LOGINAncaman dingin Luna bahwa ia tidak akan memberinya peringatan kedua menggantung di udara, mencekik Damon. Ia berdiri sendiri di tengah lobi klub yang ramai, pandangannya terpaku pada Rizal yang marah dan Luna yang kejam. Ia tahu, Luna telah memenangkan pertempuran itu, tetapi dengan mengorbankan jiwanya sendiri.
Damon segera meninggalkan klub dan kembali ke apartemennya. Ia tidak bisa tidur. Ucapan Luna, "Dia adalah kakakku," terus terngiang, menjelaskan mengapa wanita yang dicintainya kini bertekad untuk menghancurkan keluarganya.
Pagi harinya, pintu apartemen Damon didobrak dengan kasar. Rizal berdiri di sana, wajahnya pucat pasi dan matanya memerah. Ia baru saja dipecat. Tuan Sanjaya, setelah dihubungi oleh Luna dengan dalih profesionalisme dan etika bisnis yang buruk, membatalkan semua kesepakatan dan menyebarkan desas-desus tentang perilaku tidak etis Rizal.
"Kau tahu, Damon, aku kehilangan segalanya!" teriak Rizal, melempar vas bunga ke dinding. "Pekerjaanku, reputasiku! Dan itu semua karena wanita iblis itu!"
"Kau pantas mendapatkannya, Kak," balas Damon dingin, berdiri tegak.
Rizal terdiam, menatap adiknya tak percaya. "Apa katamu?"
"Kau dengar aku. Kau pantas mendapatkannya," ulang Damon. "Kau menghancurkan hidup seorang gadis. Seorang gadis polos. Kau meninggalkannya begitu saja, Kak. Kau mengambil kehormatannya dan membuangnya."
Rizal tertawa sinis. "Oh, jadi kau tahu. Jadi kau tahu Luna itu adalah Lidya, gadis desa yang kutinggalkan? Dan kau membelanya? Kau tahu, dia itu pelacur, Damon! Dia wanita rendahan yang pantas diperlakukan seperti itu!"
Kata-kata Rizal seperti belati bagi Damon. "Jangan pernah berani menyebut dia seperti itu lagi," desis Damon, matanya berkilat marah. "Kau adalah pria yang rendahan, Kak. Kau yang harus bertanggung jawab."
"Aku akan memberinya pelajaran," geram Rizal. "Aku akan memastikan dia menyesal. Dan kau, Damon, kau pengkhianat. Kau memilih seorang pelacur daripada darah dagingmu sendiri!"
Rizal pergi, mengancam akan menghancurkan Luna dengan cara apa pun. Damon tahu, ia tidak punya waktu lagi. Ia harus memilih: membiarkan Luna tenggelam dalam rencana balas dendamnya, atau menyelamatkannya, meskipun ia harus menghancurkan kakaknya sendiri.
Damon mencari Luna ke mana-mana. Ia tahu Luna tidak akan mau bertemu dengannya, jadi ia pergi ke tempat ia tahu Lidya yang asli masih ada: klub malam itu. Ia menunggu di luar selama berjam-jam, di tengah hujan yang mulai turun, hanya untuk melihat sekilas wajah Luna.
Akhirnya, Luna keluar, diantar oleh Tante Rosa. Ia melihat Damon yang basah kuyup di bawah payung. Wajah Luna tetap tanpa ekspresi.
"Kau masih di sini?" tanya Luna, suaranya jengkel.
"Aku tidak akan pergi," kata Damon, melangkah maju. "Kau harus berhenti, Luna. Rizal sudah hancur. Kau sudah menang. Jika kau terus melakukan ini, kau akan kehilangan dirimu sendiri."
Luna tertawa dingin. "Menang? Belum, Damon. Kau tidak tahu apa yang dia lakukan padaku. Kerugian finansial tidak sebanding dengan kehancuran jiwa."
"Aku bisa membantumu," mohon Damon. "Aku akan melakukan apa pun. Aku akan pastikan Rizal tidak akan pernah bisa menyentuhmu lagi. Aku akan membawamu jauh dari sini."
Luna menatap mata Damon lekat-lekat. Ia melihat ketulusan di sana, tetapi ia telah terlalu dalam di dunia balas dendam. "Kau ingin membantuku?" tanyanya. "Kalau begitu, jangan pernah mencariku lagi. Pergilah. Itu satu-satunya bantuan yang kubutuhkan."
Ia berbalik, tetapi Damon menahannya. "Tolong, Luna. Aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Aku tahu kau masih mencintaiku."
Luna memejamkan mata, membiarkan rasa sakit itu mencambuknya. Ketika ia membuka mata, yang ada hanyalah Luna yang dingin.
"Kau salah, Damon," bisik Luna. "Lidya mencintaimu. Tapi Luna... Luna hanya mencintai kemenangan. Dan kau... kau hanyalah pengganggu. Sekarang, jika kau benar-benar mencintaiku, pergilah. Dan lupakan bahwa kau pernah melihatku."
