Share

part 5

Author: Nouvallin30
last update Last Updated: 2023-11-17 15:29:23

Aku merasakan pelukan hangat seseorang saat mengerjabkan mata ini, perlahan membuka mata karena kepalaku terasa begitu berat.

Aku melirik jam didinding, astahhfirullah! Ternyata hari sudah malam, aku melewati 3 waktu shalat, acara ijab pukul 10 pagi dan sekarang sudah memasuki waktu isya.

Mungkin karena pergerakanku, mas Pras terbangun tanpa memalingkan tatapannya dari wajahku.

"Kenapa tidak membangunkanku." balasku menatapnya, mas Pras semakin mengeratkan pelukannya saat aku ingin beranjak.

"Mas tahu aku melewatkan waktu shalatku." Pras menatap wajah istrinya, meskipun Aruna marah tapi dimatanya itu ekspresi yang sangat menggemaskan.

Pras langsung mencuri kecupan dibibir tipis istrinya dan membuat yang empunya melotot.

"Mas sangat mencintaimu, dek!" balas Pras.

"Bukankah mas seharusnya dikamar Nisa?" Aruna menautkan Alisnya, tanpa menjawab pernyataan cinta suaminya, dia tidak boleh egois bagaimanapun Pras bukan miliknya seorang sekarang.

"Mas nggak bisa, Dek! Mana bisa mas bersama wanita lain sedangkan kekasih hati mas meringkuk menahan kesedihan seorang diri." balas Pras.

Aruna berusaha menahan tangisnya meskipun linangan itu tidak bisa disembunyikan, dia tidak ingin jika suaminya berlaku dzolim dengan istrinya yang lain, Aruna tidak ingin membawa suaminya kedalam api neraka karena tidak berlaku adil.

"Mas, sekarang Nisa juga istrimu! Perlakukan dia sama seperti mas memperlakukanku."

"Bagaimana kecewanya Nisa saat malam malam pertamanya suami yang baru tadi pagi mengucapkan ijab kabul tidak bersamanya." Aruna mencoba memberi pengertian terhadap suaminya.

"Jangan berpura-pura tegar, dek! Mas tahu apa yang kamu rasakan saat ini."

"Itu sudah menjadi resikonya menikahi pria yang jelas-jelas telah memiliki istri." balas Pras sengit.

"Mas lupa, siapa yang memintanya? bahkan beberapa kali Nisa menolak, ucapan terimakasihpun tidak cukup untuk membalas pengorbanannya, dia mengorbankan masa depannya untuk membantuku, mas." Aruna menatap sendu Pras.

"Apa kamu yakin jika alasan Nisa menerima pernikahan ini hanya karena kasihan terhadapmu?" tanya Pras menautkan alisnya.

"Mas tidak yakin!" lanjutnya kemudian.

"Apapun alasannya, Nisa sudah membantu kita, dan sekarang aku minta mas kembali kekamar Nisa." Aruna mendorong tubuh suaminya.

"Aku mau shalat." timpalnya kemudian lalu beranjak kekamar mandi tanpa mendengar ucapan panjang lebar dari suaminya.

Aruna menatap penampilannya didepan cermin, bahkan gamis yang dia pakai saat mengantarkan wanita yang akan dinikahi suaminya sendiri masih melekat ditubuhnya.

Tubuh Aruna merosot, pertahanan yang sedari tadi dia tahan dihadapan suaminya akhirnya runtuh juga.

Mencoba tegar dan ikhlas menerima kenyataan ini tidak semudah yang kubayangkan, kesakitan ini mengerogoti hati ini, sakit ... ya Allah aku benar-benar belum siap menjalani kisah rumah tanggaku selanjutnya, bathin Aruna menahan sesak didadanya.

Setelah cukup puas menangis, Aruna langsung membersihkan tubuhnya lalu mengambil wudhu, nasi sudah menjadi bubur, apa yang perlu disesali lagi.

Saat keluar dari kamar mandi ternyata mas Pras masih berada ditempat tidur, tatapannya kosong menatap kelangit-langit kamar.

