Share

168. luka

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-05-26 11:52:58

"Aisyah!" Ketukan dipintu menghentikanmu Isakan tangisku yah tersembunyi dari anak anak dan orang tuaku. Sepertinya itu suara Lili sepupuku anak Tante Yuli.

"Ya ...?"

"Wak Imam ingin bicara, segera keluar," ucapnya sambil menyebut nama ayahku.

"Iya, baik," jawabku, sambil mengusap wajah lalu pergi ke wastafel untuk mencuci muka.

Tak kusangka ketika sudah sampai di ruang tamu ternyata mas Hamdan sudah datang dan terlihat khawatir sekali kepada kami bertiga.

"Aisyah, kamu baik baik saja?" tanyanya yang langsung bangun dan memegangi kedua bahuku. Aku sebenarnya merasa tidak enak dengan keluargaku karena orang yang memegang ku ini adalah suami orang tapi sepertinya Mas Hamdan tidak memperdulikan itu.

"Aisyah benarkah insiden itu terulang lagi?" tanyanya dengan suara cemas.

"Memangnya aku bisa apa lagi?" tanyaku dengan tetesan air mata  yang menitik lagi.

"Ya, Tuhan ....'"Mas Hamdan menatap ayah dan ibu dengan prihatin.

"Jangan cemas, aku akan melindungi dan membantumu, usahaku membaik sekarang, jadi aku akan membalas kebaikanmu Aisyah."

"Tidak usah Mas, aku tidak mau ada yang cemburu padaku. Masalah ini terjadi, karena Aku kurang suka suamiku bergaul dengan mantan istrinya jadi aku tidak ingin wanita lain merasakan hal yang sama seperti apa yang kurasakan. Aku tidak akan seegois itu!"

"Maura cukup tau diri dan tahu betul posisinya setelah banyaknya bantuan dan pengorbananmu. Dia mendukungku untuk selalu menjaga kalian, Maura tidak jahat Aisyah, dia hanya salah keputusan dan ceroboh, tapi aku menjamin dia tak mengulanginya," balas mantan suamiku dengan penekanan serius.

"Terima kasih, tapi aku akan mengatasi masalah sendiri," jawabku.

"Jangan bersikeras dengan pura pura baik baik saja, jelas kau butuh dukungan dan bantuan kami semua. Aku akan berangkat ke kota untuk bertemu suamimu dan bicara dengannya."

"Untuk apa? Untuk bertengkar dengannya?"

"Aku juga pria yang bijak dan tidak akan terburu nafsu, aku akan coba tenang dan bicarakan ini baik baik," balas Mas Hamdan. "Aku hanya ingin tahu keputusanmu, masih mau balik dengannya atau cerai?"

"Aku belum memikirkannya, tapi kurasa ... aku harus mengakhiri ini."

"Tunggu dulu, sebelum mikir dan memilih cerai, sudahlah Mbak memastikan bahwa dirimu tidak sedang hamil dari suamimu."

"Tidak," jawabku cepat.

"Aku hanya takut kau cerai tapi tiba tiba ada isinya di perutmu, Mbak," ujar Lili ragu.

"Aku yakin tidak."

"Baiklah, aku hanya ingin Mbak Aisyah meninjau sekali lagi karena ini bukan perkara seperti permainan biasa ini adalah pernikahan yang tidak asal bisa diputus sambungkan begitu saja," ujar lili, sepertinya  mewakili ungkapan kedua orang tua dan kerabatku yang ada.

"Iya, aku sudah beri dia kesempatan untuk tak lagi mencoreng kepercayaan, tapi, sepertinya itu tak mempan, aku capek dan ingin hidup sendiri saja, aman pikiran dan hatiku," jawabku.

"Perceraian tidak akan terjadi tanpa kata talak dan tanda tangan suamimu, jadi, kita harus bertemu dan bicarakan ini baik baik. Kalian harus bertemu, mau tak mau harus begitu," balas Ayah menimpali.

"Aku aku bertemu, ayah, tapi tidak dalam waktu dekat ini karena aku masih sakit hati dan kesal kepada Mas Irsyad. Sebaiknya nanti saja, ketika aku sudah siap," jawabku.

"Baiklah, kami memberimu waktu, ambil sepuasmu, tinggallah di sini agar kau tentram dan pria itu tidak akan mencarimu."

"Aku tidak yakin kalau Irsyad tidak datang ke sini esok hari, dia pasti datang. Jika tidak ingin itu terjadi maka aku harus menghalaunya," ucap Mas Hamdan.

