Share

BENIH

Author: Putri putri
last update Last Updated: 2023-10-02 00:26:42

“Ren, itu saudara kamu muntah-muntah di belakang. Sebentar lagi kita kondangan sekalian nengok bayi ini,” celetuk Shela yang baru saja kembali dari toilet.

“Dasar Vani, pacaran kok sampai kebobolan kayak anak sekolah aja. Tinggal nikah apa susahnya, sih? Ke KUA doang kan gampang,” timpal yang lain.

“Pacaran sama suami orang dia, makanya susah sendiri. Kalian jangan coba-coba ikutan, ya. Dilabrak istri sah baru tahu rasa!” Rena memperingatkan seraya melangkah keluar meninggalkan dua wanita yang mencondongkan bibir membentuk huruf O.

Rena melangkah cepat menuju toilet yang berada di belakang gedung. Ia tahu Vani tak mungkin menggunakan toilet dalam karena malu jika suara muntahnya terdengar staf yang lain. Meskipun tak pernah memberitahu, tapi semua orang yang bekerja di kantor itu tahu jika Vani tengah berbadan dua dan nahasnya mereka menganggap semua itu hal yang wajar. 

“Nikmat, kan, jadi wanita hamil?” ucap Rena seraya memijat tengkuk Vani yang masih terus menunduk di atas wastafel.

“M-Mbak Rena.” Vani terlihat ketakutan saat melihat bayangan wanita dari cermin besar di hadapannya. Ia merasa seperti tercekik padahal Rena mengusap tengkuknya dengan sangat lembut.

“Sayangnya Mas Danu susah diajak gerak cepat. Tapi tenang saja, aku akan berusaha lebih keras lagi agar kita bisa segera berpisah. Sabar ya, Sayang, ayahmu itu enggak sat set, beda dengan saat bikin kamu.” Rena mengusap lembut perut Vani.

Sebagai saudara sekaligus teman kerja, Rena dan Vani memang bisa dibilang sangat dekat. Tumbuh bersama sejak kecil membuat Rena menganggap Vani sebagai adiknya sendiri. Meski hanya sepupu tiri tapi mereka bak saudara kandung yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Bahkan pekerjaan Vani sekarang ini juga buah usaha Rena.  Itulah mengapa permasalahan ini begitu menyakitkan untuk Rena hingga ia tak sudi mengeluarkan air mata.

“Mas Danu sudah setuju mau tanggung jawab, Mbak. Tapi dia tak mau menikahi aku. Dia cuma cinta sama kamu,” ungkap Vani.

“Jangan jadi cewek bodoh, kamu mau jadi jalang? Lagian aku enggak mau sama bekas orang. Walaupun kita sering berbagi baju, sandal, tas, make up, tapi aku enggak mau berbagi lelaki. Mas Danu buat kamu saja. Aku bisa cari yang lain, kok.” Rena menyodorkan segelas teh hangat yang sengaja dibawanya.

Dengan tangan gemetar Vani menerima pemberian Rena dan menyeruputnya sedikit berharap rasa mual diperutnya bisa cepat menghilang. 

“Sekali lagi maafin aku, Mbak.” Mata Vani mulai berkaca-kaca. Sikap baik Rena membuatnya terus merasa berdosa karena telah tega merebut suaminya.

“Tak perlu mengucapkan banyak minta maaf, kata maafmu tak akan bisa memutar waktu.

“Tapi, Mbak.”

“Aku hanya minta kamu sedikit bersabar karena sepertinya proses perceraian kami akan sedikit lambat. Pacarmu sangat keras kepala.” Rena menepuk bahu Vani kemudian berjalan keluar.

Sebenarnya Rena sudah ingin berhenti bekerja namun ia mengurungkan niatnya saat mengingat masa depannya yang akan menjadi janda yang harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri serta kedua anaknya. Sedangkan mencari pekerjaan saat ini bukanlah hal yang mudah apalagi untuk wanita beranak dua seperti Rena.

**

“Besok undangan sidang pertama, aku harap kamu mau menyempatkan diri untuk datang.” Rena menyerahkan meletakan sebuah kertas yang dilipat di hadapan Danu.

“Aku tak akan datang! Biar saja hubungan kita tak jelas asal kau tak bisa pergi dari sini.” Danu meremas kertas tersebut lalu melemparnya kasar.

“Siapa bilang aku enggak akan pergi? Jika dalam tiga bulan hubungan kita tak ada kejelasan, aku akan tetap angkat kaki dari rumah ini. Kamu kira aku kuat terus berpura-pura baik di depan anak-anak?”

“Terserah!”