"Mas masih disini?" ujarku sambil memasang mukenah.

"Hm ... tunggu mas, kita berjamaah." Pinta Pras yang langsung turun dari tempat tidur dan gegas menuju kamar mandi.

Aruna membentangkan sajadah untuk mereka berdua, tidak lama suaminya sudah keluar dari kamar mandi.

Seseorang mengetuk pintu setelah mereka baru saja menyelesaikan shalat, Aruna langsung membuka pintu, dihadapannya tengah berdiri wanita yang baru tadi pagi sah menjadi istri kedua suaminya.

Padahal kami berteman baik, tapi sekarang entah kenapa saat bertemu menjadi sangat canggung, mungkin karena perbedaan status, dulu berteman sekarang menjadi kakak dan adik madu.

"Mbak, makanannya sudah siap! Nisa tunggu dimeja makan." ujar Nisa.

"Baiklah, tapi tunggu! Tadi kamu paggil aku apa?" tanyaku mungkin saja aku salah dengar.

"Oh, itu! Mbak, mulai sekarang aku akan memanggil kamu, mbak! Bukankah mbak istri pertama mas Pras, dan bagiku tidak pantas jika aku hanya memanggil nama saja." ujar Nisa.

"Senyaman kamu saja." jawabku singkat, aku tidak ingin menambah beban fikiran ini hanya karena perkara panggilan.

"Aku duluan ya, mbak?" ujar Nisa pamit.

"Hm ..." balasku lalu beranjak masuk kedalam, mengganti mukenah dengan pakaian santai tidak lupa jilbab instan untuk menutupi rambutku, hanya dirumah orangtua mas Pras aku mengenakkan jilbab jika didalam rumah, jika dirumah sendiri aku lebih suka memakai daster rumahan karena disana hanya kami berdua.

Mas Pras menggandengku menuju ruang makan, disana sudah ada kedua orangtua suamiku dan Nisa, bahkan didalam rumahpun Nisa tetap memakai gamis dengan stelan hijab panjangnya.

Nisa sangat mudah mencuri perhatian orangtua mas Pras, terlihat dari cara mereka mengobrol tanpa menyadari kehadiran kami yang sudah berada disini.

Apa aku cemburu? Astaghfirullah, jangan pernah memiliki sifat iri hati seperti itu Aruna, bathinku menyadarkan diri sendiri.

Deheman mas Pras mengalihkan tatapan mereka, aku lihat malam ini papa terlihat lebih sehat, aku mengulas senyum saat papa melihat kearahku.

Mas Pras menarik kursi untukku disebelahnya, entah hanya perasaanku Nisa melampaui dua kursi seperti membiarkan tempat itu kosong untuk kami, tapi aku coba mengabaikannya.

Dari ekor mataku aku bisa melihat ekspresi tak biasa dari raut Nisa, tapi hanya sekilas lalu dia kembali seperti semula, apa dia cemburu melihat mas Pras memperlakukanku seperti ini?

Saat ingin mengambil makanan Nisa terlebih dahulu berdiri, mengisi nasi keatas piring untuk mas Pras lalu untukku dilanjutkan untuk mama dan papa.

Aku mencoba menahan gejolak yang tidak bisa aku ungkapkan, beberapa kali beristighfar didalam hati, ingat Aruna, dia juga istri dari suamimu, dan juga menantu dikeluarga ini, jangan pernah kamu melupakan itu karena kamu sendiri lah yang membawanya ketengah-tengah keluarga ini, Aruna mencoba untuk mengingatkan dirinya.

"Ini hari pertamaku disini, izinkan aku melayani kalian semua?" ujar Nisa menekankan kata semua, aku tahu dia tidak ingin terjadi kesalahpahaman.

Aku membiarkan Nisa mengerjakan tugasku seperti biasanya, membiarkan dia melayanai suaminya untuk pertama kali, aku tahu jika Pras tidak menyukai hal ini, di hanya memakan beberapa suap makanan dipiring begitupun aku, nasi yang kumakan terasa hambar.

Kami makan dalam keadaan diam, hanya suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring, setelah makan malam mama dan papa mengajak mas Pras bersantai diruang tamu sedangkan aku dan Nisa membereskan sisa makanan.

