"Siapa orang itu?" bisik Karin pada satpam yang masih berdiri disampingnya.
"Bos besar, Tuan Elmer, pengusaha tambang dari pulau seberang!" "Oh," Karin hanya manggut-manggut, walau dia sendiri tidak mengenalnya. Bos besar yang dipanggil tuan Elmer itu berjalan diantara para bodyguard dan melihat Karin yang berdiri agak di belakang barisan bodyguard, tiba-tiba, Elmer memandang Karin dan menyeringai kepada Karin. Karin sendiri kaget, diberi senyuman seperti itu. "Bukankah dia sudah kakek tua tambun yang sudah bau tanah?" bisik Karin pada satpam. "Hati-hati dengan ucapanmu, Nona. Dia bisa membeli dirimu dengan harga yang dia inginkan. Bahkan istri tidak sahnya ada beberapa orang," ucap satpam memberi peringatan. Karin menggidik mendengar ancaman satpam. Dia langsung menutup mulutnya. Setelah Elmer masuk, mobil yang ditumpanginya pun pergi dari area depan pub dan digantikan dengan mobil kedua yang sama mewahnya, tapi kali ini yang dilihat Karin lebih baik dari si Elmer tambun itu. Perawakannya masih muda, sekitar 30 tahunan, rambutnya rapi dengan jambang yang bersih baru dicukur bersih. Pakaiannya dengan jas hitam tanpa aksesoris yang aneh-aneh. Tampangnya menurut Karin sangat tampan, seperti muka timur tengah dengan hidung yang mancung, dan bibirnya yang tipis. "Siapa dia?" tanya Karin kepada satpam itu lagi. "Sebaiknya Nona tidak perlu tahu. Saya menjelaskan pun, Nona tidak akan pernah masuk ke dalam lingkaran elite kelas atas," ucap sang satpam yang ikut masuk dalam barisan belakang bodyguard, dimana pria itu masuk ke dalam pub dan diikuti oleh para bodyguard dan satpam tadi. "Dasar pelit!" geram Karin. "Iya, memang! Aku tidak akan masuk dalam lingkaran orang kaya, orang elit, tapi nyatanya aku disini, sama-sama cari hiburan," ejek Karin mencibir satpam yang sudah tidak ada. Karin masuk ke dalam pub, dia ingin melupakan apa yang terjadi antara Martin dengan adik tirinya. Dia masuk ke bagian bar dan duduk disana. "Mau minum apa, Nona?" tanya bartender sambil beratraksi membuat pesanan untuk pelanggan lainnya. "Aku ingin minuman untuk melupakan sang mantan," ucap Karin asal. Bartender tersenyum, dia sudah mengerti bagaimana wanita-wanita yang patah hati meminta racikan agar bisa melupakan mantan-mantan yang sudah menyakitinya. "Baik, satu Mojito untuk Anda, Nona Cantik," ujarnya. Karin tidak pernah minum minuman beralkohol, ini adalah yang pertama kalinya dia mencoba apa itu minuman Mojito, dan dia memperhatikan apa yang dilakukan oleh bartender. Di dalam gelas milik Karin, bartender memasukkan rum putih, daun mint segar, gula, air soda dan perasan jeruk nipis, lalu menyerahkannya kepada Karin untuk dicicipinya. "Silahkan, Nona." Karin mengaduk dan meminumnya, rasanya segar, harum mint menyeruak di hidungnya rasa manis, asam, dan bersoda membuat Karin tidak puas. "Tuan! Ini minuman anak gadis!" celetuknya. Bartender hanya tersenyum, lalu mendatanginya. "Apakah Nona ingin sesuatu yang lebih kuat?" tanyanya. "Tentu saja! Minuman yang bisa membuat aku melupakan mantan." "Baiklah, tapi apakah anda membawa teman? Jangan sampai Anda mabuk dan tidak ada yang membawamu pulang ke rumah." "Shit! Aku lupa bawa teman! Aku terlalu kecewa dan marah, sampai tidak