"Jangan terlalu banyak terlibat, kau bisa kerepotan, aku tak mau merumitkan hidup orang. Pulanglah pada istrimu dan Rafa, mereka menunggu dan lebih butuh kasih sayang."

"Hei, zahra dan  Raihan juga butuh kasih sayang, jangan mengira aku abai pada kewajiban untuk kedua anak sulungku. Aku akan menjaga kalian dan kita tidak akan berdebat untuk ini, Kecuali kau menikah lagi dengan orang lain," balas Mas Hamdan lantang.

Kadang dia menyebalkan, kadang emosian, kadang ceroboh minta ampun dan menjengkelkan. Sekarang aku heran karena dia tampil nomor satu untuk pasang badan dan mengurusi kami. Apakah ini adalah bentuk kepedulian atau memang karena dia masih berharap ingin bersama kami? Aku benar benar penasaran.

"Boleh bicara berdua saja?" tanyaku pada Mas Hamdan, anggota keluarga saling melirik tapi mantan suamiku langsung mengangguk dan masuk ke ruang dalam di mana ada meja makan dan dapur.

"Katakan apa yang membuatmu gelisah," ucapnya ketika sudah berada di sana."

"Aku hanya bingung Mas, aku galau. Tapi abaikan itu, aku penasaran tentang apa tujuanmu menolongku, tolong jujur saja, jika kau menginginkan sesuatu," ucapku.

"Astagfirullah ...." Dia menggumam dan menggeleng. "Tidak aku tidak membutuhkan sesuatu."

"Lalu kenapa kau menolongku? Untuk apa?"

"Karena aku mencintaimu dan anak anak?"

Dia menatapku serius, sementara aku terdiam mencerna ucapannya. Kami hening untuk beberapa saat.

"Kau tidak sedang merayuku kan?"

"Untuk apa Bukankah aku dan kamu tahu persis bahwa itu tidak mempan?"

"Benar juga," gumamku.

"Aku menolongmu karena merasa perlu melakukan itu. Kupikir karena kau sudah melakukan banyak kebaikan, jadi harus Kubalas, tapi bukan karena merasa itu hutang, hanya sebuah tanggung jawab saja. Kau mengerti?"

"Iya, aku paham."

"Aku akan ke kota dan mengunjungi suamimu, berikan aku nomor ponselnya," ucap Mas Hamdan sambil memencet tombol ponsel miliknya. Sebenarnya aku lesu membuka kbali nomor telpon yang sudah kublokir, tapi tidak ada pilihan lain aku harus memberikan pada Hamdan.

Setelah menerima nomor ponsel dariku Mas Hamdan berterima kasih dan langsung berdiri.

"Aku akan bicara baik-baik dan menjaga batasan sehingga tidak terkesan bahwa kau dan aku punya hubungan khusus sehingga suamimu tidak akan curiga," ucap Mas Hamdan.

"Terima kasih."

"Doakan saja agar tidak terjadi pertikaian," ucapnya setengah tertawa, masih sempat sempatnya dia tersenyum dan bercanda. Dasar Mas Hamdan.

*

Malam hari kuterima telepon dari Maura, kupikir dia akan marah karena suaminya meninggalkan kecamatan demi menemui suamiku yang berjarak 2 jam dari  tempat dia berada.  Tapi ternyata dia tidak mengatakan apa apa. Hanya bertanya kabar dan menanyakan kondisi anak anak.

"Mbak bisa tinggal dengan kami di ruko kalau mau, Mbak, aku akan senang," ucap Maura.

"Tidak Maura... Memangnya kau sendiri akan tidur di mana? Maukah kau berikan kamar utama pada kami, lalu kau tidur di depan tivi. Rumah itu ukurannya hanya seperti apartemen studio, jadi tak akan muat kita semua. Aku berterima kasih atas tawaranmu, Maura." Aku tertawa kecil sambil mengatakannya.

"Aku mengatakannya dengan tulus, Mbak, tidak ada sakit, dengki, atau dendam padamu, malah aku sangat sayang dan sungkan," balasnya.

"Akan sulit serumah dengan orang yang kau segani, kau akan tersiksa," balasku tertawa.

"Tidak sama sekali. Rumah ini aslinya memang milikmu bukan? Desain, perabot hingga warna cat mbak yang memilihnya, rasanya tak pantas tak memberimu tempat."

