Beranda / Romansa / Luka Cinta Istri Kedua / Bab 2. Angkat Rahim

Share

Bab 2. Angkat Rahim

Penulis: Sulistiani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-18 16:24:03

"Pak Ridwan, gimana keadaan istri saya?" tanya Irsyad begitu tiba di rumah sakit dan bertemu dengan supir sang istri.

Irsyad langsung izin kepada atasannya ketika mendapat kabar jika sang istri mengalami kecelakaan beruntun dan kondisinya parah, ia mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi karena ingin segera sampai di rumah sakit.

"Ibu masih di tangani tim medis di dalam, Pak," jawab pak Ridwan.

Irsyad berdiri di depan pintu ruangan, hatinya tak tenang menunggu kabar sang istri yang sedang melawan maut di dalam. Sementara di dalam ruang gawat darurat, bunyi mesin pemantau detak jantung berdentang pelan, menandai garis tipis antara hidup dan mati. Sandra terbaring tak sadarkan diri di ranjang beroda, tubuhnya penuh luka memar, selang-selang medis menjalar dari tangannya, dan alat bantu napas menutupi wajahnya.

Tak lama kemudian, dokter yang menangani Sandra keluar dari ruang operasi. Wajahnya letih, mata menyiratkan empati yang dalam.

"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Irsyad sangat khawatir

Dokter menghela nafas, menatap Irsyad lalu menjawab pelan. "Istri Bapak berhasil kami selamatkan, tapi… kami mohon maaf…."

"Kenapa mohon maaf, Dok? Bagaimana dengan anak kami, Dok?" tanya Irsyad dengan jantung berdebar kencang saat mendengar kata maaf dari sang dokter dan raut wajah dokter yang terlihat letih.

Dokter menarik napas panjang. "Kami sudah melakukan segala yang bisa kamu lakukan, tapi jantung janin tak berdetak sejak sebelum operasi. Kami tidak bisa menyelamatkannya."

Irsyad terdiam, matanya membelalak seakan tak percaya, kemudian mulai berair, tubuhnya melemas, bibirnya bergetar. "Tapi… tapi anak kami sehat, Dok. Kemarin kami baru lihat dia tendang-tendang di USG."

"Benturan dari kecelakaan itu sangat keras, plasentanya lepas total, dan…" dokter melanjutkan dengan suara lebih berat, "kami juga menemukan infeksi hebat di rahim Ibu Sandra. Jika tidak segera ditangani, bisa menyebabkan sepsis dan merenggut nyawanya."

Irsyad mengernyit bingung. "Apa maksudnya?"

"Kami harus mengambil tindakan darurat. Rahim Ibu Sandra harus diangkat. Itu satu-satunya cara agar dia bisa selamat."

Irsyad terduduk lemas di lantai dingin rumah sakit. Hening menggantung di udara, seolah dunia mendadak berhenti berputar. Ia menunduk, menutup wajah dengan kedua tangan, dan menangis terisak-isak, suara pilunya menggema di lorong rumah sakit yang sepi.

Beberapa jam kemudian.

Ruangan rawat inap berbau obat dan antiseptik. Lampu redup menyinari wajah Sandra yang pucat. Ia terbangun perlahan, kelopak mata berat membuka sedikit demi sedikit. Pandangannya kabur, napasnya lemah. Lalu ia melihat wajah sang suami yang duduk di samping ranjang, menggenggam tangannya erat.

"Mas Irsyad?" bisiknya pelan.

Irsyad tersenyum lemah, matanya sembab. "Aku di sini, Sayang.”

Sandra menatap sekeliling, mencoba mengingat. Ingatan terakhirnya adalah benturan keras, suara klakson dan teriakan, lalu gelap.

"Aku tidak mati?" suaranya tercekat, Sandra memegang perutnya yang tak lagi kencang dan merasa tak ada mahluk mungil di dalamnya. "Bayi kita ... Dimana bayi kita?"

Irsyad menunduk. Ia menggenggam tangan istrinya lebih erat lagi. "Sayang, anak kita tidak bisa di selamatkan, dia sudah jadi bidadari di surga."

Air mata mengalir dari sudut mata Sandra. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat, seakan ingin menahan jeritan yang sudah sampai di tenggorokan. "Tidak… tidak mungkin, itu bohong,sebentar lagi dia lahir, Mas. Kita udah siapin kamar untuknya, gak mungkin dia pergi."

