Malam di lewati Hana dengan perasaan resah, ia memikirkan nasibnya setelah bayi dalam kandungannya lahir. Statusnya hanya istri siri, tidak semua orang tahu jika Irsyad memiliki 2 istri, sebab pernikahannya dengan Irsyad hanya di saksikan tetangga dekat saja."Ya Allah aku gak bisa lupain ucapan Mbak Sandra tadi. Setelah anak ini lahir apakah Mbak Sandra dan mas Irsyad akan mengakui anak ini, tanpa mengakui aku sebagai ibu kandungnya?" gumam Hana."Apakah nantinya aku akan jadi orang asing untuk anak kandungku sendiri?" gumam Hana seraya menggelengkan kepala.Ia pernah membaca novel drama rumah tangga, juga drama-drama di televisi. Hana tak ingin kisah menyedihkan seperti itu terjadi padanya.Hana sudah tak punya keluarga, kini satu-satunya yang ia miliki adalah anak dalam kandungannya, wanita cantik itu pun bertekad apapun yang terjadi, ia tak akan membiarkan siapapun memisahkan ia dan anaknya nanti.Di kamar lain."Sandra kamu sudah tidur?" tanya Irsyad."Belum, tapi udah ngantuk ba
"Mas, aku istirahat di kamar ya! Kamu mau nyusul mbak Sandra ke kamarnya, kan." ucap Hana dengan suara lemas.Ia tahu jika Sandra sudah pulang, biasanya Irsyad akan menyusul istri pertamanya itu ke kamar. Tanpa menunggu jawaban Irsyad, Hana pun berjalan menuju kamarnya. Sementara Irsyad menggelengkan kepala menatap punggung Hana yang menghilang dibalik pintu kamar."Aku sedang sakit begini, harusnya Sandra yang menghampiriku dan bertanya bagaimana keadaanku. Bukan aku yang harus menyusulnya ke kamar," gumam Irsyad dalam hati.Irsyad memejamkan mata, lalu menutupnya dengan telapak tangan. Irsyad menyadari perubahan sikap Hana saat ia melepas genggaman tangannya ketika Sandra pulang, tapi ia tak tahu harus menjelaskan apa pada Hana.Irsyad hanya terbiasa setia dan menjaga perasaan Sandra, ketika Sandra tak ada ia merasa nyaman dengan Hana bahkan sejenak lupa dengan istri pertamanya itu. Namun, ketika melihat Sandra ia refleks melepas tangan Hana, seolah ia merasa seperti seorang lelaki
Mobil melaju pelan menyusuri jalanan menuju rumah. Langit sore terlihat redup, dihiasi awan kelabu yang menggantung. Di dalam mobil, suasana tampak hangat namun diam-diam sarat emosi.Sepanjang perjalanan, senyum Nur tak pernah lepas dari wajahnya. Tatapannya berkali-kali ia arahkan ke Hana, memastikan menantunya baik-baik saja."Hana, kamu ngidam nggak, Nak?" tanya Nur penuh perhatian. "Kamu mau makan apa? Atau kepingin sesuatu? Bilang aja sama Mama ya, nanti Mama beliin."Hana tersenyum tipis. Ia menggelengkan kepala pelan."Enggak, Ma. Hana nggak kepingin apa-apa," jawabnya dengan suara pelan.Nur menoleh ke belakang lagi, menatap Hana dengan tatapan penuh kasih. "Yakin, Nak? Biasanya perempuan hamil suka ngidam aneh-aneh. Dulu waktu Mama hamil Irsyad, Mama sampai kepengin nasi padang jam dua malam," katanya sambil terkekeh.Hana kembali tersenyum, tapi di hatinya, ada sesuatu yang tak mampu ia ungkap. Ada rasa sungkan yang membelenggu. Perhatian itu terlalu manis, terlalu hangat,
Setelah selesai makan malam, Hana,Nur, Irsyad, dan Sandra beristirahat seperti biasa. Seharusnya malam ini Irsyad tidur di kamar Sandra, seperti rutinitasnya sebagai suami yang ingin tetap menjaga keseimbangan hubungan. Namun, tubuh Irsyad kembali melemah. Ia terduduk di pinggir ranjang sambil menekan perutnya yang mual. Wajahnya pucat dan dingin oleh keringat yang mengalir dari pelipis.Sandra yang baru saja menyelesaikan panggilan telepon bisnis di tempat tidur, memutar tubuh dan menatap Irsyad dengan kesal."Apa lagi sih, Kamu mual lagi, Mas?" keluh Sandra, nadanya terdengar lelah.Irsyad hanya mengangguk pelan, lalu buru-buru bangkit dan berlari ke kamar mandi. Suara muntah terdengar jelas dari balik pintu.Sandra menutup wajahnya dengan telapak tangan, kemudian bangkit dan menghampiri pintu kamar mandi. Ia berdiri beberapa detik, tak tahu harus melakukan apa, lalu menghela napas keras."Aku nggak bisa tidur kalau kamu begini terus, Mas," katanya setengah berteriak. "Udah sana kam
Sandra mengambil tasnya dan menatap Hana cukup lama sebelum berangkat kerja. Matanya menyisir wajah Hana yang terlihat sedikit pucat meski tetap tersenyum."Jangan terlalu banyak berdiri, ya. Apalagi nyuci atau ngepel. Kamu sekarang nggak sendiri lagi," ucap Sandra dengan suara yang lebih lembut dari biasanya, walau tetap datar.Hana tersenyum tipis. "Iya, Mbak. Aku cuma masak yang ringan aja paling.""Kalau capek sedikit, langsung rebahan. Jangan dipaksain. Kandungan muda itu rawan," lanjut Sandra, lalu beranjak menuju pintu sambil berkata, "Aku berangkat dulu, hati-hati di rumah ya."Tak lama, Irsyad berdiri membawa tas laptop. Ia terlihat sedikit lesu, tapi tetap memaksakan senyum saat melihat Hana duduk di meja makan. "Hana, Aku berangkat kerja dulu," ujarnya."Yakin, Mas. Emang udah gak mual dan muntah?" tanya Hana khawatir."Udah enggak, kan udah minum obat dan makan bubur buatan kamu. Yaudah aku pergi ya, assalamualaikum," ucap Irsyad lalu mencium kening Hana."Waalaikumsalam.
Malam itu, Irsyad tak bisa tidur. Di sampingnya, Hana tertidur setelah berdoa panjang. Ia menatap wajah perempuan yang begitu sederhana tersebut. Ada rasa syukur, tapi juga penyesalan. Sandra, yang dulu ia kira bisa memberi cinta dan ketenangan, justru makin jauh. Sementara Hana, yang datang karena tujuan semu, justru memberi cinta yang nyata. Dan di tengah kesunyian malam, Irsyad berbisik dalam hati."Andai waktu bisa diulang, aku ingin mengenalmu lebih dulu, Hana."Irsyad pun tidur memeluk Hana dari belakang, sejak pernikahan kedua itu terjadi. Irsyad yang berniat membagi malam dengan adil, akhirnya lebih sering tidur di kamar Hana dari pada Sandra.Bahkan untuk berhubungan intim dengan Sandra pun Irsyad selalu di tolak, sehingga Irsyad selalu melakukannya dengan Hana.~~~Pagi masih gelap saat Hana terbangun dari tidurnya. Embun dini hari masih menggantung di luar jendela, dan suara jangkrik pelan-pelan digantikan lantunan adzan subuh dari surau dekat rumah. Dengan langkah pelan, H