LOGINEmmm ... untuk saat ini memang belum. Tapi tenang saja, sebentar lagi kita akan menjadi suami istri sungguhan," tutur Edward.
"Belum? apa maksudmu?" Rosy sama sekali tidak mengerti."Sayang, sekarang kau adalah kekasihku. Satu-satunya wanita yang paling kucintai. Menikahlah denganku. Aku akan bersikap baik dan membahagiakanmu." Sebuah lamaran yang dilontarkan secara tiba-tiba. Entah bagaimana otak Edward sedang bekerja, dia bahkan dapat berbohong tanpa mengedikpkan mata sekali pun.Antara bimbang dan ragu. Rosy saat ini sangat kebingungan. Baru saja terbangun, ia tiba-tiba menerima lamaran dari seorang pria yang entah apa dia pernah mengenalnya. Ditambah, saat ini dia sama sekali tak mengingat kejadian di masa lalu, termasuk siapa dirinya sendiri. Rasanya sangat aneh dan berlawanan. Dia kesulitan menjelaskan perasaannya.Seorang Edward yang telah lama meneliti obat-obatan terlarang, kini dengan sengaja menggunakannya kepada salah satu kelinci percobaannya. Tidak disangka, ternyata efeknya bekerja. Edward tidak berharap sejauh itu, tetapi sangat puas dengan hasilnya."Lalu, bagaimana denganku? siapa namaku? dan siapa kau? untuk saat ini, aku sangat kebingingan. Rasanya seperti aku akan gila. Ini sangat menyiksaku," keluhnya. Rosy sangat tertekan karena kehilangan semua ingatannya."Percayalah padaku. Untuk saat ini, kau hanya bisa memercayaiku." Edward berusaha meyakinkan Rosy.Sapuan lembut menyentuh pipi Rosy yang sejak tadi hanya menundukkan pandangannya. Dia tampak ketakutan menghadapi kenyataan yang sangat membingungkan. Ia sangat frustasi, tetapi tak tahu harus melakukan apa.Untuk lebih meyakinkan Rosy, Edward memberikan sebuah kartu identitas kepada Rosy. Tentu saja, kartu itu hanyalah kartu identitas palsu. Sebab Edward dapat melakukan lebih banyak hal daripada itu.Nama yang tertera di kartu itu adalah ROSY LING yang berkewarganegaraan Tiongkok."Apa aku orang Tiongkok? lalu, di mana ini?" tanya Rosy sembari menatap kartu identitas palsu miliknya."London. Sekarang, kita sedang di London. Di rumahku. Beberapa hari lalu, kau mengalami kecelakaan parah. Mungkin, itu sebabnya kau kehilangan semua ingatanmu. Tapi jangan takut, ada aku di sini. Aku akan selalu menjagamu sampai ingatanmu benar-benar pulih." Ucapan Edward terdengar sangat manis. Gadis mana pun pasti akan tertipu jika mendengar gombalan buaya darat sepertinya."Kecelakan? aku?" Rosy masih tak yakin sesuatu telah terjadi kepadanya, sebelum dia merasakan kepalanya yang terasa sakit. "Arkhh ... shhhtt," desisnya sembari memegangi kepalanya."Minumlah." Edward gegas menuangkan segelas air dan memberikannya kepada Rosy.Rosy amat kehausan hingga menenggak habis air di gelas hingga tandas tak tersisa."Terimakasih," ucapnya. 'Kelihatannya, dia sangat baik. Sepertinya, aku bisa mencoba mempercayainya,' batin Rosy sembari menatap wajah Edward dengan tatapan intens."Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Edward."Tidak, itu—""Tentu saja ada. Ketampananku." Edward sangat narsis memuji dirinya sendiri."Haha." Rosy tertawa canggung karena terlalu candaan Edward terdengar terlalu borong baginya.Edward pun merasa canggung. Ia malu dan menyesal setelah mengatakan kata-kata yang tak pernah diucapkannya selama ini. Bisa-bisanya dia berubah drastis hanya demi mendalami akting mempermainkan Rosy."Lalu, di mana keluargaku?" tanya Rosy penasaran.Edward mengela napas penuh keragu-raguan dan menjawab, "Rosy, maaf harus berkata jujur. Sekarang, kau sudah tidak punya