"Aku punya rumah yang bisa menampung enam kepala keluarga, aku akan pulang Dik. Jangan khawatir, terima kasih atas perhatianmu," ucapku tulus.

"Sama sama. Kalau begitu, akan kubiarkan kamu istirahat Mbak, terima kasih ya."

"Sama sama."

Malam itu kucoba redakan kegundahan hati dengan banyak berdoa dalam salat, kurendahkan diri dan suara dalam untaian harapan panjang bahwa setelah keputusan yang kuambil terakhir, kali hidupku akan baik-baik saja, anak-anak akan aman dan keluargaku tidak akan menanggung malu. Usai salat kubaurkan diri kepada ayah  dan ibu, juga kerabatnya yang tiap malam datang untuk menonton tayangan berita dan hiburan bersama. Aku akan luangkan waktu untuk menjernihkan pikiran dan hatiku.

Nun jauh di sana, sebenarnya aku penasaran bagaimanakah proses perjumpaan Mas Hamdan dan Mas Irsyad. Apakah akan aman, ataukah menegangkan dan penuh drama saling melecehkan seperti yang terjadi antara aku, Elsa, dan Maura.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MADU MUDA SEASON 2 (SAAT CINTA DIRENGGUT PAKSA)    178

    Sebelum matahari terbit dengan sempurna aku sudah berada di jalan yang menghubungkan desa dan provinsi. Kubuka sedikit jendela untuk membiarkan angin menerpa jilbabku dan kunyalakan musik yang membangkitkan mood bahagia. Kunikmati setiap irama melodi yang keluar dari sound sistem mobil, sambil tetap berpikir positif bahwa aku akan mengatasi segalanya. "Alhamdulillah jika sekarang Tuhan membuka jalan untuk kami agar saling melepaskan tanpa banyak drama dan saling menyakiti." Aku menggumam sambil sedikit mengoyangkan badan mengikuti irama lagu yang gembira. Kupikir dengan segala penerimaan positif bahwa ini sudah jalannya bagi kami untuk saling meninggalkan, Mas Irsyad mungkin sudah tidak tahan lagi aku yang selalu menagih dan memaksanya. Juga ada satu alasan lain yang membuatnya ingin segera mengakhiri pernikahan yakni mantan istrinya Elsa. Meski itu buruk bagiku karena aku harus berstatus janda, tapi ada sisi positif di mana orang lain akan melepaskan status janda Dan seorang anak

  • MADU MUDA SEASON 2 (SAAT CINTA DIRENGGUT PAKSA)    177

    Seminggu setelah hari itu Mas Hamdan kembali berkunjung ke seperti biasa dia akan bawakan makanan kesukaan anak-anaknya dan duduk di ruang tamu seperti layaknya tamu yang tak akrab dengan tuan rumah."Makasih ya Mas, sudah bawakan kentaki, kue cubit dan martabak keju," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di hadapannya."Akhir-akhir ini aku jarang bertemu Raihan, aku ingin bertanya padamu tentang bagaimana ujian kenaikan kelasnya, apakah lancar?""Lancar Mas, Alhamdulillah" jawabku mencomot martabat dari kotak lalu mencicipinya."Kalau begitu, bagaimana keadaan suamimu, apakah kalian sudah bicara?""Sudah.""Hutangnya sudah lunas?""Sudah, aku mengambil rumah sebagai bayaran""Ternyata semudah itu merusak hubungan. Aku sadar membangun kepercayaan dan tanggung jawab itu sangat sulit, jadi, ketika sebuah kesalahan merusak, maka segala yang dibangun tadi akan hancur," gumam Mas Hamdan tersenyum."Benar Mas, dari lika liku hidup yang kita hadapi, aku memetik banyak pelajaran, aku jadi p

  • MADU MUDA SEASON 2 (SAAT CINTA DIRENGGUT PAKSA)    176

    Sejujurnya aku tak suka menjadi zhalim, kesannya aku yang haus harta dan tidak membiarkan orang lain bernapas dengan lega. Apa boleh buat Irsyad berhutang maka sudah hakku menuntut pembayaran, tidak ada yang salah dengan itu.Jadi, setelah mendapatkan sertifikat rumah, seharusnya aku tidak punya urusan lagi dengan mereka kecuali jika nanti dia mempersulit proses gugatan perceraian kami. Kadang timbul ide agar tidak perlu menggugat perceraian, aku akan selamanya hidup dalam status seperti ini dan membiarkan Irsyad juga menggantung. Dia tidak akan bisa menikahi Elsa lagi karena selama aku tidak memberikan izin maka pihak dari KUA tidak akan menerima pernikahan mereka.Lagi pula tidak akan ada bedanya kan? Toh, aku tak akan menikah lagi. Aku masih bisa menumpang status sementara pria itu akan terlunta-lunta. Seperti contoh kemarin, dia sakit dan pihak rumah sakit memaksa agar aku sebagai istri yang sah yang menyetujui izin operasinya. Sangat mudah bagiku tapi menyulitkan baginya.Aku be