Kami seperti kakak adik yang sedang berbagi tugas, aku membersihkan meja makan sedangkan Nisa mencuci piring.

Tidak ada yang memulai pembicaraan, kudengar helaan nafas dari mulut Nisa, dia berbalik lalu menatapku.

"Inilah yang aku takutkan, kita tidak akan bisa seperti dulu lagi, aku bisa memaklumi posisi kamu mbak, wanita mana yang rela berbagi suami."

"Tapi bisakah kamu menganggapku seperti biasa, mbak? tidak kaku seperti ini?" balas Nisa mengeluh.

"Benar ... Aku seperti menjaga jarak dengannya, tapi aku benar-benar belum bisa menerima keadaan ini seutuhnya."

"Maaf, Nis? aku hanya belum terbiasa." balasku singkat.

"Aku mengerti, dan aku harap mbak tidak menjadikanku musuh, Aku bukan madu yang jahat seperti yang diceritakan dinovel-novel." ujar Nisa lalu membalikkan tubuhnya kembali membelakangiku.

BY : NOUVALLIN30

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MADU YANG KUPILIH   part 28

    "Ma-maksud kamu apa, mbak?" Nisa berbicara dengan suara terbata. "Apa ini wujud aslimu?" ulangku lagi seraya mendekatkan wajah kami, menatap wajah polos wanita yang sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri. Apa yang dikatakan Siska ada benarnya, aku saja yang baru menyadarinya, ternyata hati seseorang tidak bisa kita nilai hanya dari penampilannya saja. "Mbak...! kita sama-sama besar dipanti asuhan, dan sudah merasakan bagaimana rasanya tidak memiliki orangtua, apa mbak tidak kasihan sama anak yang ada dikandunganku?" perkataan Nisa membuyarkan lamunanku. "Lalu?" tanyaku dengan alis bertaut. "Aku tidak ingin anak ini bernasib sama seperti kita, mbak!" lanjut Nisa dengan tatapan sendu. "To the poin saja, Nis! kamu ingin aku yang mundur bukan?" "Sepertinya kamu sudah mulai lupa apa dan kenapa kamu bisa berada ditengah-tengah kami! aku ingatkan sekali lagi, kamu berada disini hanya untuk memberikan anak untuk

  • MADU YANG KUPILIH   bab 27

    "Lebih baik Nisa tinggal dirumah kalian saja." ujar Pras terang-terangan saat sudah berada dikamar kedua orangtuanya. "Mana bisa begitu, Pras! Nisa lebih membutuhkan kamu." balas mama penuh penekanan. "Jika mama masih bersikeras, biar aku dan Aruna saja yang keluar dari rumah ini." ancam Pras. "Secepat itukah kasih sayang mama berubah untuk Aruna? bahkan mama tidak peduli lagi bagaimana terlukanya Aruna oleh prilaku dan ucapan mama." "Pras ..." bentak mama menatap nanar kearahku putra semata wayangnya. "Apa yang sedang kalian perdebatkan?" timpal Papa, sepertinya tidurnya terganggu oleh perdebatan kami. "Pras menolak Nisa tinggal disini, pa! jika mereka tinggal bersama bukankah jauh lebih baik, Pras bisa memantau Nisa setiap saat dan disini juga ada Aruna yang bisa menjaganya." jelas mama. "Nggak bisa ma! besok mama ajak Nisa tinggal bersama kalian, kalau tidak biarkan dia kembali kerumahnya, aku akan menye