keluarga." Rosy sangat sedih ketika mendengarnya. "Tapi jangan khawatir. Sebentar lagi, aku akan menjadi satu-satunya keluargamu. Kau akan punya keluarga. Jadi, jangan terlalu sedih." Edward menidurkan kepala Rosy di bahunya sembari menepuk-nepuk punggungnya pelan-pelan.Dag!Dig!Dug!'Sial! kenapa aku sangat gugup? tidak mungkin ... karena wanita ini? eiihh ... ini pasti karena udaranya terlalu panas. Panas sekali' batinnya.Edward mengibas-ngibaskan kemajanya sebab hawa gerah mulai menjalari tubuhnya. Ia bahkan tak sadar jika dua kancing kemeja yang dikenakannya telah terlepas dan menampakan dada bidangnya yang padat dan berotot."Begini—" Rosy bergegas memalingkan wajahnya tatkala menoleh ke arah samping dan mendapati sepasang matanya seakan memotret betapa seksinya tubuh atletis milik Edward."Apa yang ingin kaukatakan?" tanya Edward. "Eishh! Siapa sih yang mematikan AC? tunggu sebentar." Edward hendak bangkit, namun sikutnya justru tertekuk dan ....Cup!Kecupan hangat tak sengaja mendarat di kening Rosy. Ternyata bukan hanya Rosy saja yang gugup karena sentuhan maut itu, Edward pun ikut salah tingkah dan gegas bangkit. Sampai-sampai dia lupa jika Rosy tengah bersandar di bahu bidangnya."Wooo!!!" Rosy yang tak lagi memiliki penyangga sepontan terkejut karena kehilangan keseimbangan. Sedangkan Edward dengan sigap menjadikan lengannya sebagai penyangga pipi Rosy."K-kau ... apa kau baik-baik saja?" tanya Edward gugup."Oh, aku baik-baik saja," jawab Rosy seraya membulatkan netranya tatkala menatap sosok Edward yang tak luput dari pandangan matanya."Bisakah ... kau bangun? tanganku keram," pinta Edward."Ah, benar." Rosy bergegas membenarkan posisinya.Tok!Tok!Ketukan pelan terdengar dari luar pintu kamar. Reflek keduanya menoleh ke arah sumber suara."Siapa?" tanya Edward."Tuan, saya sudah membawakan sarapan untuk Nona. Apa harus dibawa masuk atau diletakkan di depan pintu saja?" tanya sang asisten di Mansion milik Edward."Masuklah," titah Edward.Edward terlalu gugup dan akhirnya memutuskan keluar kamar setelah asisten itu masuk membawakan sarapan untuk Rosy.'Tingkahnya sangat lucu,' batin Rosy. Tanpa sadar dia tertawa kecil ketika mengingat tingkah laku Edward yang salah tingkah.***Sesuai perintah dari Edward, Kelvin membawa jasad Tesla yang telah terbakar sebagai bukti kematiannya. Tentu saja, itu bukanlah hal yang mudah karena dia harus mencuri mayatnya dari forensik."Apa ini bajingan itu?" tanya Edward."Sepertinya benar." Kelvin tampak ragu karena tak dapat memastikan dengan jelas sebab wajahnya yang hancur terbakar."Sepertinya? Kelvin, apa kau sekarang mulai bermalas-malasan?" sindir Edward. "Aku tidak mau tahu. Sebelum jasad ini dipastikan adalah dia, aku tidak akan percaya kematiannya," cetus Edward. Tanpa banyak kata, ia pun gegas pergi. Namun, niatnya tiba-tiba tertunda karena sebuah panggilan telephon.(Ibu)Membaca satu nama di layar phonsellnya, tanpa banyak berpikir ia langsung menonaktifkan phonsellnya. Kemudian, melajukan mobilnya."Eh, yang benar saja. Dasar anak berandal ini. Beraninya dia mematikan telephon ibunya sendiri," protes Nyonya Britsh dengan kesal karena lagi-lagi dia gagal menghubungi putranya."Tante, apa Edward tidak mengangkatnya lagi?" tanya seorang wanita muda yang bersikap manja kepada Nyonya Britsh. Wanita muda itu bernama Rachel."Tidak bisa menunggu lagi. Jika dia tidak bisa dihubungi, kita yang harus bersiap mendatanginya. Sayang, ayo kita bersiap-siap. Kali ini, kau pasti bisa mendapatkannya," cetus Nyonya Britsh."Terimakasih, Tante." Rachel memeluk Nyonya Bristh dengan girang.