Share

Bab 8. Aura tersembunyi

MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA

Bab 8.

Bima yang masih bingung dengan apa yang mereka bicarakan. Mengurungkan niat untuk bertanya kepada Ayu. Bima takut jika nantinya pertanyaannya bisa menyinggung perasaan Ayu. Sampai akhirnya Bima mau pun Ayu tak sengaja bertatap muka kembali, ya walaupun mereka berpura-pura layaknya orang salah lihat.

Ibu yang membeli jualan Ayu bahkan memperhatikan ulah mereka yang saling berpandangan. Ibu tersebut hanya bisa tersenyum dengan ulah dua insan yang baru saja saling mengenal di hadapannya.

"Tu kan kalian pandang-pandangan? Filling Ibu mengatakan kalau kalian itu jodoh," ucap ibu tersebut dengan senyuman.

Baik Bima mau pun Ayu kembali saling tatap-tatapan kembali, karena terkejut dengan lontaran kata dari mulut ibu tersebut. Tanpa sadar Ayu memandang Bima walau hanya sekilas. Ya, walaupun hanya sebentar saja, setelah itu Ayu pun kembali menundukkan pandangannya.

Bima bahkan yang saat itu baru saja mengenal gadis itu sangat kagum dan juga bangga terhadapnya. Dimana seorang gadis polos yang cantik rupanya selalu menghindarkan tatapannya dari seorang laki-laki yang baru di kenalnya, contohnya seperti Bima. Ya, walaupun dia menatap Bima itu hanya seketika saja, alias sebentar.

"Ibu ini ada-ada saja, mana mungkin Ayu itu mau sama saya yang statusnya hanya seorang marbot, Bu? Mau kenal sama saya saja, itu udah lebih dari cukup, Bu," ucap Bima sambil menggaruk kepala walau sebenarnya kepalanya tidak gatal sama sekali.

Hanya saja Bima selalu salah tingkah jika harus berhadapan dengan seorang gadis seperti Ayu. Ayu seperti memiliki aura tersembunyi untuk bisa membuatnya serba salah dan malu.

Entah ada apa sebenarnya dengan Bima? Setiap melihat Ayu, Bima bahkan minder karena Ayu seorang muslimah, wanita sholehah. Bahkan untuk memandangnya pun Bima enggan, karena gadis yang di pandangnya tak sedikit pun perduli. Sehingga membuat Bima pun enggan untuk berdekatan dengannya. 

"Sudah ya, Bu. Belanjaan Ibu habisnya 40 ribu. Ini belanjaan Ibu?"

Ayu pun mengulurkan pesanan ibu tersebut dengan senyumannya. Ucapan yang di lontarkan Ayu membuat lamunan Bima membuyar seketika. Jujur, saat ini Bima merasa malu.

Bima pun memutuskan untuk pamit mengundurkan diri kepada Ayu dan ibu itu karena untuk bisa menghilangkan rasa gugupnya. 

"Saya permisi ya Bu, Yu. Saya mau sarapan dan menikmati nasi ini dulu, nasi yang di berikan Ayu khusus untuk saya."

Bima pun berlalu meninggalkan mereka dengan mengangkat nasi yang ada di tangannya sambil bernyanyi riang.

Senangnya hatiku... dapat nasi gratis...

La...la...la...

Sambil berlalu, Bima bahkan menyanyi yang ia sendiri tak tshu judul lagunya. Hanya karena senang hatinya, ia meluapkannya dengan nyanyian tanpa judul yang keluar begitu saja dari mulutnya.

"Tu.... lihat! Mas Joko kelihatannya senang banget kamu kasih nasi," ucapnya melirik Ayu.

Sekilas terdengar Bima, ibu tersebut berbisik-bisik pada Ayu, tapi Bima tak menghiraukannya, berhubung ia sudah lapar, cacing dalam perutnya pun sudah menggendang-gendang meminta makan. 

"Ibu ini berlebihan, mungkin Mas Joko seperti itu, karena rasa senangnya mendapatkan nasi untuk ia makan," ucap Ayu yang mengulurkan kembalian uangnya.

Jujur saja, Bima sangat malu untuk berhadapan dengan Ayu. Ada apa sebenarnya dengannya? Mengapa setiap berdekatan dengannya, Bima menjadi salah tingkah dan gerogi.

"Aku kenapa ya? Seperti menjadi ABG kembali," batinnya.

Bima pun memutuskan pergi menuju kamar yang di tempatinya saat ini untuk tidur. Ya, Bima lebih memilih bersembunyi untuk menikmati nasi yang di berikan Ayu untuknya.

Bima bahkan tak lagi melihat keberadaan Ayu dan ibu yang membeli jualan Ayu. Bima pun ingin bersemedi di kamar untuk menikmati nasi pemberian Ayu.

"Subhanallah..... Betapa enak dan lezatnya nasi ini."

Seketika ucapnya ketika menyuapkan nasi pertama yang masuk ke dalam mulutnya, lidahnya seperti menari-menari menghadapi nasi yang baru saja masuk.

Bima pun bukan hanya sekedar kagum dengan nasi di hadapannya, tapi terus saja menyuap sedikit demi sedikit memasukkan nasi istimewa itu ke dalam mulutnya. Tampilan nasi ini biasa saja, tapi rasanya begitu nikmat dan lezat setelah di santap. Bima bahkan tak mendapati hal seperti ini dimana pun, sekali pun di rumah orang tuanya.