“Tenang saja, aku tak akan menuntut harta gono-gini. Aku hanya kasihan dengan Vani jika selama hamil ia tak sempat dimanja olehmu.”

Seketika Danu meradang, ia sudah tak tahan dengan ucapan Rena yang selalu memojokkannya. Istrinya yang dulu bersikap penyayang dan selalu bertutur kata lembut kini telah berubah bak monster yang sangat menakutkan. Meski di luar ia masih bisa tersenyum manis, namun saat berdua sikapnya seketika berubah garang.

“Kamu bilang apa, hah? Vani, Vani dan selalu Vani yang kamu bahas. Apa satu kesalahan yang aku lakukan langsung menutup semua kebaikan yang aku lakukan selama ini?” Danu mencekal kedua tangan Rena begitu kuat hingga wanita itu meringis kesakitan.

Selama menjadi suami, Danu memang tak pernah sekalipun bersikap kasar pada Rena. Setiap permasalahan yang menerpa keluarga mereka selalu ia  bicarakan dari hati ke hati tanpa marah atau kontak fisik yang menyakitkan.

“Pukul saja aku, Mas! Pukul! Atau bunuh saja aku sekalian biar aku tak selalu merasakan sakit,” ucap Rena tertahan, ia tak mau kedua anaknya yang sedang bermain di luar mendengar pertengkaran orang tuanya.

Air mata yang sudah sejak lama Rena tahan akhirnya luruh juga bersamaan dengan rasa sakit melihat sikap kasar dan wajah garang yang ditunjukkan oleh Danu.

“Maaf ...” Seketika Danu melepaskan tangannya. Ia paling tak bisa melihat wanita yang begitu dicintainya merasa kesakitan.

“Sejak pertama berkenalan, baru kali ini kamu begitu menyakitiku. Dan aku berharap ini menjadi yang terakhir. Tolong jangan membuatku hidupku semakin sulit, Mas. Mari kita berpisah secara baik-baik. Aku tak keberatan jika setelah ini kita masih berhubungan baik. Masih ada Hana dan Hafiz yang menjadi alasan kita terus bersama meski hanya sebagai orang tua, bukan sebagai pasangan.”

Rena terus berusaha menata hatinya agar tetap tenang. Lebih dari sepuluh tahun hidup bersama, membuat Rena sangat paham  bagaimana cara bicara yang baik pada lelaki yang sebentar lagi menjadi mantan suaminya.

“Baiklah jika itu maumu, tapi aku minta malam ini kamu melakukan harus melakukan kewajibanmu sebagai istri untuk yang terakhir kali. Anggap saja itu sebagai kenangan indah dari pernikahan yang pernah kita jalani,” Danu menyeringai.

Rena bergidik ngeri mendengar permintaan Danu. Bagaimana mungkin ia mau melakukan semua itu jika mengingat jika suaminya juga pernah melakukannya dengan Vani. Bahkan jika bukan karena terpaksa, untuk bersentuhan saja ia sangat jijik.

“Emm ...”

“Mama, ada paket!” teriak Hafiz sembari mengetuk pintu kamar.

Rena yang sedari tadi dilanda rasa bingung, langsung beranjak untuk segera membuka pintu. Bak malaikat penyelamat, teriakan Hafiz berhasil membuat Rena bisa keluar dari situasi buruk.

“Paket dari siapa, Sayang?” Sebisa mungkin Rena mengatur wajahnya agar terlihat manis di hadapan kedua anaknya.

“Enggak tahu, Ma. Coba buka.”

Rena menyambar kotak berukuran sedang berwarna biru yang dihiasi pita cantik berwarna putih dari tangan Hafiz lalu membukanya. Matanya membelalak saat melihat beberapa batang coklat juga sebuah kotak kaca berisi coklat kecil berbentuk hati.

“Wah, coklat ..., kalian mau coklat?” Rena menunjukkan kotak itu pada kedua anaknya setelah menyambar kartu ucapan berwarna merah yang menyertainya.

Mata Hana dan Hafiz seketika berbinar dan langsung menyambar semua isi di kotak tersebut. 

“Mama minta satu, dong, yang gambar hati itu.” Rena berjongkok dan membuka mulutnya.

Seketika Hafiz membuka kotak kaca ditangannya dan menyuapkan sebuah pada mulut mamanya.

“Terima kasih, Sayang. Makannya sambil duduk, ya, setelah itu gosok gigi biar enggak sakit gigi,” perintah Rena agar kedua anaknya pergi dari depan kamarnya.

Rena berbalik setelah memastikan kedua anaknya telah duduk di depan televisi. Ia merogoh saku dasternya lalu membuka kertas kecil yang tadi diambilnya.