  • MADU YANG KUPILIH   part26

    Pras, Runa! kemarilah, ada yang ingin mama bicarakan?" panggil mama saat kami baru saja menginjakkan kaki didalam rumah.Keningku langsung mengkerut saat melihat Nisa berada dirumah kami, kenapa mas Pras membawanya kemari? gumamku.Disini hanya ada mama dan Nisa, dan sepertinya papa sedang beristirahat dikamar."Jadi begini ..." mama menjeda perkataannya sejenak, tatapannya terarah kearahku."Sebaiknya selama Nisa hamil biarkan dia tinggal dirumah kalian." Lanjutnya kemudian, aku masih menatap dalam kearah mama, apa ini wanita yang telah kuanggap sebagai ibu kandungku sendiri? bahkan sedikitpun dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku saat ini, dia hanya memikirkan calon cucunya yang ada dirahim menantu keduanya."Kalian tahu sendirikan keadaan Nisa bagaimana, jika dia tinggal sendirian mama takut terjadi apa-apa dengan dia dan kandungannya." ujar mama kemudian yang terlihat jelas kecemasan dari raut wajahnya."Aku tidak setuju,

  • MADU YANG KUPILIH   part 25

    Bukan tanpa alasan aku menilai istri kedua dari Pras yang baru saja kuketahui, mungkin dia mengira hubunganku dengan Aruna hanya sebatas antara dokter dan pasien.Saat Pras dan keluarganya menyadari jika Aruna sudah tidak berada diruangan, wanita itu langsung menghentikan Pras yang hendak mencari Aruna keluar, wanita itu beralibi jika tubuhnya sangat lemas dan ingin segera beristirahat, apa seperti itu sikap wanita yang baik menurut Aruna?Lagu lama ... mungkin dia bisa membohongi Pras dengan keluarganya tapi tidak denganku, ternyata penampilan dan hati wanita ini sangat bertolak belakang.Dan untuk saat ini aku memilih untuk tidak menceritakan perihal yang terjadi didalam ruangan tadi, nanti jika waktunya sudah tepat aku akan memberitahu Aruna siapa sebenarnya wanita yang dia bawa ketengah-tengah mereka, dab akupun tidak ingin menambah beban fikiran Aruna."Sis ... Siska! malah bengong." lamunanku tersentak saat Aruna memanggil sembari melambaika

  • MADU YANG KUPILIH   part 24

    "Ini beneran?" tanya Pras lagi, Dokter Siska menjawab dengan anggukan, Pras masih belum percaya jika ketidaksengajaan yang telah terjadi beberapa waktu lalu antara mereka membuahkan hasil, itu artinya dia tidak harus berpura-pura lagi dihadapan istrinya Aruna, jujur saja selama ini Pras merasa tertekan dengan hubungannya bersama Nisa, meskipun dia mengatakan akan berusaha untuk menerima kehadiran istri keduanya nyatanya Pras tidak bisa, dan semua yang dia lakukan selama ini semata-mata demi Aruna.Papa menghapus sudut matanya yang mengembun, pastinya airmata kebahagiaan, sedangkan mama langsung memeluk tubuh Nisa."Jadi a-aku hamil, dok?" tanya Nisa setelah mama melepaskan pelukannya."Benar, buk!" jawab Siska.Nisa menangis sambil mengelus perutnya yang masih rata, tidak bisa kubohongi perasaan ini jika ada rasa iri yang bersarang, tapi sebisa mungkin kutepiskan rasa itu.Mereka semua larut dalam kebahagiaan, mengelilingi Nisa tidak terkecuali mas Pras.Pras melangkah kearah Nisa kemu

  • MADU YANG KUPILIH   part 23

    Satu bulanpun berlalu..Pras sudah mulai terbiasa dengan kehidupan rumah tangganya bersama Aruna dan Nisa, meskipun demikian Seluruh cintanya masih untuk Aruna, tidak ada niat sedikitpun membagi cintanya untuk perempuan lain, Andai Aruna tahu hingga saat ini Pras masih belum bisa memberikan hak Nisa, pastilah Aruna akan sangat kecewa.Hari ini Pras menjemput Aruna sebelum berangkat kekantor tanpa sepengetahuan Nisa, sejak semalam Nisa kurang enak badan dan Pras tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, jadi dia meminta Aruna untuk menemani Nisa dirumah."Mas berangkat ya, dek?" ujar Pras sambil mengulurkan tangannya, dia juga ikut turun dari mobil, mengantar Aruna sampai didepan pintu."Nggak pamit dulu sama Nisa?" tanya Aruna, lalu mencium punggung tangan suaminya."Tidak usah, pasti Nisa masih tidur." Pras mencium kening Aruna cukup lama, rasa rindunya cukup terobati dengan kehadiran istrinya saat ini.Disisi lain Nisa memegang dad