membawa seorang pun." "Baiklah, aku akan memberikan anda tequila, tapi pastikan seseorang menjemputmu jika Nona mabuk," saran bartender. "Tenang, Tuan. Aku tidak akan mempermalukan diriku sendiri, hingga mabuk dilihat orang! Aku akan berhenti jika aku mulai merasa mabuk," sanggah Karin dengan percaya diri. "Baiklah aku akan memberikan nona segelas tequila." Kembali bartender memasukkan tequila ke dalam gelas dan menyerahkannya ke hadapan Karin. Karin meminumnya dengan sekali tegukan. "Ah! Membara!" pekik Karin dengan senang. "Minuman ini benar-benar membuatku semangat, tambah lagi, Tuan!" perintah Karin sambil mengacungkan gelas ke arah bartender. Bartender mengambil gelas Karin dan mengisinya lagi. Karin merasa seperti ada yang kurang. Dia ingin berteriak sekencang-kencangnya agar emosinya bisa reda. "Tuan, jika aku berteriak apakah diperbolehkan?" "Berteriak?" Bartender mengernyitkan keningnya. "Bagaimana jika Nona masuk ke ruang VIP? Disana ada ruang karaoke, Nona bisa berteriak sesukanya?" tunjuk bartender pada ruangan-ruangan bertuliskan VIP. "Aha! Tuan pintar! Aku juga minta satu botol tequila, aku ingin minum sambil berkaraoke," ujar Karin yang mulai sedikit mabuk. "Akan aku minta pelayan membantumu, Nona." Bartender memanggil salah satu waitress lalu mengajak Karin ke ruangan VIP. "Nona bisa menyanyi disini dan minum disini, tanpa diganggu oleh orang lain." "Terima kasih." Karin mencoba memilih lagu-lagu patah hati. Dia ingin meluapkan segala emosinya. Suaranya pun dia besarkan. Dengan suara yang fals, ditambah dengan keadaan yang mabuk, membuat suara Karin tidak jelas, antara teriak, menangis dan menyanyi. Namun Karin menikmatinya. Malam ini, dia mau melupakan Martin dan Brenda. "Siapa itu yang berteriak-teriak?" tanya Elmer yang merasa terganggu dengan teriakan suara Karin yang cempreng namun fals. "Akan saya cari tahu, tuan Elmer," jawab salah satu bodyguardnya, dan langsung keluar dari ruangan VIP. "Maaf, tuan Ethan, pertemuan kali ini agak sedikit terganggu dengan suara yang tidak mengenakkan ditelingaku," ucap Elmer meminta maaf. Ethan hanya tersenyum melihat tingkah laku tuan Elmer yang tampak kebingungan dengan teriakan-teriakan tidak jelas. "Tidak mengapa, tuan Elmer. Secara garis besar kita sudah sepakat dengan perjanjian kerjasama ini. Saya sudah menjelaskan semuanya panjang lebar. Saya harap tuan Elmer memahaminya." "Tentu saja, tuan Ethan. Saya memahaminya. Untuk tanda-tangan kontrak, saya akan berikan besok pagi di kantor. Sekarang, selagi saya disini, datang jauh-jauh, saya ingin bersenang-senang terlebih dahulu." "Baik, tuan Elmer, silahkan." "No, no, no! Kamu pun harus bersenang-senang, tuan Ethan. Lupakan istrimu di rumah! Lihat aku, umurku lebih tua darimu tapi soal bersenang-senang, aku lebih berpengalaman," ujar Elmer tertawa terbahak-bahak. Ethan tahu, apa yang dimaksud bersenang-senang oleh tuan Elmer. Jika menghadapi seperti ini, biasanya dia memilih seorang perempuan lalu melepaskannya ketika berada di dalam kamar. Dia tidak ingin menghianati istrinya yang sedang berada di rumah. "Tuan, suara berisik itu ada di depan ruangan ini," ucap sang bodyguard. Dia menunjuk pintu ruangan yang dibuka, dan mengarah kepada