Share

Bab 7. Penasaran

MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA.

 

Bab 7.

"Saya kesini itu bukan mau cerita tentang kakeknya Mas, atau panggil Mas dengan sebutan kakek? Tapi saya datang kemari itu karena di suruh sama Bapak," sungutnya seketika dengan mengangkat pandangannya.

"Akhirnya kamu mau juga bertatap muka dengan saya,"  ejek Bima

Bima tanpa sadar langsung merasa terkagum-kagum dengan pesona gadis yang ada di hadapannya.

"Mas, kalau ngomong yang sopan ya!"

"Kurang sopan apa lagi coba, saya kan nggak ngomong kasa* atau gimana kan? Saya cuma bilang, "akhirnya kamu mau juga menatap saya", soalnya kamu selalu menundukkan pandangan kamu?" tanya Bima dengan wajah bingung.

"Memang nggak kasar, tapi Mas itu nyebelin," ucapnya yang mampu membuat Bima tersenyum melihat tingkah gadis yang masih ada di hadapannya.

"Maaf....." rengek Bima.

"Saya datang kesini, mau kasih nasi untuk Mas Joko. Nasi bungkus dengan lauk ala kadarnya. Tadi kata Bapak mungkin Mas belum makan, jadi saya tanya saja langsung ke Mas. Eh... Mas nya malah cerita kakeknya sudah meninggal," sungutnya sambil memberikan nasi bungkus jualannya kepada Bima.

"Ini beneran untuk saya?" tanya Bima yang masih belum percaya.

"Mas nggak mau? Kalau nggak mau sini biar saya ambil lagi?" gertaknya.

Ayu berusaha mengambil kembali nasi yang sudah di pegang Bima. Namun, Bima tentu mencegahnya. Bima memang belum sarapan, jadi selagi ada yang gratis, kenapa tidak.

"Jangan seperti itu lah, Yu. Saya ini kan cuma bercanda, saya hanya masih belum percaya kalau kamu kasih saya nasi. Kamu perhatian banget sama saya, sampai antarkan nasi ini sama saya," ucap Bima yang mengangkat nasi yang di pegangnya.

Bima sepertinya mulai cari gara-gara sama Ayu. Sementara, Ayu yang mendengar ucapan Bima hampir copot jantung, seakan-akan Ayu datang dengan sengaja untuk menemuinya. Padahal itu semua di lakukannya karena permintaan Pak Jenggot yang menyuruhnya untuk memberikan nasi kepada Bima.

Bima yang saat itu sangat bahagia, tak bisa menyembunyikan kebahagian yang terpancar dari raut wajahnya. Jangan di tanya soal bahagianya Bima saat ini, tiba-tiba ada seorang gadis yang berbaik hati memberikan nasi bungkus hasil jualannya kepada Bima, tentu itu hal yang sangat istimewa bagi Bima.

Padahal yang Bima lihat, jualannya bahkan masih banyak di dalam keranjang tempat ia meletakkan jualannya. Tapi, ia dengan berbaik hati memberikan nasi ini secara gratis begitu saja. Betapa mulia sekali hatinya sampai berbaik hati untuk Bima yang hanya bekerja sebagai marbot baru di kampung tempat gadis itu tinggal, apalagi Bima bukan siapa-siapanya.

"Tapi tunggu dulu, tadi dia bilang Bapak yang menyuruhnya? berarti Pak Jenggot yang memberi aku nasi dong. Betapa ke pedeannya aku sampai berpikiran gadis cantik ini yang telah memberiku nasi," gerutunya dalam hati sambil memegang nasi yang di berikan anak Pak Jenggot padanya.

Tiba-tiba, datanglah seorang ibu-ibu menghampiri mereka.

"Yu... Ibu mau beli nasi dan kue jualanmu loh! Ditunggu-tunggu kok malah nggak lewat-lewat. Eh, rupanya disini sama Mas ganteng," ucap seorang ibu-ibu yang ingin membeli jualan Ayu.

Entah dari mana ibu itu muncul, mereka bahkan tak menyadarinya. Ibu itu bahkan sambil melirik-lirik ke arah Bima yang masih berdiri sambil memegang nasi pemberian Anak Pak jenggot. Bima sedikit risih dengan tatapan yang ibu itu berikan padanya. Ibu tersebut menatapnya dari ujung kaki sampai ujung rambut milik Bima, seakan-akan ada yang salah dengan penampilannya.

"Kenapa Ibu ini menatap aku dengan tatapan seperti itu?" batin Bima.

"Maaf ya, Bu. Saya baru saja memberikan nasi bungkus untuk Mas Joko, karena mungkin Mas Joko nya belum makan. Berhubung Mas Joko marbot baru di mesjid ini, mungkin ia masih bingung tentang kampung kita, Bu," tutur anak gadis Pak Jenggot yang baru saja Bima ketahui namanya AYU.

Sama persis seperti orangnya cantik. Semoga namanya yang artinya cantik sama juga dengan akhlaknya.

