Beranda / Romansa / Luna dalam Lara / Hati yang Tergoyah

Share

Hati yang Tergoyah

Penulis: Emil
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-23 06:35:09

Setelah pertemuan itu, kehadiran Damon menjadi hal yang paling Luna tunggu-tunggu. Klub malam yang dulunya hanya tempatnya bekerja, kini terasa seperti tempat pertemuan. Damon selalu datang di jam yang sama, duduk di tempat yang sama, dan hanya berbicara dengannya. Ia tidak pernah menuntut apa-apa, hanya menawarkan telinga dan hatinya.

Suatu malam, Luna memutuskan untuk bertanya. "Kenapa kau kembali? Kau tahu, aku bukan wanita baik-baik. Seharusnya kau mencari seseorang yang setara denganmu."

Damon tersenyum lembut. "Siapa yang bilang kamu tidak baik? Aku melihat seorang wanita yang kuat, Luna. Seseorang yang memilih untuk bertahan hidup, meskipun dengan cara yang sulit."

"Kamu punya bakat luar biasa," kata Damon lagi, saat mereka sedang berbicara tentang lukisan. "Kamu bisa melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat orang lain. Aku yakin kamu punya banyak cerita, di luar topeng ini."

Luna tersenyum, senyum yang tulus, bukan senyum palsu yang biasa ia gunakan. "Kamu juga," jawabnya, matanya menatap mata Damon. "Kamu bisa melihat hal-hal yang tersembunyi."

Mereka berbicara tentang banyak hal: tentang seni, musik, film, dan buku. Luna, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, merasa bahagia. Ia merasa seperti seorang gadis desa lagi, yang hanya peduli pada hal-hal sederhana. Namun, ada satu hal yang ia tidak bisa lupakan: ia adalah Luna, dan ia harus membalaskan dendamnya pada dirinya yang dulu.

"Kenapa kamu terus bekerja di sini?" tanya Damon lagi suatu malam, matanya memancarkan keprihatinan. "Kamu tidak cocok di sini. Aku bisa membantumu."

Lidya terdiam. Ia tidak bisa menjawab. Ia tahu, Damon benar. Ia tidak cocok di sini. Tetapi ia juga tahu, ia tidak bisa kembali ke Lidya yang dulu. Ia terlalu banyak berubah.

"Aku punya alasan yang tidak bisa kuceritakan," jawab Luna, suaranya pelan.

Damon mengangguk, ia tidak memaksa. Ia hanya memegang tangan Luna, dan kehangatan tangannya membuat Luna merasa aman, merasa seperti ia bisa kembali menjadi dirinya sendiri.

Lidya dan Damon semakin dekat. Mereka tidak lagi hanya bertemu di klub. Mereka bertemu di kafe, di taman, di galeri seni. Damon menunjukkan Lidya sebuah dunia yang tidak ia ketahui. Dunia yang penuh dengan keindahan, di mana Lidya bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus memakai topeng Luna. Hati Luna yang dulu beku, kini mulai mencair. Ia mulai jatuh cinta pada Damon.

Suatu malam, Damon menemukan Luna duduk sendirian, memandang ke luar jendela, matanya penuh dengan kesedihan.

"Kamu terlihat seperti seseorang yang menyimpan banyak rahasia," kata Damon, suaranya tenang. "Tapi rahasia tidak akan pernah bisa membuatmu bebas."

Luna menoleh, menatap mata Damon. Ia melihat kejujuran di sana, dan ia merasa ada dorongan aneh untuk menceritakan segalanya. Namun, ia menahan diri. "Kamu tidak tahu apa-apa," bisiknya.

Damon tersenyum. "Mungkin. Tapi aku tahu bagaimana rasanya terluka. Aku tahu bagaimana rasanya merasa sendirian, bahkan di tengah keramaian."

Kata-kata itu membuat Luna terkejut. Ia melihat luka yang sama di mata Damon, luka yang selama ini ia sembunyikan. Dan untuk pertama kalinya, Luna menceritakan masa lalunya. Ia menceritakan tentang desanya, tentang Rizal, dan tentang kehancuran yang ia rasakan. Ia tidak menyebutkan namanya, tetapi ia menceritakan semuanya.

Damon mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia tidak menyela, tidak menghakimi. Ia hanya mendengarkan.

"Kamu adalah orang yang kuat, Lidya," kata Damon, memecah keheningan. "Kamu melewati semua itu sendirian. Kamu selamat."

Kata-kata itu membuat Luna terharu. Ia tidak pernah berpikir bahwa ia kuat. Ia hanya berpikir bahwa ia bodoh. Malam itu, Luna menyadari satu hal: ia tidak lagi sendirian, dan Damon melihat dirinya yang sebenarnya.

