergeletak di lantai, memakainya sebelum bangkit perlahan.

"Om?" panggilnya, suara serak karena tidur dan emosi yang belum tuntas.

Ta
Ucing Ucay

Selamat membaca, masukan cerita ini ke pustaka ya.

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Luapan Gairah Panas Ayahmu   Bab 55. Berpapasan di Apartemen

    Langit pagi itu muram, seakan menyimpan rahasia yang enggan diungkap. Awan kelabu menggantung rendah, menutupi sebagian cahaya matahari yang seharusnya menebar hangat. Angin berembus pelan, menyapu dedaunan di sepanjang jalan menuju kompleks apartemen modern yang menjulang di tengah kota.Zira memarkir mobilnya di basement. Ia mengambil kantong plastik berisi buah segar dan beberapa camilan kesukaan Alesha, lalu melangkah mantap ke arah lift. Meski Alesha sempat berpesan semalam agar tidak usah repot menjenguk, Zira tetap memutuskan untuk datang.Ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa diam hanya dengan pesan singkat. Rasa peduli sebagai sahabat bercampur dengan kegelisahan yang tak bisa ia jelaskan. Ia ingin memastikan Alesha benar-benar baik-baik saja.Namun, begitu sampai di lobby, langkahnya mendadak terhenti.Dari arah lift, muncul sosok yang begitu dikenalnya: Rayhan. Dengan sweater abu-abu dan tas kulit cokelat tua di tangan, pria itu tampak seperti baru saja keluar dari unit a

  • Luapan Gairah Panas Ayahmu   Bab 54. Rasa Curiga yang Menyelinap

    Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Di kamar bernuansa krem muda dengan meja belajar yang dipenuhi buku kuliah dan sticky notes warna-warni, Zira berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Daun-daun mangga bergoyang pelan tertiup angin, sementara suara cengkerik dan sesekali gonggongan anjing tetangga menjadi musik latar yang tak ia harapkan.Tangannya terlipat di dada, bibirnya terkatup rapat, dan matanya menatap kosong ke luar. Baru saja ia selesai video call dengan teman kampus, pura-pura tertawa, pura-pura baik-baik saja. Padahal, ada satu hal yang membuat dadanya terasa sesak: pesan singkat dari ayahnya.[Papa harus mantau pasien pasca operasi malam ini, jaga di RS. Jangan tungguin ya. Istirahat yang cukup, Sayang.]Zira menatap layar ponsel itu lama, seperti mencoba membaca kebenaran di balik kata-kata. Ia menggertakkan gigi. Ini sudah kali ketiga dalam seminggu Rayhan mendadak ‘jaga pasien’. Dulu, setiap kali ayahnya mengatakan hal itu, Zir

  • Luapan Gairah Panas Ayahmu   Bab 53. Kembali ke Apartemen. 

    Begitu sampai di lobi, mobil hitamnya sudah menunggu. Supir pribadi membukakan pintu, tapi Rayhan sendiri yang menuntun Alesha masuk, memastikan gadis itu duduk nyaman di kursi penumpang.Perjalanan pulang ke apartemen berlangsung hening, namun bukan berarti kosong. Jalanan Jakarta sore itu ramai, kendaraan saling berebut jalur, klakson terdengar di sana-sini. Namun di dalam mobil hitam yang melaju pelan itu, seakan tercipta dunia kecil yang hanya berisi dua orang: Rayhan dan Alesha.Rayhan memegang kemudi dengan tenang, matanya fokus ke jalan, tapi sesekali ia melirik ke arah kursi penumpang. Di sana, Alesha sudah terlelap. Rambut hitam panjangnya terurai di bahu, sebagian menutupi wajah pucatnya. Bibirnya terbuka sedikit, napasnya teratur—meski masih ada sisa letih dari sakit yang baru saja ia lawan.Setiap kali Rayhan menoleh, dadanya menghangat sekaligus menegang. Ada rasa lega melihat wanita itu bisa tidur dengan tenang, tapi juga ada ketakutan samar: bagaimana kalau tadi ia terl

  • Luapan Gairah Panas Ayahmu   Bab 52. Diperbolehkan Pulang. 