[Meski tak bisa menyembuhkan lukamu, semoga sekotak makanan manis ini bisa sedikit mengembalikan senyummu. -H-]

Rena tersenyum membaca deret huruf yang ditulis rapi dalam kartu ucapan itu. Ia tahu betul siapa pengirim paket tersebut.

“Apa itu dari Hendri?” tanya Danu yang kini tengah bersandar di pintu kamar.

“Tahu aja.”

“Sejauh apa hubungan kalian?”

“Seperti saudara pada umumnya, kenapa?”

Danu menyambar kertas tersebut membacanya sebentar lalu menyobeknya menjadi beberapa bagian sebelum menghamburkannya.

“Kenapa disobek? Sakit hati?” tebak Rena.

“Itu tahu.” 

“Begitu saja sudah sakit hati, padahal hanya kertas dan coklat. Bagaimana jika benih anak?”

Bayangkan saja, Danu. Bayangkan!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MAAF, AKU SELINGKUHAN SUAMIMU, MBAK   EKSTRA PART 2 ( TAMAT)

    “Ka-Kamu hamil? Hamil anak siapa?”Bagaikan tersambar petir, pertanyaan itu berhasil meruntuhkan hati Rena. Bertahun-tahun mendamba dengan sebuah keyakinan jika keturunan mutlak pemberian Tuhan, tapi saat permintaannya dikabulkan, Huda seakan tak mempercayai jika janin dalam kandungan Rena adalah darah dagingnya.“Anak jin,” jawab Rena sinis.“Mak-Maksudku, bukankah aku mandul.”“Ya, kamu memang mandu dan tak mungkin bisa menghamiliku!”Rena melempar kasar benda pipih ditangannya. Entah keyakinan apa yang selama ini bercokol di kepala Huda jika nyatanya kini ia tak bisa menerima kebesaran dan kekuasaan Tuhan karena nyatanya semua yang Huda perjuangkan selama ini hanya untuk menutupi kekurangannya saja. Ia tak terima dianggap mandul karena setiap orang melihatnya sebagai lelaki sempurna.“Kamu mau kemana? Bukankah kita bisa tes DNA dulu untuk membuktikan itu anak siapa? Kalo benar itu anakku, tentu aku akan menerimanya,” ucap Huda saat melihat Rena memasukkan bajunya ke dalam koper.“

  • MAAF, AKU SELINGKUHAN SUAMIMU, MBAK   EKSTRA PART (ANUGRAH)

    “Sah.”Suara itu menggema di pengeras suara diikuti dengan lantunan doa yang mengiringi kebahagiaan dalam suasana haru di rumah Bu Rahmi yang saat ini sedang dilaksanakan akad nikah Zain dan Tania.Acara yang bisa terbilang sederhana malah membuat suasana terasa lebih sakral. Tak ada dekorasi megah, hanya hiasan bunga-bunga berwarna putih serta pita-pita yang terpasang hampir di setiap sudut area rumah. Atas kesepakatan keduanya, Zain maupun Tania hanya mengundang beberapa keluarga serta teman terdekat yang seluruhnya tak lebih dari lima puluh orang. Meski begitu Bu Rahmi serta Rena tetap mempersiapkan semuanya dengan sangat baik dan teliti. Keduanya ingin Zain dan Tania tetap berkesan di hari pernikahannya.“Selamat, Sayang.” Bu Rahmi tersenyum lalu memeluk Zain.“Terima kasih, Ma. Terima kasih untuk semuanya.” Zain membalas pelukan Ibu angkatnya.Bu Rahmi tak menyangka bisa setulus ini mengurus anak yang tak lain adalah hasil dari perselingkuhan suaminya. Ia ingat betul saat pertama

  • MAAF, AKU SELINGKUHAN SUAMIMU, MBAK   AKHIR

    “Mas Danu! Jangan tinggalin aku, Mas! Lihat, anak kita sebentar lagi lahir,” teriak Vani sembari terus mengguncangkan tubuh Danu.“Sudah, Sayang. Danu sudah tenang. Ikhlas, Nak, ikhlas.” Bu Siti terus menenangkan menantunya.Memang bohong jika mulutnya terus meminta Vani untuk ikhlas sedangkan hatinya sendiri terus menjerit tak terima dengan keadaan ini. Perpisahan yang paling menyakitkan adalah kematian, karena saat itu terjadi tak akan ada hal yang dapat mengobatinya rasa rindu yang suatu saat nanti dirasakannya. Namun jika Tuhan sudah berkehendak kita bisa apa?Danu terlibat kecelakaan lalu lintas saat perjalanan pulang. Tubuh yang lelah dan pikiran tak karuan membuatnya tak fokus hingga motor yang dikendarainya hilang kendali setelah menyerempet sebuah truk. Meski langsung dibawa ke rumah sakit, namun dokter menyatakan nyawanya tak tertolong.“Bangun, Mas! Aku janji enggak akan minta apa-apa sama kamu lagi. Maafin aku, Mas.” Vani terus berteriak.Andai saja tadi ia tak berbicara m