Luna masuk ke mobil Tante Rosa, meninggalkan Damon yang hancur di tengah hujan.
Meskipun Luna menyuruh Damon pergi, jauh di lubuk hatinya, ia merasa sedikit lega. Damon tidak menyerah, dan itu menunjukkan bahwa ada kebaikan di dunia, kebaikan yang ia kubur dalam-dalam.
Namun, ia tidak bisa membiarkan Rizal menang. Ia harus menghancurkan Rizal sepenuhnya. Ia menyusun rencana terakhir: ia akan memastikan Rizal ditangkap atas kejahatan yang tidak ia lakukan, membuat Rizal kehilangan kebebasan dan harga dirinya.
Tante Rosa memperingatkan Luna. "Rizal sedang mencari kelemahanmu, Luna. Dia akan menggunakan apa pun. Bahkan keluargamu di desa."
Kata-kata Tante Rosa membuat Luna panik. Ia segera menghubungi seorang koneksi lamanya di desa, meminta mereka untuk memastikan orang tuanya aman.
Sementara itu, Damon, yang patah hati, mulai menyelidiki Rizal lebih dalam. Ia tidak ingin Luna melakukan kejahatan, dan ia tahu satu-satunya cara untuk menghentikan Luna adalah dengan mengungkap kebenaman Rizal yang paling kotor.
Melalui koneksinya, Damon menemukan dokumen rahasia di bekas kantor Rizal. Dokumen itu berisi bukti Rizal terlibat dalam penipuan properti skala besar, menjebak banyak keluarga miskin di desa-desa terpencil, termasuk desa Lidya. Rizal tidak hanya merenggut kehormatan Lidya, tetapi ia juga merampas tanah dan masa depan keluarganya.
Damon terkejut. Kebenaran ini jauh lebih buruk dari yang ia bayangkan. Rizal adalah penjahat sejati. Damon menyadari, Rizal harus dihukum, bukan oleh Luna, tetapi oleh hukum.
Damon mengambil keputusan. Ia akan menggunakan dokumen ini untuk menjebak Rizal, membersihkan namanya dari bayangan Rizal, dan yang paling penting, menyelamatkan Luna. Ia tahu, jika Luna melakukan kejahatan, ia tidak akan pernah bisa kembali.
Damon menghubungi Luna, mengatur pertemuan terakhir, sebuah janji di bawah pohon beringin tua, tempat Lidya dan Rizal pernah mengucapkan janji palsu. Damon akan menyerahkan semua bukti, meminta Luna menyerahkan Rizal pada hukum. Namun, Damon tidak tahu, Rizal sudah membuntuti setiap langkahnya, dan jebakan yang disiapkan Luna untuk Rizal, kini berbalik menjadi jebakan bagi mereka berdua.
Keesokan harinya, seluruh Jakarta diguncang oleh berita utama di media massa. Jurnalis Rina, dengan integritasnya yang tak terbantahkan, memublikasikan laporan investigasi yang sangat rinci mengenai dugaan penggelapan dana bantuan bencana alam oleh Yayasan Harapan Bangsa milik Jenderal Wiratama. Meskipun Luna hanya memberikan sedikit informasi, Rina berhasil mengembangkan kasus itu dengan bukti-bukti tambahan.Luna dan Damon membaca berita itu di safe house, layar laptop mereka memancarkan cahaya yang dingin."Kau berhasil, Lidya," bisik Damon, matanya memancarkan rasa kagum dan cemas. "Seluruh kota membicarakan ini. Citra Jenderal hancur."Luna, yang kembali dikuasai Luna yang strategis, tidak terlihat puas. "Ini hanya pengalih perhatian, Damon. Ini tidak menghancurkannya, hanya membuatnya sibuk. Dia harus membersihkan citranya, memecat beberapa orang, dan menyangkal semuanya di depan publik. Tapi dia tahu, serangan ini datang dariku.""Lalu, ap
Luna dan Damon melewati hari-hari berikutnya dalam keheningan yang mencekam di safe house. Damon, meskipun awalnya takut dengan rencana berisiko Luna, kini membantu mengawasi setiap detail yang mungkin terlewat. Namun, ia tetap gelisah."Kau yakin Tuan Dharma tidak akan menyerahkan paket itu langsung pada Jenderal?" tanya Damon, saat ia memandang flash drive cadangan di tangannya."Tuan Dharma adalah politikus," jawab Luna, yang kini menghabiskan waktunya menganalisis laporan media Tuan Dharma. "Politikus tidak takut pada polisi, mereka takut pada opini publik dan skandal. Jika ia menyerahkan paket itu pada Jenderal, Jenderal akan menyelesaikan masalah Rizal, dan Tuan Dharma akan tetap terikat dalam jaringan kejahatan itu. Jika ia bekerja sama dengan kita, ia hanya kehilangan satu rekanan kotor Rizal tapi menyelamatkan reputasinya dan seluruh karir politiknya."Luna telah mengirimkan paket tersebut melalui kurir anonim yang sangat terpercaya, m