Irsyad naik ke tempat tidur, memeluk tubuh istrinya yang gemetar. "Aku juga nggak bisa nerima, Sandra. Akan tetapi itu kenyataanya dan kita harus terima. Beruntung kamu masih bisa di selamatkan, masih bisa di samping aku sekarang."

Sandra menjerit pelan, tubuhnya menegang. "Aku mau anakku, Mas. Aku mau gendong dia, aku belum sempat nyanyi buat dia, belum sempat kasih dia nama."

Andika menahan tangisnya. "Aku tahu… aku tahu, Sayang. Aku pun merasakan hal yang sama, tapi kita harus ikhlas menerima musibah ini."

Setelah beberapa saat menangis dalam pelukan suaminya, Sandra mulai mengatur napas. "Kecelakaan ini mungkin gak terjadi jika aku nurut sama kamu untuk tidak pergi ke kantor, maafin aku, Mas. Nanti kalau hamil lagi aku akan nurut sama kamu."

Irsyad terdiam, teringat dengan perkataan dokter jika rahim sang istri sudah diangkat. Ekpresi Irsyad membuat Sandra penasaran.

"Ada apa, Mas Irsyad?" tanya Sandra lirih tapi tajam.

Irsyad menatap istrinya dalam-dalam, ia tahu ini menyakitkan. Namun, akan lebih menyakitkan jika ia terus menutupi hal itu dari Sandra dan membuat Sandra berharap yang tak mungkin. Akhirnya Irsyad memilih jujur, berkata pelan, "Rahim kamu… nggak bisa diselamatkan, Sayang. Dokter harus angkat, demi menyelamatkan nyawa kamu."

Sandra terperangah. "Kamu bohong. Pasti kamu bohong, Mas!"

"Enggak, aku gak bohong. Aku harap ini cuma mimpi buruk, tapi itu kenyataan."

Air mata kembali mengalir deras. "Berarti aku nggak akan bisa punya anak lagi? Aku jadi perempuan mandul?"

Belum sempat Irsyad menjawab pertanyaan Sandra, pintu ruang rawat terbuka. Nur ibu dari Irsyad datang, membuat Sandra dan Irsyad terkejut.

"Mama sejak kapan mama datang?" tanya Irsyad terkejut.

"Baru saja sampai," ucap Nur berbohong. Padahal ia sudah cukup lama berdiri di depan pintu, mendengar semua yang di bicarakan anak dan menantunya, ia juga tahu cucunya tak bisa di selamatkan dan menantunya tak punya harapan lagi untuk memberi keturunan pada anaknya.

"Ma, anak kami ...."

"Mama sudah tahu, tadi sudah bertemu dokter dan dokter sudah jelaskan semuanya," ucap Nur dengan nada datar.

Hati Sandra mencelos, ia tahu betul sang mertua sangat menantikan kehadiran buah hati mereka. Sejak Sandra hamil, Nur sering berkunjung ke rumah mereka, memasak makanan bergizi, memanjakan Sandra seperti anak sendiri, itu semua karena ia sangat senang Sandra akan memberinya cucu. Namun, kini mendengar jawaban Nur dengan nada datar membuat Sandra dan Irsyad sadar jika wanita paruh baya itu kecewa.

"Istirahat yang cukup, minum obat yang teratur biar pemulihannya cepat dan bisa cepat pulang," ucap Nur.

Sandra menganggukan kepala, ia tak ingin lebih banyak membahas masalah kecelakaan itu. Nur pun tak banyak berbicara, meskipun sedih dan kecewa. Namun, ia tahu bagaimana cara menjaga perasaan menantunya.

Setelah makan dan minum obat, Sandra pun tertidur. Nur mengajak Irsyad berbicara di luar, ada hal serius yang ingin di bicarakan dan tak ingin Sandra mendengar pembicaraan mereka.

"Mama sudah tahu semuanya, rahim Sandra diangkat, dia tidak bisa punya anak lagi, kan!" ucap Nur.

"Ini musibah, tak ada yang ingin semua ini terjadi, Mah," jawab Irsyad dengan suara lemah.

"Seandainya dia patuh sama kamu, jadi istri yang taat pada perkataan suaminya, mungkin semua gak akan terjadi. Kamu selalu membela dan menuruti apapun maunya sejak dulu," ucap Nur mulai kesal.