  • MADU YANG KUPILIH   part 22

    Sesuai kesepakatanku bersama Aruna, mulai malam ini dan tiga hari kedepan aku akan pulang kerumah Nisa.Aku juga tidak ingin mempersulit Aruna lagi, sudah cukup airmata yang telah ia keluarkan, dan sekarang sudah kuputuskan aku akan mengikuti apa yang telah direncanakan oleh Aruna sebelumnya."Nis, ada yang ingin mas bicarakan?" ujarku, sekarang kami sedang duduk dibalkon lantai dua rumah Nisa."Apa, mas?" jawab Nisa menatapku sebentar lalu beralih menatap kedepan."Sebelumnya maaf atas tindakan mas yang mungkin telah melukai hati kamu selama ini.""Mulai sekarang mas akan berusaha untuk menerima status pernikahan kita, dan mas akan bertanggung jawab untuk kehidupanmu selanjutnya.""Tapi ...? ehm ... Pras menjeda ucapannya, sambil memikirkan kata-kata yang akan dia sampaikan agar tidak menyinggung perasaan Nisa."Dan untuk yang terjadi diantara kita beberapa waktu lalu mas benar-benar minta maaf, mas dibawah pengaruh minuman waktu itu." Pras berusaha untuk tetap tenang meskipun kecang

  • MADU YANG KUPILIH   part 21

    senyum yang sedari tadi merekah akhirnya sirna saat melihat wanita yang duduk bersama Aruna, bukannya aku membenci Nisa tapi karena hadirnya dirinya diantara kami membuat hubungan yang selalu harmonis kini menjadi berantakan, tidak adalagi kudapatkan senyum termanis dari raut istriku, manjanya yang selalu mengisi hari-hariku kini ikut lenyap bersama lukanya.Kuhembuskan nafas kasar lalu kembali melangkah menghampiri mereka, kutampilkan senyuman terbaikku untuk Aruna tapi dia hanya menanggapi dengan senyuman tipis, sedangkan Nisa hanya menatapku sekilas lalu menundukkan pandangannya, fikiranku kembali ke kejadian semalam, perihal itu belum aku tanyakan kepada Aruna, aku sangat yakin Aruna memberikan aku sesuatu obat sehingga aku bisa melakukannya bersama Nisa.Entah marah atau benci istri yang berstatuskan istri keduaku ini, tapi saat itu fikiran kalut dan bercampur rasa bersalah terhadap Aruna membuatku meninggalkan dia sendirian tanpa permintaan maaf sekalipun."Mas mau pesan apa? Sua

  • MADU YANG KUPILIH   part 20

    Selepas kepergian mas Pras kekantor, ponselku berdering, nama Nisa tertera disana, kuhembuskan nafas perlahan lalu mengangkat panggilan dari gawaiku."Assalamu'alaikum, mbak?" salam Nisa diseberang sana."Waalaikumsalam." balasku."Mbak, mas Pras ada disana nggak?" tanya Nisa daei nada bicaranya terdengar dia sangat mengkhawatirkan mas Pras."Barusan berangkat kekantor." jawabku."Syukurlah." ucapnya lega."Aku hanya khawatir, takutnya terjadi apa-apa dengannya dijalan." timpal Nisa.Dadaku berdesir kala mendengar ada wanita lain yang mengkhawatirkan suamiku, sesak didada tidak bisa kusembunyikan, aku mendongakkan kepala keatas menahan airmata ini agar tidak tumpah."Semalam mas Pras mabuk, mbak! aku sudah mencoba menghubungi nomor mbak tapi tidak dijawab." Nisa berkata panjang lebar."Aku sudah tidur." jawabku singkat."Mbak tutup dulu ya, masih banyak kerjaan." padahal itu hanya alasanku saja, aku tidak ongin berlama-lama berbicara dengan Nisa, itu hanya akan membuat luka yang sempa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status