"Oh.... Mas ini marbot baru toh. Pantesan mukanya kelihatan asing, karena belum pernah saya lihat sebelumnya. Namanya Joko ya? Tapi, Mas nya ganteng banget loh, mirip artis korea,"  ucap Ibu tersebut yang melirik ke arah Bima dengan geni*.

"Bukannya dia bilang ingin membeli jualan Ayu, kok malah lirik-lirik ke arahku, malah bilang aku seperti artis korea lagi, artis korengan yang ada. Artis yang judul filmnya di buang pacar," gerutu Bima dalam hati.

"Ibu ini ada-ada aja,"  ucap Ayu dengan senyuman kecil.

"Memang ganteng kok. Apa kamu nggak mau sama Mas ini, Yu?" tanyanya yang menatap ke arah Ayu.

Bima yang merasa tidak menyukai omongan Ibu itu pun berusaha memecahkan pembicaraan mereka. Bima tak ingin jika gadis cantik itu tersinggung dengan apa yang di ucapkan Ibu tersebut, lagian Bima ingin menghindari  omongan dari ibu yang agak geni*.

"Iya, Bu. Saya marbot baru disini, perkenalkan nama saya, Joko," ucapnya memperkenalkan dirinya sambil tersenyum ke arah ibu tersebut untuk mengalihkan pembicaraan mereka yang menyangkut namanya.

"Namanya Joko kan? Tadi kan sudah di sebutkan Ayu, tapi nama bukan jadi masalah yang penting wajahnya ganteng," ucapnya genit.

"Kok, aku rasanya ngilu lihat gaya bicara Ibu ini ya?" batin Bima.

"Apa Ibu mau mendaftar, kalau ternyata Mas Joko masih lajang?"

Ayu pun bertanya sambil membungkus jualan yang di pesan ibu tersebut.

"Masih lajang atau sudah beristri, Mas?" tanya ibu tersebut sedikit genit sambil cengar-cengir nggak jelas menatap Bima.

Bukannya menjawab pertanyaan Ayu, ibu ini malah menanyakan status Bima. Waduh, bisa  gawat dunia persilatan di buat Ibu zaman sekarang. 

"Saya masih lajang, Bu, belum pernah punya istri," jawab Bima sambil melirik ke arah Ayu yang masih sibuk memasukkan kue dan juga nasi ke dalam plastik kresek.

"Kenapa nggak sama Nak Ayu aja, Dari tadi saya perhatikan Mas Joko lirik-lirik Ayu terus, pasti Mas suka kan sama Nak Ayu?" tanya ibu tersebut dengan senyuman yang susah untuk di artikan.

Betapa terkejutnya Bima begitu juga Ayu yang mendengar ucapan ibu tersebut. Tanpa sadar mereka pun saling berpandangan dan itu membuat Bima jadi semakin salah tingkah, begitu juga Ayu yang langsung berubah raut wajahnya mungkin karena malu.

"Ya Allah, lagi-lagi hatiku seperti ada magnetnya yang ingin tertarik ke arah Ayu. Aku bahkan lupa dengan masalah yang menimpaku selama ini, apa yang sudah di lakukan gadis di hadapanku ini padaku? Bahkan dalam sekejab aku lupa apa yang membuatku frustasi," gerutu Bima dalam hati.

"Apa Ibu nggak salah ngomong? Ibu sudah lupa dengan apa yang sedang ku alami beberapa waktu yang lalu?" tanya Ayu yang menatap tajam ke arah ibu tersebut.

Entah apa masalahnya sampai membuat Ayu seperti tersinggung dengan ucapan ibu itu kepadanya. Bima hanya bisa menyaksikan adegan mencekam di hadapannya.

"Justru karena itu, ibu ingin kamu segera melupakan apa yang sudah terjadi. Mungkin dia bukan yang terbaik buat kamu, Yu," ungkap ibu tersebut yang berusaha mengelus pundak Ayu.

"Saya sudah ikhlas kok, Bu. Tapi, saya belum bisa untuk dekat dengan laki-laki dengan begitu mudah."

Ayu yang berucap kepada ibu tersebut tapi sambil melirik ke arah Bima. Bima yang melihat lirikan yang di berikan Ayu padanya, terheran-heran. Apa maksud lirikan yang di berikannya?

Bima tak mengetahui secara jelas, apa yang sebenarnya terjadi, yang jelas pasti itu sudah membuat hati Ayu terluka, sehingga membuatnya seperti membenci yang namanya laki-laki.

Bima yang penasaran mengurungkan niatnya untuk bertanya. Bima takut jika pertanyaannya nanti akan menyinggung perasaan Ayu.

Ternyata gadis yang terlihat kuat dan kuat seperti Ayu juga memiliki sisi kewanitaan, yaitu sensitif yang tak bisa menyembunyikan raut wajah kesedihan.

Baling-baling di otak Bima mulai berputar kencang, karena rasa penasaran yang memuncak. Bima ingin mengetahui apa sebenarnya yang sudah terjadi pada gadis cantik, penjual nasi dan kue.

Bima merasakan mulai ada kebahagiaan yang di rasakannya, disaat ia merasakan sakit.

Bersambung......

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status