***"Edward, kau sudah datang," sambut Rosy dengan senyum semringah.Kedatangan Edward sangat mengejutkan Rosy. Apalagi ketika Edward tiba-tiba menyambar bibibirnya dan mendorong tubuhnya dengan agresif hingga tubuh Rosy menyentuh tembok. Rosy sangat terkejut tak dapat berkata-kata. Netranya membola karena serangan tiba-tiba, dua tercengang dan jujur sama sekali tidak menikmatinya. Kemudian, ia pun terpaksa mendorong tubuh Edward dengan kuat."Kau ... .""Rosy, bagaimana dengan lamaranku kemarin? aku membutuhkan jawaban sekarang juga.""Begitu tiba-tiba? Edward, sebenarnya aku masih ... .""Sayang, kita tidak bisa menunda waktu lagi. Sebelum perutmu membesar, kita harus segera mengadakan acara pernikahan.""Jadi maksudmu, aku hamil?" Rosy sangat terkejut mendengarnya. Ia terhenyak, mengelak tak ingin percaya. 'Jadi, apa hubungan kami sudah sejauh itu?'"Apa yang kamu lakukan?" tanya Edward, suaranya lembut dan penuh harapan. Edward menyadari ada yang salah dengan makanan yang telah ditelannya. "Makanan ini ... Kau ...." "Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak akan pernah mencintaimu," jawab Rosy, suaranya dingin dan tanpa emosi. "Kamu telah menghancurkan keluargaku, Edward. Kamu telah membuat kami menderita." Edward menggelengkan kepalanya, matanya memohon. "Aku tidak ingin menyakitimu, Rosy. Aku mencintaimu." Rosy tertawa, suaranya keras dan menusuk. "Cinta? Kamu tidak tahu apa itu cinta, Edward. Kamu hanya tahu bagaimana memanfaatkan orang lain untuk kepentinganmu sendiri." Edward mengambil langkah maju, tangannya terulur. "Rosy, tolong dengarkan aku. Aku tidak ingin kehilangan kamu." Rosy mundur, matanya menyipit. "Kamu tidak akan pernah memiliki aku, Edward. Dan sekarang, kamu akan membayar untuk apa yang telah kamu lakukan pada keluargaku." Dengan gerakan cepat, Rosy mengeluarkan pisau dari sakunya dan menusukkannya ke jantun
Mansion yang diledakkan oleh sindikat Victor tentu saja bukan satu-satunya rumah yang dimiliki Edward. Dia masih memiliki banyak rumah lain. Salah satunya yakni, rumah alami yang dia miliki dan menyatu dengan alam. Letaknya cukup esktream karena terletak di tebing pinggir pantai. Dari sana, siapa pun dapat menikmati sejuknya angin laut yang berhembus setiap kali membuka jendela kamar. Sayang sekali. Meskipun tinggal di tempat indah dan menenangkan, malam itu, Rosy tidak bisa tidur karena terus memikirkan rencana balas dendamnya. Ia berharap bisa terus bersandiwara, membuat Edward percaya bahwa ia adalah istri penurut yang jatuh cinta begitu dalam terhadap suaminya. Sementara itu, ia akan mencari kesempatan untuk membalas dendam. Rosy merasa hatinya terbakar oleh kemarahan dan kesedihan. Sementara di sisi lain, Edward merasa bersalah dan menyesal karena telah membunuh ayah Rosy. Ia berharap waktu dapat diputar kembali. Namun, meskipun mungkin, Edward pasti akan melakukan hal yang sama
"Rosy, apa kau yakin ingin kembali padanya? Edward tidak bisa dipercaya. Ia pembunuh ayahmu!" Davin berusaha mencegah Rosy. Davin mendekatkan langkahnya. Selangkah mendekati Rosy dengan langkah pelan, ekspresi serius memancar dari matanya. Cahaya sore yang lembut memancar melalui jendela, menciptakan suasana tegang. Rosy menatap Davin dengan tatapan sedingin es . "Aku tahu apa yang aku lakukan, Davin. Tenang saja. Aku tidak akan goyah. Demi membalaskan dendamku!" cetus Rosy tanpa gentar. Davin menggelengkan kepala. Dia menatap nanar wajah Rosy dengan tatapan mengasihani. Di masih belum rela membiarkan Rosy menerjang bahaya sendirian. "Terlalu berisiko! Apa kau tidak tahu Edward pria macam apa? Dia Ketua organisasi Black Devin. Jika dia tahu kau sedang mempermainkannya, Edward bisa membunuhmu kapan saja. Apa kau ingin menjadi korban berikutnya. Rosy, kembalilah bersamaku," bujuk Davin. Rosy merasa bimbang. Benar, Edward memang bukan orang yang bisa disinggung sembarangan. Apa lagi, d
