Seketika Mas Zaki mematikan televisi. Wajahnya merah menahan marah. Tentu saja dia murka melihat kebohongan Hana di depan awak media. "Sayang, masak, yuk."Aku menatap lurus ke arah matanya. Mencari makna di balik kata yang dia ucapkan. Kenapa tiba-tiba mengajak masak?"Masak apa?""Udah lama kangen masakan kamu. Terakhir masak kayaknya di rumah Ibu, kan?""Iya. Aku juga kangen Ibu dan Laras, Mas.""Untuk sementara kita harus menahan rindu pada semua orang. Ibu dan Laras sudah setuju untuk pulang kampung dulu biar nggak dikejar wartawan. Jangan sampai justru kehadiran kita saat menjenguk, membuat awak media mencium posisi mereka.""Aku ngerti, kok. Sekarang, kamu mau dimasakin apa?""Bikinin aku rujak kangkung, dong.""Ya, ampun. Kirain kepengen apa. Ternyata receh banget.""Nggak tahu, nih. Dari semalem kebayang aja rujak kangkung bikinan kamu yang pedes seger gitu.""Kayak lagi ngidam aja.""Padahal yang hamil kamu," ujarnya sambil mencubit pipiku."Ya, udah aku buatin dulu. Kamu m
"Tadinya mau ke sini. Aku larang dia, karena khawatir bakal bikin kamu sedih. Rizal akhirnya ngajak aku ke apartemen dia.""Pastinya udah tenang saat itu, tapi kenapa pas semalam sampai sini, kamu kelihatan masih marah banget dan ...."Aku tak melanjutkan kalimat itu. Bagaimanapun, aktivitas intim kami masih selalu membuatku tersipu saat mengingatnya. Walau pernah berpacaran dengan Arsi, tapi kami tak pernah melakukan sentuhan yang terlalu jauh. Lelaki berambut ikal itu hanya berani memelukku. Sesekali dia pernah mencium, tapi hanya di kening saja. Semua pengalaman indahku tentang hubungan lelaki dan perempuan hanya saat bersama Mas Zaki. Banyak hal yang baru aku dapatkan atau ketahui justru setelah bersamanya. Sekarang aku menunggu penjelasan, kenapa dia terlihat sangat marah tadi malam, dan menuntut aku untuk meredakan api di dadanya."Bagaimana aku nggak marah, Cinta? Dari apartemen Zaki, aku sudah cukup tenang. Ingin langsung ke sini, tapi kupikir lebih baik mengemasi barang-bara
Setelah polisi melakukan gelar perkara dan dua kali memeriksa Hana sebagai saksi, hari ini status tersangka ditetapkan untuknya. Selain itu, sepupunya juga diumumkan sebagai tersangka karena terlibat menjadi pemeran pria dalam video berkonten dewasa dengan durasi yang cukup panjang tersebut.Menurut petugas, keduanya telah mengakui bahwa pemeran wanita dan pria yang berhubungan intim dalam video itu adalah mereka. Pada beberapa tayangan tampak Hana tampil di depan publik dengan mengenakan gaun panjang berwarna hitam. Dia menahan tangis sambil berbicara. Suara perempuan itu bergetar saat meminta maaf khusus kepada Mas Zaki dan keluarga besarnya."Saya mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya oleh semua pihak. Terutama kedua orang tua saya, juga Mas Indra dan seluruh keluarga besarnya. Ini merupakan kekhilafan yang saya berharap bisa mendapat pengampunan dari Tuhan."Tepat saat Hana selesai berbicara, Mas Zaki mendekatiku lalu mengambil remote dan mematikan televisi. "Nggak usa
"Iya.""Aneh. Saya sama sekali nggak mendengar suara apapun, Bu."Aku semakin diliputi kebingungan. bulu-bulu di tangan mulai meremang. Nela sepertinya menyadari rasa takut yang sedang merayapi emosiku. "Gini aja. Ibu lanjutkan bersih-bersih dan wudu. Saya temani di dekat pintu.""Aku wudu di toilet kamar tidur tamu aja, deh."Bulu kudukku berdiri saat kami berdua melangkah keluar. Nela tetap menemani dan menunggu aku di depan toilet. Untung saja suara-suara tadi tidak ada di sini, hingga aku bisa menyelesaikan wudu dengan tenang.Setelah selesai, aku kembali ke kamar untuk menunaikan salat magrib. Nela ikut salat berjamaah denganku. Di akhir, aku memperpanjang sujud. Memohon ketenangan dan penyelesaian untuk semua masalah kami. Aku yakin, Allah akan memberikan solusi untuk semua ini.Selesai salat, aku mengajak Nela untuk ke ruang tamu. Suasana kamar terlalu mencekam buatku saat ini. Lebih baik menunggu Mas Zaki di depan saja.Dengan gelisah, aku duduk di sofa. Berganti posisi beber