Irsyad terdiam, ia memang sangat meratukan Sandra, apapun yang diinginkan Sandra selalu dituruti. Namun, sikap keras kepala Sandra membuat wanita itu menjadi istri yang tak taat pada suaminya dan Irsyad pun tak pernah bisa bertindak tegas pada Sandra, karena ia tak ingin membuat Sandra sedih dan tertekan.

"Sekarang bagiamana, Irsyad? Kamu anak mama satu-satunya, jika kamu tidak punya anak maka keturunan kita berhenti sampai di kamu. Mama tidak mau seperti itu, Mama ingin punya cucu, Mama ingin kamu punya keturunan!" ucap Nur.

"Tapi, Ma. Sandra sudah tidak bisa," ucap Irsyad.

"Jika bukan dari Sandra, masih bisa dari perempuan lain, kan!" ucap Nur.

"Dari perempuan lain? Apa maksud Mama?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
lagian jd istri serakah sih.maianya kena musibah jangsnkan mertuamu aq yg baca j rada gmn gitu m kelakuanmu sandra
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Luka Cinta Istri Kedua   Bab 57. Menunggu

    Irsyad berdiri di depan pintu, menatap kayu tua yang memisahkan dirinya dari Hana. Nafasnya berat, dadanya seperti diremas. Ia mengangkat tangan, berniat mengetuk, tapi tangannya berhenti di udara. Ada rasa takut, takut jika ketukan itu akan membuat Hana semakin menjauh.Dari dalam, suara langkah cepat terdengar, lalu bunyi pintu kamar yang tertutup rapat. Irsyad tahu, Hana memilih mengurung diri.tiba-tiba seorang wanita paruh baya membuka pintu, menatap Irsyad membuat Irsyad menegakkan punggungnya. "Nak Irsyad, apa benar itu kamu?"Irsyad menarik napas, berusaha tersenyum, lalu mengangguk. "Iya, Bu. Saya Irsyad, saya suami Hana. Maaf kalau kedatangan saya tiba-tiba. Saya… hanya ingin bertemu Hana."Bu Rum mendesah pelan, lalu menggeleng. "Dia… belum siap, Nak. Ibu tidak tahu apa yang sudah terjadi diantara kalian sebelumnya, tetapi dari cerita Hana, dia punya luka yang belum sembuh."Irsyad terdiam. Matanya mulai basah. Ia tahu benar siapa penyebab luka itu, dirinya sendiri dan Sand

  • Luka Cinta Istri Kedua   Bab 56. Pertemuan

    Irsyad akhirnya memasuki gerbang kayu sederhana yang menandai batas desa kelahiran Hana. Jalanan tanah yang sedikit bergelombang membuat mobilnya berguncang pelan. Aroma sawah yang basah dan suara jangkrik mulai terdengar di sela-sela kesunyian desa itu.Irsyad melambatkan laju mobil, matanya menatap penuh rasa penasaran ke setiap rumah yang ia lewati. Di kepalanya, ada seribu tanya. "Apakah benar Hana ada di sini? Bagaimana keadaannya? Bagaimana wajah anaknya?"Tak jauh dari tikungan, ia melihat seorang bapak paruh baya sedang duduk di bangku bambu depan rumah, merokok sambil menatap ke jalan. Irsyad meminggirkan mobil, lalu turun."Permisi, Pak." ucap Irsyad dengan sopan.Bapak itu menoleh. "Iya, Nak? Ada yang bisa dibantu?""Saya, mencari seseorang. Namanya Hana. Dia baru-baru ini pindah ke desa ini."Bapak itu mengangguk pelan. "Ooh… Hana. Iya, saya tahu. Dia tinggal di ujung sana, rumahnya Bu Rum. Jalannya terus saja, nanti belok kiri di pohon mangga besar. Rumah kayu dengan ter

  • Luka Cinta Istri Kedua   Bab 55. Desa Terpencil

    Pagi itu, rumah Irsyad masih tampak seperti biasa. Tak ada yang aneh. Sandra bersiap-siap ke kantor dengan wajah dingin yang sudah menjadi rutinitas. Ia tak menyapa Irsyad, tak juga menoleh meski suaminya duduk di meja makan. Irsyad tak peduli, pikirannya sedang dipenuhi oleh satu nama, Hana.Setelah memastikan Sandra benar-benar pergi bekerja, Irsyad segera bangkit dari duduknya. Ia naik ke kamar dan menarik koper kecil yang sudah ia siapkan malam sebelumnya. Pakaian secukupnya, berkas penting, dan foto kecil Hana dan bayinya yang dulu sempat diberikan oleh bi Piah, ia simpan rapi di dalam.Dengan langkah ringan tapi hati yang berat, ia keluar dari rumah tanpa suara. Ia sempat menatap rumah besar itu—tempat yang semestinya penuh cinta, tapi berubah jadi penjara bagi luka-lukanya.Di garasi, Irsyad memasukkan koper ke bagasi mobil. Setelah memastikan semuanya aman, ia masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin, dan mulai melaju menuju alamat yang diberikan Arkan. Jalanan pagi itu cukup le

