Share

RONGSOK

Rena mengembuskan nafas lega saat tumpukan berkas di meja telah diangkut ke ruang atasannya. Setelah meregangkan badan sebentar ia kembali duduk sembari mengecek ponselnya yang sejak tadi sama sekali tak tersentuh. Pekerjaannya sebagai petugas analisa kredit di sebuah bank pembiayaan yang sedang berkembang cukup menguras tenaga dan pikirannya. Terkadang ia sampai harus lembur jika banyak nasabah yang mengajukan pinjaman.

Semenjak keadaan keluarganya tak baik-baik saja, Rena lebih senang berlama-lama di kantor meski pekerjaannya telah selesai. Terkadang demi mengulur waktu, ia memilih nongkrong di cafe depan kantor dari pada harus pulang cepat dan terus melakukan sandiwara sebagai pasangan romantis di depan anak-anaknya.

Rena tersenyum getir saat melihat foto-foto kebersamaannya dengan Danu yang telah tersimpan lama di ponselnya. Lebih dari seribu foto sejak pacaran, menikah, melahirkan Hafiz hingga Hana semua tersimpan rapi di folder yang ia beri nama ‘sweet family’. Namun tak lama kemudian Rena mencentang banyak foto berisi bergambar dirinya dan Danu lalu menekan gambar tempat sampah.

“Tempatmu memang seharusnya di situ,” gumam Rena yang merasa puas dengan tindakannya.

Rena kembali menatap foto-foto di ponselnya yang kini hanya berisi gambar kedua anaknya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana perasaan mereka jika tahu sebentar lagi orang tuanya akan berpisah. Mereka adalah korban sebenarnya dari keegoisan dan perbuatan orang tuanya.

Dulu Rena merasa sebagai wanita paling beruntung di dunia karena diperistri oleh Danu. Ditinggalkan sosok ibu sejak kecil membuat perjalanan hidupnya banyak melalui kerikil tajam. Hidupnya semakin lontang-lantung saat ayahnya menikah lagi dan ia terpaksa hidup berpindah-pindah menumpang dari satu saudara ke saudara yang lain karena tak pernah kerasan tinggal bersama ibu tirinya.

Hidup Rena sedikit tenang saat ia telah bekerja dan bisa membiayai hidupnya sendiri. Ia juga memilih damai dengan keadaan dan memutuskan tinggal bersama ayah dan ibu tirinya. Hal itulah yang menjadi awal kedekatannya dengan Vani. Bak upik abu bertemu pangeran, hidup Rena semakin sempurna setelah menikah dengan Danu dan dikaruniai dua orang anak. Memiliki suami pengertian, mertua baik, pekerjaan bagus, rezeki lancar serta anak-anak yang tumbuh sehat membuatnya merasa tujuan hidupnya telah tercapai. Hingga sebuah cobaan besar menghadang dan meluluhlantakkan semuanya dan kisah upik abu dan pangeran tak akan berakhir bahagia.

“Kamu belum pulang, Ren?” tanya Shela yang berhasil membuyarkan lamunannya.

“Iya, sebentar lagi.” 

“Gimana keadaan Vani? Katanya dia dibawa ke rumah sakit malam tadi.” 

“Oh, ya. Kok aku enggak tahu, ya.” Rena sedikit terkejut karena malam tadi Danu tetap tenang di rumah.

“Kasihan, Vani. Pacarnya kelihatannya enggak ada itikad baik buat tanggung jawab, dia menghilang setelah menghamili anak orang.”

“Lebih kasihan lagi istri sah dan anak-anaknya punya suami dan ayah berkelakuan bejat seperti pacar Vani,” timpal Rena sebelum beranjak pergi.

Rena merasa mungkin sudah saatnya semua berakhir ,ia sudah tak tahan dengan sikap Danu yang seolah ingin lari dari kenyataan. Anggap saja perbuatan Danu dan Vani sebagai pemicu namun yang Renalah yang akan menghancurkan semuanya. Rumah yang telah retak bisa kapan saja roboh dan menyakiti penghuninya. Tapi akan lebih baik dirobohkan sebelum ada yang benar-benar terluka.

**

“Bagaimana keadaan Vani?” tanya Rena pada lelaki yang setiap sore membuntutinya. Entah ia pulang awal atau malam, Hendri yang merupakan adik kandung Vani pasti sudah menunggunya.