Karin yang sedang bernyanyi di depan layar TV dengan gelas tequila di tangannya. Elmer tersenyum melihat Karin yang sedang setengah mabuk berteriak dan menyanyi. "Aku ingin gadis itu menemaniku, Robert. Dia tampak liar sekali, aku jadi tertantang," perintah Elmer pada Robert, bodyguardnya. Robert membawa Karin ke ruang pertemuan Elmer dan Ethan. Dia tampak bingung karena dibawa ke ruangan yang berisi banyak laki-laki. Apalagi ketika dilihat wajah tuan Elmer yang bulat, hidung besar dengan kumis tebal membuat Karin tampak takut. "Mau apa yah, aku dibawa kemari?" tanya Karin sambil memandang wajah-wajah yang tidak dikenalnya. Elmer tersenyum memilin-milih kumisnya yang tebal memandang Karin yang tampak ketakutan melihatnya. Bagi Elmer, sebuah tantangan untuk bisa menaklukkan gadis itu di bawah kendalinya.“Karin!!”Karin melihat daddy-nya berserta berapa orang laki-laki berlari di antara lorong rumah sakit. Melihat itu, Karin bergegas melambaikan tangan untuk menarik perhatian mobil taksi yang lewat agar berhenti.“Jangan kabur, Karin!” terdengar kembali suara Ricardo berteriak sambil mencoba menahan Karin agar tidak masuk ke dalam mobil.Mobil taksi berhenti tepat di depan Karin, dan langsung saja, Karin masuk ke dalamnya. “Cepat, Pak! Pergi dari sini!” perintahnya.“Tunggu!!” Ricardo tiba di tempat Karin berdiri, namun sayang Karin sudah masuk ke dalam mobil dan melaju menjauhi area rumah sakit.“Sial!!” umpat Ricardo beserta 2 orang bersamanya sambil terengah-engah karena berlari.“Jadi gimana tuan Ricardo?”“Gimana-gimana apanya? Kalian sudah lihat kalau Karin sudah pergi!!” makinya kepada kedua orang itu.Ricardo pusing. Kali ini dia sudah membawa Elmer ke rumah sakit dan membawa penghulu untuk langsung meni
“Suster, maaf, apakah bajunya perlu diganti dengan milik pribadi?” tanya Ehan pada salah satu perawat yang ada disana.Perawat memperhatikan baju rajut yang dipakai oleh bayi-bayi Ethan. Berwarna biru dan pink, benar-benar seperti memang dibuat untuk mereka.“Maaf, Tuan, rumah sakit tidak mempunyai baju rajut bayi. Mungkin ini dipersiapkan oleh nyonya sendiri untuk mereka.”Ethan manggut-manggut, mengerti. Mungkin dia pikir, walaupun Safira tidak menyukai anak-anak, tapi pasti setidaknya dia menyayangi anaknya sendiri, makanya dia mempersiapkan baju rajut ini untuk mereka. Ethan tersenyum melihatnya. “Baiklah Suster, kami pamit. Terima kasih semuanya.”Ethan tidak menyangka Safira memperhatikan juga bayi-bayinya. Selama ini dia yang antusias membeli keperluan bayi dibantu oleh Erick asisten pribadinya.“Erick, ternyata Safira perhatian juga dengan si kembar,” ujar Ethan tersenyum melihat si kembar dengan baju rajutannya.“Apa nyonya sudah mulai menyadari dirinya sebagai ibu?” tanya Er