Rosy memandang Edward dengan curiga, matanya seperti dua sumur air mata yang siap memancurkan air. "Katakan," titah Rosy. "Itu Pamanku, Victor. Dia selama ini mengincarku. Dia ingin membunuhku demi merebut semua aset yang kumiliki. Rosy, maafkan aku karena menempatkanmu dalam bahaya. Aku juga tidak mau melibatkanmu, tapi aku juga tidak bisa membuangmu begitu saja," jelas Edward. 'Andai itu dulu... Andaikan fakta tidak berubah. Andai kau bukan pembunuh ayahku, memilikimu pasti keberuntungan terbesar yang tidak dimiliki orang lain. Tapi, aku masih ragu. Sebenarnya, apa alasanmu ingin mempertahankanmu? Apa karena kau benar-benar mencintaiku, atau karena kau masih belum puas mempermainkan hidupku?' batin Rosy bertanya-tanya sembari menatap dalam kedua manik netra Edward yang berwarna kebiruan. "Tapi sebelum itu, bisakah kau memberitahuku sesuatu? Keluargaku... apa benar aku seorang yatim piatu?" tanya Rosy tiba-tiba. Dia mengungkit pernyataan yang pernah dikatakan Edward, mengatakan ba
Taman rumah sakit yang sepi dan sunyi menjadi saksi bisu pertemuan antara Rosy dan Edward. Setelah mencari ke mana-mana dan terlewat terlambat selangkah, akhirnya takdir mempertemukan mereka lagi. Tampaknya, takdir antara mereka belum waktunya usai. Cahaya senja yang lembut memancar dari langit, menciptakan suasana yang dramatis. Rosy duduk sendirian di bangku, memandang tanah dengan ekspresi sedih. Rambutnya yang panjang tergerai di bahu, seperti mahkota duka. Edward mendekati Rosy dengan hati-hati, langkahnya pelan seperti tak ingin mengganggu kesedihan Rosy. Matanya yang biru memandang Rosy dengan penuh penyesalan. "Rosy, aku mencarimu ke mana-mana. Ternyata kau ada di sini. Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Aku merindukanmu," katanya lembut, suaranya seperti bisikan angin. Rosy menoleh, terkejut melihat Edward berdiri di depannya. Matanya yang merah karena tangis memandang Edward dengan campuran emosi: sedih, marah, dan kecewa. "Kau? Aku juga mencarimu ke mana-mana. Pol
Di antara anak buah Victor, di sana juga ada Tesla sang pemimpin pasukan. Tesla hanya berlutut di hadapan Victor dengan wajah tertunduk. Tidak berani angkat bicara, atau menghindar ketika Victor dengan sengaja melemparinya benda-benda di ruangan itu. Tangannya mengepal erat karena menahan rasa sakit tubuhnya, sekaligus harga diri yang terluka. "Tidak berguna! Kalian semua tidak berguna! Coba jelaskan, untuk apa aku mempertahankan kalian semua! Barang tidak berguna harus dibuang. Sedangkan manusia yang tidak berguna, coba kalian tebak... ." "Kami pantas mati!" cetus Tesla seraya membenturkan keningnya ke lantai. "Kami pantas mati!!!" seru semua anggota yang hadir di ruangan itu. Mengikuti intruksi Tesla dan serentak membenturkan keningnya ke pantai berkali-kali. Mereka tidak berhenti, meskipun kening mereka bocor dan mengucurkan darah segar. "Mati? Kalian pikir kalian bisa mati semudah itu? Kalian pikir membunuh kalian itu sulit, hah?! Kalian terlalu memandang tinggi nyawa kalian ya







