Share

MANTAN JADI IPAR
MANTAN JADI IPAR
Author: Reinee

PART 1

Wanita bertubuh ramping dengan balutan blazer dan celana panjang bahan itu mengayunkan langkah lelahnya menuju ruang guru usai mengajar di kelas XII 5.

Ruangan itu sudah nampak sepi, hanya tersisa beberapa guru saja yang masih tinggal dan sedang bersiap-siap untuk pulang.

Di belakang meja kerjanya, seperti biasa Geng Trio Rumpi, bu Lukman, bu Setya, dan bu Rika terlihat masih asik berbisik-bisik serius.

"Pada lagi ngegosip apa hayoo?" goda wanita berwajah manis itu sambil mendudukkan diri di kursi depan mereka.

"Itu lho bu Lea, denger-denger nih ada siswa yang lagi hamil. Bu Lea udah tau belum?" tanya bu Lukman penuh semangat melihat kedatangan Alea.

"Hah? Serius, Bu? Jangan-jangan cuma gosip?" Wanita itu seperti biasa, tak mudah termakan dengan berita yang belum pasti kebenarannya.

"Sebenarnya baru tebakan sih," ucap bu Lukman disertai dengan cengirannya. "Tapi kayaknya bener deh. Soalnya sudah santer beritanya diantara anak-anak kelas XII. Kayak tadi tuh ya, pas saya ngajar di kelasnya. Waktu saya perhatikan tuh anak jadi salah tingkah gitu.

Dia kan biasa sehari-hari pakai baju seragam yang ketat ya? Nah tadi saya lihat, seragamnya tuh agak kegedean gitu lho. Agak aneh sih kalau menurut saya," jelas bu Rika.

"Apa jangan-jangan memang sengaja buat nutupin itunya ya?" terka bu Setya.

"Haduuh haduuuuh, ibu-ibu ini sebenarnya lagi pada ngomongin siapa sih saya kok nggak ngerti?" Dahi Alea berkerut-kerut saking tidak tahunya apa yang sedang dibicarakan para rekan kerjanya itu. "Apa pak Kepala sekolah sudah tau hal ini?" Dia pun kemudian bertanya.

"Itu lho, si Olivia, Bu. Anak kelas XII 2," jawab bu Setya setengah berbisik.

"Olivia Alexandra Winata?" Mata Alea langsung membulat dibuatnya.

Bagaimana mungkin wanita itu tak terkejut? Olivia Alexandra Winata adalah anak didik yang paling menonjol di mata pelajaran Bahasa Inggris yang dia ampu. Di matanya, Olivia adalah anak paling pandai dari seluruh siswa kelas XII, meskipun hanya dalam mata pelajaran yang diampunya itu saja. Alea mengakui hal itu sejak Olivia dipindahkan dari kota ke sekolah pinggiran tempatnya bekerja.

Dari fisik, Olivia memang terlihat paling berbeda dari anak didiknya yang lain. Bukan hanya dari namanya saja yang sedikit kebarat-baratan, karena di sekolah itu siswa-siswanya kebanyakan masih menyandang nama-nama berbau lokal seperti Siti, Dina, Ani, bahkan Asih, dan sebangsanya. Penampilan Olivia pun paling menonjol diantara teman-temannya. Dia yang selalu terlihat paling modis, disamping juga memang memiliki wajah yang sangat cantik.

"Ibu-ibu ini nggak pada pulang malah bergosip," suara canda dan kekehan seseorang dari arah belakang mereka mengejutkan Alea. Jantung wanita itu sontak berdebar seiring dengan cekikikan ketiga rekan kerjanya.

"Cieeee yang mau pulang bareng," goda bu Rika. Alea pun menoleh ke sumber suara tadi. Genta, suaminya yang juga guru matematika di sekolah itu sedang berjalan menuju ke arah mereka.

"Ayok bu Lea, kita pulang," ajaknya dengan senyum khas yang menawan. Lelaki yang baru sebulan ini berstatus sebagai suami Alea itu memang tetap selalu memanggilnya dengan sebutan 'Bu' jika berada di lingkungan sekolah.

Mereka berdua sebenarnya adalah korban keisengan teman-teman guru yang suka menjodoh-jodohkan antar guru muda yang masih single. Waktu itu Alea dan Genta memang sama-sama guru termuda dan masih berstatus lajang di sekolah itu.

Celakanya, perhatian Genta pada Alea juga sedikit berlebihan hingga makin beredarlah rumor bahwa mereka berdua memang berhubungan dekat.