  • MADU MUDA SEASON 2 (SAAT CINTA DIRENGGUT PAKSA)    175

    Mungkin begitulah jalan takdirku, selalu dimanfaatkan ketika susah dan dibuang ketika orang lain bahagia. Kini aku harus berkendara 240 km untuk menyelamatkan nyawa irsyad. Sungguh aku telah berkorban banyak sekali untuk manusia-manusia yang tidak tahu diri dan tak bisa membalas budi. Sekarang aku akan memastikan mereka membayar setiap sen padaku.Dengan langkah santai aku menapaki setiap meter koridor rumah sakit, tak perlu terburu buru toh jika Irsyad mati itu tak akan merugikanku. Dulu, aku memang sangat jatuh cinta dan berbakti padanya. Tapi kecurangannya membuat cintaku tak terhapus tak bersisa. Terbuang seperti debu di atas batu yang disiram air hujan. Aku tak memiliki rasa untuknya kecuali benci dan dendam.Dari ujung lorong kulihat Elsa sudah berdiri dan langsung terburu buru menghampiriku. "Cepetan dong Mbak," ucapnya tak sabar."Kamu tak bisa mendikte atau memaksa saya, santai dong," jawabku tersenyum miring."Mas Irsyad harus dirawat akan menjalani sedikit operasi, petugas

  • MADU MUDA SEASON 2 (SAAT CINTA DIRENGGUT PAKSA)    174

    Kami sedang duduk di meja makan, menyantap hidangan kerang dan kepiting ketika Raihan mulai bertanya dan mengajakku diskusi."Bunda ....""Ya, gimana kelangsungan Bunda sekarang, gimana kabar Bunda dan Om Irsyad?""Bunda baik baik saja," jawabku " .... dan om irsyad juga baik baik saja.""Maksudku, kelangsungan pernikahan Bunda?""Kami akan berpisah, itu jalan terbaik," jawabku."Kasihan icha, dia pasti sedih kehilangan Mama untuk kedua kalinya," balas Raihan."Bunda tidak berdaya, Bunda tak bisa memaksa keadaan terlebih Icha adalah anak Om Irsyad. Bunda tak bisa membawanya bersama kita.""Dia pasti kecewa Bunda ...." Kini Zahra menggumam sambil menyuapi makanan ke mulutnya."Kecewa tentu saja, tapi Bunda tak bisa apa apa," balasku. "Sayang sekali," gumam Raihan."Di sekolah, anak anak lain mencibir dan bilang kalau bundaku tukang kawin," ujar Zahra sambil menatapku. Agak kaget juga diri ini karena tak menyangka anak Perempuanku harus dibully akibat masalah kedua orang tuannya."Si

  • MADU MUDA SEASON 2 (SAAT CINTA DIRENGGUT PAKSA)    173

    Jadi beginilah ujungnya, yang jahat bergembira dan yang baik selalu merana? Tidak juga.Seseorang mungkin menang dengan kecurangan dan pengkhianatan, tapi sungguhkah mereka bisa tentram? Benarkah kebahagiaan yang mereka raih dengan tipu daya akan terasa indah. Memang, kemenangan bisa didapatkan dengan banyak cara, termasuk main kotor, hanya saja yang membedakan adalah, rasa berkahnya saja. Iya!Kalau ada yang merasa aku akan melepaskan irsyad dan Elsa maka itu salah, aku tak akan membiarkan mereka melenggang bahagia. Lewat gugatan cerai aku juga menggugat ke pidana atas perselingkuhan dan zina. Terlepas akan menang di persidangan atau tidak, namun momentum yang akan kumanfaatkan adalah lebih banyak untuk mengupas setiap aib dan mempermalukan mereka.Dan ya, hutangnya? aku akan mengambil setiap sennya, hingga tak ada yang tersisa. Akan kupastikan Irsyad membayarnya hingga habis hartanya, bahkan jika itu dengan cara menjual cawatnya.Hmm, Membayangkan saja terasa indah, apalagi jika i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status