Apartemen yang diberikan Tante Rosa adalah tempat yang sempurna untuk bersembunyi. Lokasinya berada di lantai atas sebuah gedung tua yang tidak mencolok, jauh dari keramaian pusat kota, dengan sistem keamanan yang ketat dan pintu ganda yang tersembunyi. Tempat itu sederhana namun fungsional, sebuah safe house yang hanya diketahui oleh sedikit orang.Luna segera menghubungi Tante Rosa melalui sambungan telepon rahasia yang telah dipasang."Terima kasih, Tante," kata Lidya. "Apartemen ini aman.""Tentu saja aman, Luna," balas Tante Rosa, suaranya terdengar dingin dan efisien. "Aku tidak pernah main-main soal keamanan. Tapi kau harus tahu, ini tidak akan lama. Jenderal itu seperti air, dia akan menemukan celah.""Aku tahu," jawab Luna, yang kini kembali mengambil kendali. "Dia sudah mulai menyerang Damon. Dia membuat Damon dipecat."Damon duduk di samping Lidya, wajahnya terlihat putus asa. "Kita tidak bisa melakukan ini sendirian, Lidya. Dia
Luna kembali ke mobil Tante Rosa dengan langkah cepat dan tegas. Di dalam mobil yang melaju membelah keramaian kota, ia segera menghubungi Tante Rosa, suaranya dipenuhi urgensi yang tak terbantahkan."Tante, aku butuh bantuanmu sekarang juga," perintah Luna, nadanya tanpa basa basi. "Dia curiga. Aku berhasil membuatnya ragu tentang dokumen itu, tapi itu hanya akan bertahan beberapa jam. Jenderal itu pasti akan mengincar Damon.""Aku sudah menduga," balas Tante Rosa dari ujung telepon, suaranya tenang. "Kau baru saja menusuk naga di mata. Berikan alamat apartemenmu. Aku akan kirim orang terbaikku untuk mengawasi Damon. Jangan bergerak ke mana mana sampai aku mengirimkan pesan."Luna memberikan alamatnya. Ia tahu, meskipun ia kini adalah Luna yang berani, ia tidak bisa melawan jaringan Jenderal Wiratama sendirian. Kelemahan terbesarnya Damon kini menjadi target utama. Selama perjalanan, ia melepas gaun elegan dan menggantinya dengan kaus hitam dan jaket biasa yang
Lidya tiba di lokasi pertemuan: sebuah restoran fine dining yang sangat eksklusif, terletak di lantai paling atas gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di pusat kota. Pemandangan kota Jakarta di bawahnya berkelip layaknya lautan bintang yang dingin dan tak peduli, seolah menjadi latar yang sempurna untuk pertempuran strategi ini. Lidya, yang kini adalah perpaduan antara Lidya yang hangat dan Luna yang tajam, mengenakan gaun hitam panjang dan elegan. Di lehernya, kalung perak sederhana Damon bersinar samar, menjadi jangkar di tengah kegelisahannya.Ia diantar oleh seorang waiter yang berjas rapi menuju sebuah ruang makan privat. Di dalam, Jenderal Wiratama sudah menunggunya sendirian. Pria itu benar-benar sosok yang mengesankan sekitar enam puluhan, namun memancarkan kekuasaan yang terasa menekan. Ia mengenakan jas mahal berwarna abu-abu gelap. Sikapnya yang tenang dan sorot matanya yang tajam menunjukkan bahwa ia adalah seorang predator yang terbiasa mend
Pesan dari Jenderal Wiratama yang datang dalam bentuk kartu nama mewah itu terasa seperti bom waktu yang tiba-tiba diletakkan di tengah apartemen Lidya dan Damon. Mereka duduk di ruang tamu yang sunyi, di bawah cahaya lampu temaram, dengan ketegangan yang lebih menusuk daripada angin malam.Damon berdiri, mondar-mandir di ruangan sempit itu, tangannya mengusap wajahnya berkali-kali. "Kita harus pergi, Lidya," desaknya, suaranya dipenuhi kepanikan. "Kita bisa naik kereta, pergi ke luar pulau. Kita bisa jual perhiasan Tante Rosa. Kita bisa menghilang."Lidya tetap duduk tegak di sofa. Ia memegang kartu nama itu, matanya membaca tulisan nama 'Jenderal Wiratama' berulang kali. "Melarikan diri ke mana, Damon? Kau pikir aku akan lari lagi?""Aku mohon, jangan keras kepala!" Damon berlutut di depannya, menggenggam kedua tangan Lidya. "Ini bukan Rizal! Dia punya tentara, dia punya kekuasaan. Dia bisa menemukan kita di mana pun, dan kali ini, dia tidak akan hanya memukul