Sebelum akhirnya keduanya menikah, Genta kerapkali mengajak Alea makan berdua di kantin saat jam kosong mengajar. Atau menunggu Alea sampai jadwal mengajarnya selesai. Padahal Genta sendiri seharusnya sudah bisa pulang dari awal.

Waktu kemudian membuat mereka dekat hingga Genta memutuskan untuk melamar Alea setelah setengah tahun kedekatan mereka.

"Dah ah, besok lagi lanjut gosipnya. Saya pulang duluan ya, ibu ibu," pamit Alea pada rekan-rekannya.

"Kita-kita juga udah mau pulang kok bu Lea. Yuk barengan aja turunnya," kata bu Lukman sembari bangkit. Lalu diikuti oleh dua teman bergosipnya.

"Bu Lea, tunggu di bawah sebentar ya, saya mau rapikan tugas anak-anak dulu," kata Genta tiba-tiba. Lelaki itu pun dengan cepat melangkah menuju ke meja kerjanya. Alea mengangguk, lalu segera menyusul ketiga rekannya yang sudah melangkah lebih dulu meninggalkan ruang guru yang kini sudah benar-benar sepi.

Tapi yang namanya ibu-ibu, sambil berjalan beriringan menuruni tangga menuju parkiran di lantai bawah pun, tetap saja mereka bergosip. Berbagai kejadian yang sebenarnya nggak penting di sekolah itu bisa jadi obrolan menarik jika sudah mampir di mulut trio rumpi itu.

"Aduh!" pekik Alea tiba-tiba saat keempatnya baru saja menginjakkan kaki di lantai satu.

"Kenapa, bu Lea?" Bu Lukman pun terlihat ikut-ikutan cemas.

"Kacamata saya ketinggalan di kelas," kata Alea sambil menepuk dahi. "Saya ambil dulu ya, Bu. Saya ditinggal aja deh nggak apa-apa," pamitnya pada teman-teman seprofesinya itu.

"Iya bu. Sudah nggak usah lari-lari, santai aja. Kita tungguin di bawah kok," pesan bu Rika setengah berteriak.

Secepat kilat Alea pun kembali menaiki tangga. Sudah bisa dibayangkan betapa capeknya dia harus naik lagi ke lantai 4 menuju ruang kelas XII5.

.

.

.

Dengan nafas tersengal akhirnya sampai juga wanita itu di lantai teratas gedung sekolah. Suasana sudah sangat sepi. Tidak ada lagi satu manusia pun di tempat itu. Pintu-pintu kelas juga sudah nampak tertutup rapat. Pak Sis, juru kunci sekolah, pasti sudah berkeliling untuk mengecek semua ruangan dan menutupnya tadi. Bulu kuduk Alea meremang seketika menyadari bahwa hanya ada dirinya di lantai itu.

Karena sedikit takut, Alea segera melangkah dengan cepat menuju ruang kelas tempat terakhirnya mengajar tadi. Rasanya dua kakinya sudah sangat lelah. Namun rasa takut mengalahkan kelelahannya. Dalam hati Alea berdoa, semoga saja kacamatanya masih ada disana dalam kondisi baik-baik saja. Karena Alea termasuk jenis wanita yang suka berhemat. Jadi pasti sayang jika uangnya harus dipakai untuk membeli kacamata baru. Mana tanggal gajiannya juga masih lumayan lama.

Baru beberapa langkah berjalan, mendadak Alea dikejutkan dengan suara orang sedang bercakap pelan. Dia menajamkan pendengaran berusaha mencari tahu dari mana sumber suara itu berasal.

Perlahan Alea pun berjalan mengendap saat dia yakin bahwa suara tadi berasal dari ujung koridor. Beruntunglah dia tak memakai high heel yang suaranya sangat berisik saat dipakai berjalan itu.

Semakin dekat dengan sumber suara, jantung Alea semakin berdebar cepat. Makin lama suara itu semakin jelas berasal dari dua orang yang sepertinya berlainan jenis. Siapa yang masih mengobrol di tempat yang sudah sunyi seperti ini?

Lalu dengan segenap keberanian, dilongokkannya sedikit kepala untuk melihat siapa sebenarnya mereka.

Dan betapa kagetnya Alea saat akhirnya dia melihat siapa yang sedang berada di balik tembok.

Dua makhluk berlawanan jenis sedang berpelukan di tempat sepi. Yang lebih membuatnya shock, ternyata mereka adalah Olivia dan seorang guru pria yang beberapa saat lalu menyuruhnya untuk menunggu di bawah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status