  • Luka Cinta Istri Kedua   Bab 54. Irsyad Mulai Tegas

    Di sisi lain.Irsyad tampak gelisah. Sejak pagi pikirannya tak tenang. Ia terus menunggu seseorang yang akan membawakan jawaban dari sebagian kegelisahannya selama ini. Tak lama kemudian, seorang pria berkemeja rapi menghampiri meja mereka dengan langkah pasti."Arkan," sapa Irsyad sambil berdiri dan menjabat tangan pria itu.Arkan, pria muda yang merupakan rekan kerja sekaligus penyelidik pribadi Marco, mengangguk sopan. Ia duduk dan tanpa banyak basa-basi mengeluarkan sebuah amplop cokelat tebal dari tas kerjanya, lalu menyerahkannya kepada Irsyad."Semua data tentang Hana ada di sini, seperti yang Anda minta," ujar Arkan tenang.Irsyad menatap amplop itu sejenak, lalu dengan tangan gemetar ia membukanya. Marco hanya diam, memperhatikan dengan seksama ekspresi wajah bawahannya itu.Satu per satu lembaran dalam dokumen itu dibuka oleh Irsyad. Semakin ia membaca, semakin dalam kerutan di dahinya. Dan saat sampai pada halaman yang menceritakan tentang masa lalu Hana, tangannya terhenti

  • Luka Cinta Istri Kedua   Bab 53. Teman Masa Kecil

    Hilman ragu sejenak, sebelum akhirnya bertanya dengan suara rendah, "Kamu sudah menikah, Han?"Hana mengangguk pelan. "Sudah.""Jadi,banak yang kamu gendong itu, anakmu?" lanjut Hilman, kali ini nadanya lebih pelan, seolah tak ingin melukai."Iya," jawab Hana sambil membelai kepala bayinya dengan lembut.Hilman terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat, tapi ia berusaha tetap tenang. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan, tapi ia tak ingin melukai hati perempuan yang duduk di sampingnya itu."Lalu… suamimu mana?" tanyanya akhirnya. "Kenapa kamu sendiri?"Hana menghela napas panjang, matanya kembali menerawang ke kejauhan."Kami sudah berpisah," katanya singkat.Hilman mengernyit. "Berpisah?""Iya," Hana mengangguk, masih menatap lurus. "Maaf, Hilman, aku tak bisa cerita banyak. Itu aib rumah tanggaku. Aku tidak ingin mengungkit-ungkitnya."Suara Hana lirih, tapi jelas terasa getirnya. Hilman merasakan ada dinding tinggi di antara mereka yang tak bisa ia tembus.Ia menunduk, menghela na

  • Luka Cinta Istri Kedua   Bab 52. Bisik-bisik Tetangga

    Di saat Irsyad masih menanti kabar dari Arkan, menunggu dengan cemas dan harap di tengah keheningan kamar kosong yang pernah dipenuhi tawa anak dan suara lembut Hana, jauh di sebuah desa yang tenang dan terasing dari hiruk-pikuk kota, Hana mencoba membangun kembali hidupnya dari puing-puing yang berserakan. Ketika dunia menolaknya, kampung itulah satu-satunya tempat yang mau memeluknya kembali.Rumah Bu Rum yang sederhana, berdinding kayu, tapi bersih dan hangat. Di beranda kecil rumah itu, Hana mulai membuka warung kecil. Ia menjual gorengan, minuman, mi instan, dan kebutuhan harian lain yang mudah dicari. Ia menata dagangannya dengan penuh kasih sayang, seolah-olah itu adalah caranya berbicara pada dunia bahwa ia belum menyerah.Pagi itu seperti biasa, Hana menggendong bayinya, sambil membuka lapak warung yang makin hari makin dikenal warga sekitar. Para ibu yang lewat menyapa, membeli gula atau telur, dan memuji senyumnya yang ramah."Sejak ada warung Hana di sini kita gak perlu re

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status