Namun, suatu hari, takdir seakan sedang mempermainkan Luna. Saat Luna dan Damon sedang berjalan di sebuah pusat perbelanjaan, Luna melihat seseorang yang ia kenali. Ia adalah Rizal, pria yang telah merenggut kepolosannya di desa. Luna terkejut dan panik. Ia segera menarik Damon menjauh dari sana.

"Kenapa? Kamu kenapa, Luna?" tanya Damon, bingung melihat kepanikan Luna.

"Tidak... tidak apa-apa," jawab Luna, suaranya bergetar. "Ayo kita pergi dari sini."

Damon, dengan nalurinya yang kuat, menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Ia melihat ke arah yang dilihat Luna dan ia melihat Rizal. Wajahnya tiba-tiba menjadi gelap, matanya penuh dengan kemarahan. Luna terkejut melihat perubahan ekspresi Damon.

"Kamu kenal pria itu?" tanya Damon, suaranya dingin dan menusuk.

"Tidak," jawab Luna, berbohong.

Namun, Damon tidak percaya. Ia menatap Luna dengan mata yang kini tidak lagi teduh, melainkan penuh tuduhan. "Dia adalah Rizal. Dia adalah kakakku."

Dunia Luna seakan runtuh untuk kedua kalinya. Ia tidak hanya menemukan pria yang telah menyakitinya, tetapi ia juga menemukan bahwa pria yang ia cintai adalah adik dari pria itu. Hati Luna kembali beku. Ia merasa dikhianati lagi.

Kebenaran itu menghantam Lidya seperti badai, mengubah cintanya pada Damon menjadi amarah yang membara. Ia berada di persimpangan jalan, dan ia tidak tahu ke mana harus melangkah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Luna dalam Lara   AKHIR DARI PERMAINAN

    Malam di desa itu terasa dingin dan sunyi, diselimuti kegelapan yang pekat. Luna tiba di bawah pohon beringin tua, tempat Damon memintanya bertemu. Ia mengenakan pakaian kasual, jauh dari gaun mewahnya. Namun, di matanya, Luna yang dingin tetap berkuasa. Ia tahu ini adalah akhir dari perjalanannya. Balas dendamnya akan tuntas malam ini.Luna menunggu. Setiap detik terasa seperti berjam-jam. Ia memikirkan Rizal, rasa sakit yang ia timbulkan. Ia memikirkan Damon, pria yang hampir membuatnya melupakan segalanya. Di saat genting ini, Lidya yang lama, yang rentan dan mencintai, berjuang melawan Luna yang keras dan penuh dendam.Tak lama kemudian, Damon muncul. Wajahnya dipenuhi oleh debu dan kelelahan, tetapi matanya memancarkan tekad. Ia membawa sebuah flash drive kecil di tangannya, menggenggamnya erat seolah itu adalah nyawanya."Kau datang," kata Luna, suaranya pelan."Tentu saja aku datang," balas Damon. Ia melangkah mendekat, tetapi Luna menahan

  • Luna dalam Lara   PENGKHIANATAN DI ATAS PANGGUNG

    Rizal berdiri mematung. Wajahnya yang semula angkuh kini dipenuhi keringat dingin. Ia mencoba mengikuti Luna, tetapi kakinya terasa kaku. Gadis desa yang ia campakkan telah kembali sebagai Luna, seorang wanita yang memancarkan aura bahaya dan kekuasaan."Rizal, kau kenapa? Jangan menghalangi jalanku!" tegur Tuan Sanjaya, menatap Rizal dengan tidak sabar.Rizal tersentak. Ia memaksakan senyum tegang. "Tidak, Tuan Sanjaya. Saya... saya hanya terkejut melihat kenalan lama."Tuan Sanjaya mengabaikannya dan menyambut Luna. "Nona Luna, suatu kehormatan. Rizal sudah sering menceritakan tentang proyek kita, tapi saya lebih tertarik pada selera seni Anda."Luna tersenyum memikat. "Saya rasa, seni dan bisnis memiliki kesamaan, Tuan Sanjaya. Keduanya membutuhkan mata yang tajam untuk melihat nilai tersembunyi. Dan keduanya mudah hancur jika fondasinya rapuh."Di tengah keramaian, Luna dan Tuan Sanjaya terlibat dalam percakapan yang intens. Rizal mengawasi dar