Bima yang lebih sering makan di restoran yang harganya bahkan lebih mahal dari makanan di hadapannya. Tapi, ia tak pernah merasakan lidahnya seperti menari-nari setelah memakan nasi beserta lauknya masuk kedalam mulut Bima. Sedangkan nasi yang di hadapannya itu hanya terlihat biasa saja bahkan tampilannya tidak seperti nasi pada umumnya. Tapi, lidahnya serasa bergoyang dan menari-nari ketika menyuapkan nasi itu sedikit demi sedikit masuk ke mulutnya. 

"Besok-besok aku pesan saja makanan yang di jualnya," ucapnya sambil menyuapkan nasi yang tanpa terasa tinggal sedikit lagi ludes tak bersisa.

Lagi-lagi Bima sudah mengagumi makanan yang di buat gadis kampung seperti Ayu. Kampung tempat tinggalnya, tapi masakannya tidak kampungan, menggelegar. Bahkan masakannya mampu membuat lidahnya bergetar, merasakan nikmatnya makanan sederhana yang di berikan .

*****

Waktu pun berlalu begitu cepat, tanpa terasa sudah hampir memasuki waktu dzuhur. Bima pun bergegas menyiapkan diri untuk melaksanakan kewajibannya. Bima tidak tahu jika sholatnya akan diterima Allah atau tidak, yang jelas Bima butuh Dia agar selalu memberikan jalan yang terbaik untuknya. Mungkin disini lah tempat dan waktu Bima untuk lebih dekat dengan-Nya. Di tempat ini lah Bima harus bisa menghilangkan semua yang di alaminya karena seorang wanita seperti Firly. Semua yang Bima alami pasti yang terbaik untuk dirinya, karena Allah pasti tahu apa yang di butuhkannya bukan yang di inginkannya.

"Bapak sudah datang?"  tanya Bima yang menghampiri Pak Jenggot yang baru saja tiba.

Ternyata Bima juga melihat Ayu yang menyusul Pak Jenggot dari belakangnya. Ya, seperti biasa dia selalu menundukkan pandangannya kepada Bima setiap kali mereka bertemu.

Sungguh wanita luar biasa. Entah itu karena malu atau merasa kalau Bima yang bukan mahramnya, sehingga membuatnya selalu menundukkan pandangannya. Rasanya sangat berbeda saat memandang gadis yang serba tertutup denga gadis yang memakai baju terbuka. Contohnya seperti Firly yang sering memakai baju kekurangan bahan ibarat rumah tangga yang berantakan.

"Iya, Nak."

Pak Jenggot menghentikan sejenak langkahnya sebelum akhirnya melanjutkan kembali langkahnya untuk masuk ke dalam mesjid. Begitu pun dengan Bima yang mengikutinya memasuki mesjid. Ayu bahkan sudah tidak terlihat lagi, jangankan orangnya bahkan batang hidungnya pun tak lagi terlihat. Mungkin saja, ia sudah masuk duluan dan mengambil tempat untuk wanita menunaikan sholat.

"Kenapa aku selalu memperhatikan Ayu? Apa sebenarnya yang terjadi padaku?" gerutunya dalam hati.

"Nak Joko kenapa berhenti dan melihat ke arah belakang seperti itu, apa ada yang Nak Joko cari?" tanya Pak Jenggot yang heran dengan tingkah Bima.

"Nggak kok, Pak. Saya nggak cari apa-apa. Cuma saya bingung aja,"  tuturnya yang berusaha berjalan mengiringi langkah Pak Jenggot.

"Bingung kenapa toh?" tanyanya balik.

"Saya bingung karena melihat bidadari surga di dunia nyata seperti anak Bapak," batinnya.

"Nak Joko...." panggilnya yang membuyarkan pikiran Bima.

"Sa...  saya, Pak. Oh, nggak ada apa-apa kok, Pak, nggak usah di ambil open omongan saya yang barusan. Bagus kita segera masuk ke dalam saja, entar telat loh sholatnya."

Bima pun berusaha mengajak Pak Jenggot dengan meraih tangan Pak Jenggot untuk segera masuk ke dalam mesjid.

Bima harus bisa mengendalikan suasana hatinya saat ini yang di rasakannya. Bima tak boleh terlihat seperti ini, sebagai seorang laki-laki nggak boleh baperan. Bima harus harus menjadi lelaki elimited edotion, agar banyak yang berusaha merebutkannya.  

Ha...ha... seorang marbot juga boleh bermimipi dong! Jangan hanya karena Bima seorang marbot tak boleh menghayal terlalu tinggi, bukan?

Bima bahkan berniat untuk segera menikahi Ayu, tapi kalau Ayu belum ada yang punya. Kalau sudah ada yang punya, cukup dengan mengaguminya dari kejauhan saja. Tentunya kagum akan sifat-sifatnya, seperti sifat mandiri, dan menundukkan pandangannya bahkan ia selalu bertutur sapa dengan baik terhadap orang lain. Satu lagi, walaupun dia cantik tapi tidak pernah sombong.

Dengan tampilan sederhananya, Bima yang pertama kali melihatnya saja sudah merasakan getaran di dalam dadanya. Cukup jarang seorang laki-laki jika melihat seorang gadis bisa langsung merasakan getaran seperti yang saat ini di rasakan Bima.

Apa mungkin Bima jatuh cinta pada pandangan pertama?

Jatuh cinta... berjuta rasanya....

Kan, mulai kumat deh nyanyinya....

Semua yang di rasakan Bima, hanya waktu lah yang akan menjawab semuanya dengan waktu yang tepat.

Bersambung.....​

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Icank Anja
koin Mulu niee
goodnovel comment avatar
Ai Ichon
Koin terlalu besar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status