    “Aku masuk, ya?” suaranya dalam, berat, tapi hangat—suara yang selalu punya cara menenangkan sekaligus mengguncang hati Alesha.Ia hanya mengangguk pelan. Ada rindu samar di matanya, meski ia tak berani mengucapkannya.Rayhan menutup pintu dengan perlahan, melangkah mendekat. Kursi di samping ranjang ia tarik, lalu duduk di sana. Tangannya—besar, kokoh, tapi selalu terasa hangat—menyentuh punggung tangan Alesha. Sentuhan itu pelan, hati-hati, seakan takut terlalu kuat akan menyakiti.“Arif nggak bisa jemput,” ucap Rayhan dengan nada lirih. “Dia harus langsung ke bandara. Ada meeting mendadak di Eropa. Katanya minta maaf … dan titip kamu padaku.”Alesha menunduk. Kata-kata itu menohok lebih dalam dari yang ia kira. Tenggorokannya tercekat, rasa sesak merayap naik. Bukan hanya karena sakit fisik, tapi karena perasaan ditinggalkan yang terlalu sering ia telan sejak kecil.“Kenapa selalu begitu, ya …,” bisiknya pelan. “Aku bahkan belum benar-benar sembuh ….”Rayhan menatapnya tanpa berked

  • Luapan Gairah Panas Ayahmu   Bab 51. Pertanyaan yang Menohok

    “Zira!” serunya, suaranya serak tapi hangat.Zira cepat melangkah mendekat dan memeluk sahabatnya pelan. “Kamu kelihatan jauh lebih baik, Lesha,” bisiknya.Alesha mengangguk, matanya berbinar. “Sudah lebih enakan kok. Makasih banget ya udah datang.”Zira duduk di kursi dekat ranjang. Ia membuka kantong plastik, mengeluarkan bento berisi nasi dengan lauk pauk ala Jepang. “Aku bawain makanan kesukaan kamu. Aku tahu makanan rumah sakit pasti nggak seenak ini.”Alesha tertawa kecil, meski suaranya parau. “Kamu perhatian banget.”Zira ikut tersenyum, tapi ekspresi matanya berubah serius. Ia menatap Alesha lurus, membuat sahabatnya langsung gugup.“Tapi kamu harus jujur, ya, Lesh.”Alesha terdiam. Jemarinya kaku di atas selimut.Zira mencondongkan tubuh, suaranya lebih pelan. “Kamu ada hubungan spesial sama Papa ku, nggak?”Pertanyaan itu menghantam dada Alesha seperti palu. Tangannya gemetar, sumpit yang baru ia pegang jatuh ke bento dengan bunyi kecil. “Zi—Zira ….”Zira menatapnya, kali i

  • Luapan Gairah Panas Ayahmu   Bab 50. Menjenguk

    Hati Alesha mencelos. Kata-kata itu menusuk dalam, membuat pertahanannya goyah. Air matanya menggenang, tapi ia buru-buru memalingkan wajah.Tidak lama setelah suster mengantar obat, dokter jaga datang memeriksa kondisi Alesha. Rayhan ikut berdiri di samping ranjang, menjawab sebagian pertanyaan dengan nada klinis. Tapi tatapan matanya pada Alesha tak pernah biasa—penuh kehangatan dan kepemilikan.“Tekanan darah sudah stabil. Kalau tidak ada keluhan tambahan, kemungkinan besok bisa dipulangkan,” kata dokter jaga.Alesha mengangguk. “Terima kasih, Dok.”Rayhan menepuk bahunya lembut, seakan menegaskan, aku yang akan urus semuanya.Saat dokter keluar, Alesha langsung menarik napas lega. “Kalau Papa tahu aku cepat sembuh, dia pasti lega.”Rayhan menoleh, menatapnya penuh arti. “Bukan cuma Papa. Aku juga.”“Aku tahu,” bisik Alesha. “Tapi … kalau terus begini, Om, aku takut … kita terlalu jauh.”Rayhan mendekat, matanya membara. “Sudah terlalu jauh dari awal, Lesha. Dan aku nggak menyesal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status