  • Luna dalam Lara   PERMAINAN HATI

    Damon menatap Luna. Sorot matanya kini bercampur antara kepedihan dan tekad yang kuat. Ia mengerti, tawaran Luna adalah sebuah ujian, sekaligus jalan satu-satunya untuk mendekatinya."Apa pun itu, aku akan melakukannya," jawab Damon, suaranya mantap. "Aku akan membantumu. Katakan padaku, apa yang harus kulakukan?"Luna tersenyum sinis. Senyum itu tidak mencapai matanya. "Bagus. Aku suka komitmenmu." Ia melangkah lebih dekat, menatap langsung ke mata Damon. "Aku ingin kau tahu segalanya tentang kakakmu, Rizal. Di mana dia bekerja, dengan siapa dia bergaul, dan apa kelemahannya.""Rizal bekerja di perusahaan properti besar. Aku bisa mendapatkan informasinya," kata Damon. "Tapi kenapa? Apa rencanamu?""Rencanaku sederhana," balas Luna, kini berbisik dengan nada mengancam. "Aku akan membuatnya merasakan apa yang kurasakan. Aku akan menghancurkan apa yang paling dia cintai." Luna menjeda, lalu menambahkan, "Dan aku tidak ingin kau bertanya-tanya. Aku hanya ing

  • Luna dalam Lara   KUPU-KUPU YANG MEMATIKAN

    Klub malam itu bersinar lebih terang dari biasanya, tetapi Luna, yang kini mengenakan gaun hitam panjang yang elegan dan berbahaya, bersinar paling gelap. Ia telah membuang sisa-sisa Lidya yang tersisa. Wajahnya dipoles sempurna, dan tatapan matanya beku, tanpa jejak kehangatan yang pernah Damon lihat.Ia berjalan memasuki ruangan, dan seketika semua mata tertuju padanya. Ia bukan lagi seorang gadis yang mencari pengakuan; ia adalah Luna, sang Dewi Balas Dendam.Seperti malam-malam sebelumnya, Damon berada di sudut yang sama. Ia mengenakan kemeja sederhana, dan wajahnya tampak pucat karena rasa khawatir. Saat mata mereka bertemu, Damon bangkit, mencoba mendekat.Namun, sebelum Damon sempat melangkah, seorang pria kaya, Tuan Arya, yang sudah lama terobsesi pada Luna, menghampirinya. Luna memberinya senyum yang memikat, senyum yang tidak pernah ia berikan kepada Damon."Luna, kau tampak... luar biasa malam ini," kata Tuan Arya, mencoba memegang tangannya.

  • Luna dalam Lara   JEBAKAN BALAS DENDAM

    Ancaman dingin Luna bahwa ia tidak akan memberinya peringatan kedua menggantung di udara, mencekik Damon. Ia berdiri sendiri di tengah lobi klub yang ramai, pandangannya terpaku pada Rizal yang marah dan Luna yang kejam. Ia tahu, Luna telah memenangkan pertempuran itu, tetapi dengan mengorbankan jiwanya sendiri.Damon segera meninggalkan klub dan kembali ke apartemennya. Ia tidak bisa tidur. Ucapan Luna, "Dia adalah kakakku," terus terngiang, menjelaskan mengapa wanita yang dicintainya kini bertekad untuk menghancurkan keluarganya.Pagi harinya, pintu apartemen Damon didobrak dengan kasar. Rizal berdiri di sana, wajahnya pucat pasi dan matanya memerah. Ia baru saja dipecat. Tuan Sanjaya, setelah dihubungi oleh Luna dengan dalih profesionalisme dan etika bisnis yang buruk, membatalkan semua kesepakatan dan menyebarkan desas-desus tentang perilaku tidak etis Rizal."Kau tahu, Damon, aku kehilangan segalanya!" teriak Rizal, melempar vas bunga ke dinding. "Pekerjaan

  • Luna dalam Lara   Cinta Yang Terkhianati

    "Jangan sentuh aku!" teriak Luna, suaranya bergetar hebat. Ia menepis tangan Damon yang berusaha meraihnya. Mereka berada di tengah keramaian pusat perbelanjaan, tetapi bagi Luna, dunia terasa sunyi, hanya ada suara amarahnya sendiri.Damon terkejut. Wajahnya yang semula teduh kini terlihat panik. "Luna, tunggu! Apa yang kamu bicarakan? Kenapa kamu mengatakan itu?"Luna mundur dua langkah, matanya menatap Damon dengan kebencian yang sama besarnya dengan cinta yang baru ia rasakan. Ia melihat bayangan Rizal di mata Damon, dan semua kebaikan yang Damon tunjukkan kini terasa seperti tipuan yang lebih kejam daripada kebohongan Rizal."Kalian semua sama saja!" bentak Luna, air matanya kini mengalir deras, namun itu adalah air mata kemarahan. "Kalian semua hanya bisa merusak hidup orang lain! Kalian semua penuh janji palsu!""Aku tidak tahu apa yang dilakukan Rizal padamu," kata Damon, suaranya kini dipenuhi kesedihan dan kebingungan. "Tapi aku bukan dia! Aku tidak ada hubungannya dengan ma

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status