“Ya kayak orang hamil.” Hendri menyulut rokok dimulutnya lalu mengembuskan asapnya ke atas.

“Kamu yang bawa ke rumah sakit?”

“Siapa lagi? Danu di telepon enggak di angkat.”

Rena memijit pelipisnya, tenaga dan pikirannya benar-benar terkuras untuk mengurusi hal yang menurutnya sangat tidak penting. Bukan sok peduli dengan Vani, tapi sejak awal tujuan utamanya adalah menyatukan dua orang yang telah mengkhianatinya agar mereka tahu jika tak semua korban perselingkuhan lemah dan hanya bisa menangis.

“Masih berpura-pura mesra? Awas kebobolan!” Hendri tertawa mengejek.

“Sory, ya! Kami sudah tak saling bersentuhan.”

Hendri adalah orang yang pertama kali melaporkan perbuatan bejat kakaknya dengan Danu. Ia berhasil mengambil beberapa foto syur dan  menyadap WA Vani guna mencari barang bukti sebelum melaporkan pada Rena. Semua itu ia lakukan karena merasa kasihan pada Rena yang telah ia anggap sebagai kakaknya sendiri juga menjaga harga diri Vani, kakak kandungnya. 

Sebenarnya Hendri dan Rena telah intens bertemu untuk membahas cara membongkar perselingkuhan Vani dan Danu sebelum Vani mengakui sendiri perbuatannya. Selain itu Hendri juga telah bersedia menjadi saksi dalam proses perceraian Rena. 

“Apa rencanamu selanjutnya?” tanya Hendri.

“Kamu kepo, deh! Tau enggak kalo orang-orang nanti tahu suamiku selingkuh sama Mbakmu dan kita sering bertemu dan jalan berdua seperti ini, pasti mereka mikir aku lagi balas dendam dengan cara menggaet kamu.”

“Lalu apa masalahnya?”

“Masalahnya kamu brondong, masih bau ingus! Masa jalan sama calon janda anak  dua? Dikira pedofil aku.”

“Kamu itu enggak gaul, Mbak. Zaman sekarang janda semakin di depan. Dari pada punya pacar cewek cabe-cabean, mending cari janda yang pengalaman.” Hendri mengedip-ngedipkan matanya.

“Dasar, sinting!” Keduanya tertawa bersamaan.

Banyolan Hendri memang selalu bisa membuat Rena melupakan sedikit masalahnya. Meski memiliki selisih umur hampir lima tahun di bawah Rena, namun kata-kata Hendri selalu bisa memberikan sedikit ketenangan di hati dan pikiran Rena.

“Bagaimana dengan Hafiz dan Hani?” 

Pertanyaan Hendri seketika membuat senyum di wajah Rena menghilang. 

“Ada nenek dan kakeknya,” jawab Rena  spontan.

Selama ini Hafiz dan Hani memang lebih banyak diasuh oleh orang tua Danu. Mereka yang sudah memasuki masa pensiun sangat senang jika dititipi kedua cucunya, itulah mengapa Rena masih tetap bisa bekerja dan tak perlu memperkerjakan asisten rumah tangga atau pengasuh anak. Apalagi dengan jarak rumah yang tak terlalu jauh.

“Kamu tega?” 

“Tidak ada seorang yang tega meninggalkan anaknya, aku sudah meminta Mas Danu untuk tak meributkan soal hak asuh anak karena keduanya adalah tanggung jawab bersama.”

Hendri hanya mengangguk.

“Anggap saja semua ini adalah takdir mereka sebagai produk gagal sebuah keluarga. Aku pun dulu pernah dalam posisi itu dan nyatanya bisa hidup sampai sekarang. Sulit memang karena ibu meninggalkanku untuk selamanya. Akan lebih berbahaya jika mereka dipaksakan hidup bersama dengan orang tua yang hubungannya tak jelas.”

Hendri tersenyum melihat wajah Rena yang kini lebih tegar dibanding hari sebelumnya.

“Berarti sudah siap kehilangan semuanya, dong?” 

“Enggak ada yang hilang, memang sengaja dibuang. Suami tukang selingkuh itu ibarat barang rongsokan, biar saja dia dipungut sama orang yang membutuhkan.”

“Kalo tukar tambah gimana?” sahut Hendri.

“Maksudnya?” Rena menyipitkan matanya.

“Ya barang rongsokan itu ditukar dengan barang baru dengan fungsi yang sama.”

Dasar, stress!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status