Seorang laki-laki duduk di samping Rizal. Dia mengenakan koko putih dan celana panjang hitam yang sederhana. Di bahunya tersampir serban abu-abu dengan motif kotak-kotak kecil. Wajahnya teduh dan sama sekali tidak pernah menatap wajahku. Mas Zaki menceritakan kejadian datangnya ular di depan kulkas, juga tentang suara perempuan di toilet yang hanya terdengar olehku. Saat suamiku mengakhiri ceritanya, lelaki yang bernama Ustadz Azzam itu tersenyum. "Ya, tampaknya itu memang jin, tapi jangan sampai membuat kita berburuk sangka atau suuzan pada orang lain. Jangan pernah menduga-duga bahwa jin ini kiriman dari si A atau si B dan lainnya. Cukup Pak Zaki dan keluarga membentengi diri dengan Al Qur'an, sehingga gangguan dari luar akan sulit masuk."Mas Zaki menganggukkan kepala. "Baik, Ustadz.""Usahakan untuk menghapalkan surat Al Baqarah dan surat Yunus untuk dibaca dalam salat. Ditambah dengan Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas. Saat hendak masuk rumah, baca basmallah dan salam. Saat menu
"Sayang, kamu tenang aja. Aku sangat yakin itu anak orang lain. Kamu udah dengar ceritaku, tentang kami yang bahkan sulit melakukan hubungan sejak video pertama yang aku lihat di ponselnya, kan? Kami nggak pernah berhasil melakukannya sampai talak tiga itu aku ucapkan. Jaraknya lebih dari sebulan. Kalau memang nanti dia menuntut macam-macam, aku akan mengajukan tes DNA.""Iya, Mas, tapi kenapa Hana tidak ditahan terkait kasusnya?""Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan di belakang pengadilan. Keluarga Hana sangat ahli dalam hal-hal seperti ini. Adik bungsunya juga pernah terlibat kasus narkoba, dan berakhir bebas.""Aku takut, Mas.""Tenang aja. Aku akan jagain kamu dengan sepenuh kemampuan. Nggak ada yang boleh nyentuh istri dan anakku walau seujung rambut sekalipun."Ucapan Mas Zaki sebenarnya membuat aku tenang. Namun, di sisi hati yang lain tetap ada rasa takut yang menghantui. Dengan kekuatan, uang, dan pengaruh yang dimiliki keluarga besarnya, kemungkinan Hana untuk melakukan s
Senyap. Detak jam dinding semakin jelas terdengar karena tidak ada satu pun manusia di rumah ini yang berbicara. Demikian juga aku dan dan Amel yang membisu di balik pintu. "Kalau udah nggak ada lagi yang mau disampaikan, aku mau istirahat," ujar Mas Zaki memecah keheningan dengan suara dinginnya. "Kamu belum jawab pertanyaanku, Mas.""Hana, dalam Islam, istri yang sudah ditalak tiga tidak dapat dinikahi lagi oleh mantan suaminya. Kecuali si istri sudah menikah lagi dengan orang lain lalu bercerai, tapi bukan pernikahan settingan atau pura-pura."Tidak ada jawaban, hingga Mas Zaki berbicara lagi. "Jangan pernah melakukan drama nikah pura-pura lalu cerai, karena aku akan tahu. Lagi pula, sampai mati pun kita nggak akan pernah bersama lagi.""Kamu jahat, Mas," isak Hana di sela kalimatnya yang terbata. "Aku nggak mau ngebahas siapa yang lebih jahat di antara kita, Hana. Bahkan harusnya kamu nggak ke mana-mana sebelum masa iddah selesai."Tidak ada suara lagi untuk beberapa saat lama
"Pagi harinya Mas Zaki membawaku ke sebuah tempat di kawasan Kabupaten Tangerang. Tentu saja dengan pengawalan lengkap dari anak buahnya yang kini lebih memperketat penjagaan. Namun, kali ini kami pergi dengan pergerakan yang lebih halus dan rapi. Hingga sangat kecil kemungkinannya untuk dicurigai. Sengaja mobil keluar tidak beriringan, tapi tetap saling memantau. Bahkan kami menembus lalu lintas di jam yang ramai agar terlihat hanya bepergian biasa. Di tengah perjalanan, dengan kemampuan Mas Zaki, Rizal, dan Pak Wawan, kami sudah berjalan beriringan saat memasuki perbatasan kota dan kabupaten. Sejak di sana, mereka bertiga sangat yakin kami tidak diikuti siapa pun sampai ke tempat yang baru.Rumah itu agak sedikit lebih kecil dibanding dua tempat tinggal kami sebelumnya. Desainnya minimalis, dengan taman mungil di depannya. Ada satu pohon mangga di bagian sudut yang membuat suasana halaman menjadi lebih sejuk. Tidak ada kolam renang, tapi tentu saja itu bukan hal mengecewakan karen