“Mungkin karena kembar, tandanya ikutan sama,” jawab perawat tersenyum sambil membawa bayi itu untuk kembali dibersihkan.“Untuk sementara, bayi-bayinya diobservasi terlebih dahulu karena prematur. Kita tunggu sampai dokter anak datang,” ujar dokter Herman memberitahu.“Baik, dok.”“Setelah dibawa ke ruang rawat inap, obat biusnya akan mulai habis. Mulai berlatih untuk bergerak miring kiri kanan, jika sudah tidak terasa sakit, baru berlatih duduk dan berjalan. Prosesnya dua sampai tiga hari, jadi jangan dipaksakan, oke?”Karin kemudian dibawa ke ruang rawat inap dan didampingi oleh Brenda yang menunggunya selama proses melahirkan.“Brenda, terima kasih sudah menemaniku selama proses persalinan ini,” ucap Karin dengan tulus.“Puas kamu Karin? Setelah gagal menikah dengan tuan Elmer, maka sebaiknya pergi jauh dari kehidupan aku dan suamiku. Bukankah kamu juga bukan lagi anak dari daddy?” ejek Brenda.Karin menghela napas panjang. “Baiklah, aku akan pergi dari kehidupan kalian.”“Bagus,
“Lihat Nyonya? Itu adalah ibu dari bayi-bayi kembar yang akan dilahirkan. Ketubannya pecah dan harus segera dioperasi. Namun pasien pingsan ketika dibawa kemari. Beruntung rumah sakit yang dipilih adalah rumah sakit milik ayahku. Jadi aku bisa memakai dua ruangan ini menjadi satu. Untuk proses persalinan ibu si kembar agak sulit, jadi penanganannya cukup lama. Harap bersabar yah.”“Baiklah dokter. Lakukan saja tugasmu. Aku bisa melakukan hal yang lain,” ucap Safira sambil mengeluarkan gawainya dan memainkannya.Dua jam berlalu, Karin sudah melahirkan bayi kembar prematur, dan dibawa oleh perawat ke ruangan Safira. “Ini, bayi kembar Anda, Nyonya,” ucap dokter Herman sambil tersenyum.“Apakah ibunya selamat?”“Yah. Sempat mengalami krisis, tapi beruntung bisa terlewati,” ucapnya tersenyum. “Baiklah, kabari suamiku, kalau aku sudah melahirkan.”***“Selamat tuan Ethan, istri anda sud
Elmer mendatangi keluarga Ricardo, dan sambil tersenyum menyeringai menepuk pundak Ricardo, “Aku senang kita bekerjasama. Jika putrimu ketemu, maka 30% saham akan aku kembalikan jika dia menjadi istriku.”Ricardo hanya tersenyum lirih mendengar ucapan Elmer. “Akan saya temukan putri saya.”“Baik. Aku tunggu maksud baikmu. Sekarang, kita tunggu laporan dari Robert,” ucapnya.***Hari sudah beranjak sore. Perut Karin sudah mulai lapar. Mau tidak mau Karin harus keluar dari kapel itu. Jam hampir menunjukkan pukul setengah lima sore. Karin keluar mengendap-endap agar tidak diketahui orang luar, walau tidak bisa dipungkiri pakaiannya terlalu mencolok untuk dipakai berjalan-jalan. Setiap mata memandang kepadanya, seolah-olah mempertanyakan kepada dirinya untuk apa dia memakai gaun pengantin.“Itu dia!” Seseorang berteriak dari kejauhan.Karin menengok ke arah sumber suara. Seorang berpakaian
“Berhenti, Nona?” tanya supir kaget.“Ya. Tolong jangan buat saya lebih dari sekedar ancaman, Pak. Karena bisa saja, cutter ini menusuk leher Bapak. Tolong berhenti!” ancam Karin.Mau tidak mau, supir memperlambat laju kendaraannya dan menepi. Karin keluar dari mobil dan menyuruh supir itu tetap berjalan ke Hotel tempatnya menikah.Karin segera mempercepat langkahnya. Dia ingat di sekitar daerah situ ada kapel kecil dekat tempat dia bersekolah dulu. Ketika Karin sekolah dasar, disamping sekolahnya itu bersebelahan dengan biara suster, dan ada kapel yang selalu buka 24 jam di bagian depannya. Setiap kali dirinya dibully oleh Brenda dan teman-temannya, dia selalu menyendiri setelah menjambak atau memukul Brenda. Karin tumbuh menjadi anak yang sedikit liar karena membela harga dirinya. Dia menyendiri agar kuat menghadapi ayah dan ibu tirinya jika pulang dan Brenda mengadu.Kali ini, setelah beber