  • MAAF, AKU SELINGKUHAN SUAMIMU, MBAK   JALAM HIDUP DANU (PERCUMA MENYESAL)

    “Kok mukamu pucat? Kamu sakit? Apa berantem sama Vani?”Danu hanya menggeleng. Niat hati ingin mencari ketenangan di luar rumah, perasaannya malah semakin tak jelas setelah bertemu dengan Rena barusan. Bagaimana tidak, bayangan wajah Rena kali ini benar-benar melekat dikepalanya. Ada perasaan tak rela saat ia melihat wanita itu tersenyum dan tertawa pada lelaki lain di depan matanya. “Woy! Ngelamun aja!” sentak lelaki yang duduk di depan Danu.“Apaan, sih?” “Kamu nyuruh aku datang ke sini, malam-malam ninggalin anak istri Cuma buat liatin kamu melamun?” geram lelaki bernama Bagas itu.“Sory, aku tadi ketemu Rena sama suaminya dan kamu tahulah apa yang aku rasakan saat ini,” ujar Danu.“Basi tau, enggak? Ingat, kamu itu udah punya Vani dan Rena hanyalah masa lalumu, dia sekarang udah bahagia ditangan lelaki yang tepat. Siapa suruh dulu main-main, sekarang rasakan sendiri akibatnya!”Bagas memang tahu sejarah hubungan Danu dan Rena sejak awal. Sebagai sahabat sekaligus Rekan kerja Dan

  • MAAF, AKU SELINGKUHAN SUAMIMU, MBAK   JAlAN HIDUP DANU (Rindu terlarang)

    Danu mengusap wajahnya kasar, sudah hampir satu tahun ini usahanya menurun drastis. Memang benar kata orang jika beda istri beda rezeki nyata adanya. Meski ia dan Rena telah berdamai namun bukan berarti ia tak merindukan wanita masa lalunya serta semua kehidupannya dulu. Vani memang tak kalah perhatian dibandingkan Rena, namun tetap saja semua itu terasa berbeda.Hari ini dua toko retailnya berhenti beroperasi. Usaha yang ia rintis bersama Rena dulu untuk jaga-jaga di masa tua kini sudah tak ada lagi. Tentu saja hal itu sangat berdampak pada pendapatannya yang semakin hari semakin berkurang.“Mas, kapan kita membeli perlengkapan anak kita?” tanya Vani. “Besok, ya. Aku belum ada waktu.”Saat ini usia kandungan Vani sudah mencapai tujuh bulan, hal itu membuat keduanya harus mulai mencicil membeli perlengkapan bayi serta menabung untuk biaya persalinan. Danu ingat betul saat dulu setiap Rena mengandung entah saat Hana maupun Hafiz rejekinya selalu mengalir deras. Belum lagi Rena yang

  • MAAF, AKU SELINGKUHAN SUAMIMU, MBAK   PASRAH

    “Tak usah datang jika hanya untuk menertawakanku.”Langkah Zain dan Huda terhenti saat lelaki tua itu bersuara. Meski belum menampakkan wajah, keduanya tahu jika Ayahnya telah mengetahui kedatangan mereka.“Apa kalian juga menginginkan nyawaku? Bukankah kalian telah puas menghancurkanku?” Lagi-lagi suara berat itu terdengar.“Kami datang dengan maksud baik. Jika saja bukan Huda yang memaksa, aku tak akan pernah mau melangkahkan kaki ke tempat ini seumur hidupku,” jawab Zain.Lelaki berperawakan kurus itu kemudian berbalik. Bagaimanapun ia bersembunyi, nyatanya kedua lelaki yang tak lain adalah darah dagingnya kini datang bersamaan untuk menemuinya. Kedua anak yang dulu ia telantarkan dan kini telah berhasil menghancurkannya.“Mau apa kalian?” tanya Pramono.Zain menoleh ke arah Huda yang kini tengah memandang tajam lelaki yang baru saja dipanggilnya dengan sebutan Ayah. Zain tahu jika Huda pasti punya kenangan tersendiri dengan lelaki tua itu, tak seperti dirinya yang ditinggalkan sej

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status