Share

Bab 7. Penasaran

Penulis: Komang
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-05 22:11:26

MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA.

 

Bab 7.

"Saya kesini itu bukan mau cerita tentang kakeknya Mas, atau panggil Mas dengan sebutan kakek? Tapi saya datang kemari itu karena di suruh sama Bapak," sungutnya seketika dengan mengangkat pandangannya.

"Akhirnya kamu mau juga bertatap muka dengan saya,"  ejek Bima

Bima tanpa sadar langsung merasa terkagum-kagum dengan pesona gadis yang ada di hadapannya.

"Mas, kalau ngomong yang sopan ya!"

"Kurang sopan apa lagi coba, saya kan nggak ngomong kasa* atau gimana kan? Saya cuma bilang, "akhirnya kamu mau juga menatap saya", soalnya kamu selalu menundukkan pandangan kamu?" tanya Bima dengan wajah bingung.

"Memang nggak kasar, tapi Mas itu nyebelin," ucapnya yang mampu membuat Bima tersenyum melihat tingkah gadis yang masih ada di hadapannya.

"Maaf....." rengek Bima.

"Saya datang kesini, mau kasih nasi untuk Mas Joko. Nasi bungkus dengan lauk ala kadarnya. Tadi kata Bapak mungkin Mas belum makan, jadi saya tanya saja langsung ke Mas. Eh... Mas nya malah cerita kakeknya sudah meninggal," sungutnya sambil memberikan nasi bungkus jualannya kepada Bima.

"Ini beneran untuk saya?" tanya Bima yang masih belum percaya.

"Mas nggak mau? Kalau nggak mau sini biar saya ambil lagi?" gertaknya.

Ayu berusaha mengambil kembali nasi yang sudah di pegang Bima. Namun, Bima tentu mencegahnya. Bima memang belum sarapan, jadi selagi ada yang gratis, kenapa tidak.

"Jangan seperti itu lah, Yu. Saya ini kan cuma bercanda, saya hanya masih belum percaya kalau kamu kasih saya nasi. Kamu perhatian banget sama saya, sampai antarkan nasi ini sama saya," ucap Bima yang mengangkat nasi yang di pegangnya.

Bima sepertinya mulai cari gara-gara sama Ayu. Sementara, Ayu yang mendengar ucapan Bima hampir copot jantung, seakan-akan Ayu datang dengan sengaja untuk menemuinya. Padahal itu semua di lakukannya karena permintaan Pak Jenggot yang menyuruhnya untuk memberikan nasi kepada Bima.

Bima yang saat itu sangat bahagia, tak bisa menyembunyikan kebahagian yang terpancar dari raut wajahnya. Jangan di tanya soal bahagianya Bima saat ini, tiba-tiba ada seorang gadis yang berbaik hati memberikan nasi bungkus hasil jualannya kepada Bima, tentu itu hal yang sangat istimewa bagi Bima.

Padahal yang Bima lihat, jualannya bahkan masih banyak di dalam keranjang tempat ia meletakkan jualannya. Tapi, ia dengan berbaik hati memberikan nasi ini secara gratis begitu saja. Betapa mulia sekali hatinya sampai berbaik hati untuk Bima yang hanya bekerja sebagai marbot baru di kampung tempat gadis itu tinggal, apalagi Bima bukan siapa-siapanya.

"Tapi tunggu dulu, tadi dia bilang Bapak yang menyuruhnya? berarti Pak Jenggot yang memberi aku nasi dong. Betapa ke pedeannya aku sampai berpikiran gadis cantik ini yang telah memberiku nasi," gerutunya dalam hati sambil memegang nasi yang di berikan anak Pak Jenggot padanya.

Tiba-tiba, datanglah seorang ibu-ibu menghampiri mereka.

"Yu... Ibu mau beli nasi dan kue jualanmu loh! Ditunggu-tunggu kok malah nggak lewat-lewat. Eh, rupanya disini sama Mas ganteng," ucap seorang ibu-ibu yang ingin membeli jualan Ayu.

Entah dari mana ibu itu muncul, mereka bahkan tak menyadarinya. Ibu itu bahkan sambil melirik-lirik ke arah Bima yang masih berdiri sambil memegang nasi pemberian Anak Pak jenggot. Bima sedikit risih dengan tatapan yang ibu itu berikan padanya. Ibu tersebut menatapnya dari ujung kaki sampai ujung rambut milik Bima, seakan-akan ada yang salah dengan penampilannya.

"Kenapa Ibu ini menatap aku dengan tatapan seperti itu?" batin Bima.

"Maaf ya, Bu. Saya baru saja memberikan nasi bungkus untuk Mas Joko, karena mungkin Mas Joko nya belum makan. Berhubung Mas Joko marbot baru di mesjid ini, mungkin ia masih bingung tentang kampung kita, Bu," tutur anak gadis Pak Jenggot yang baru saja Bima ketahui namanya AYU.

Sama persis seperti orangnya cantik. Semoga namanya yang artinya cantik sama juga dengan akhlaknya.

"Oh.... Mas ini marbot baru toh. Pantesan mukanya kelihatan asing, karena belum pernah saya lihat sebelumnya. Namanya Joko ya? Tapi, Mas nya ganteng banget loh, mirip artis korea,"  ucap Ibu tersebut yang melirik ke arah Bima dengan geni*.

"Bukannya dia bilang ingin membeli jualan Ayu, kok malah lirik-lirik ke arahku, malah bilang aku seperti artis korea lagi, artis korengan yang ada. Artis yang judul filmnya di buang pacar," gerutu Bima dalam hati.

"Ibu ini ada-ada aja,"  ucap Ayu dengan senyuman kecil.

"Memang ganteng kok. Apa kamu nggak mau sama Mas ini, Yu?" tanyanya yang menatap ke arah Ayu.

Bima yang merasa tidak menyukai omongan Ibu itu pun berusaha memecahkan pembicaraan mereka. Bima tak ingin jika gadis cantik itu tersinggung dengan apa yang di ucapkan Ibu tersebut, lagian Bima ingin menghindari  omongan dari ibu yang agak geni*.

"Iya, Bu. Saya marbot baru disini, perkenalkan nama saya, Joko," ucapnya memperkenalkan dirinya sambil tersenyum ke arah ibu tersebut untuk mengalihkan pembicaraan mereka yang menyangkut namanya.

"Namanya Joko kan? Tadi kan sudah di sebutkan Ayu, tapi nama bukan jadi masalah yang penting wajahnya ganteng," ucapnya genit.

"Kok, aku rasanya ngilu lihat gaya bicara Ibu ini ya?" batin Bima.

"Apa Ibu mau mendaftar, kalau ternyata Mas Joko masih lajang?"

Ayu pun bertanya sambil membungkus jualan yang di pesan ibu tersebut.

"Masih lajang atau sudah beristri, Mas?" tanya ibu tersebut sedikit genit sambil cengar-cengir nggak jelas menatap Bima.

Bukannya menjawab pertanyaan Ayu, ibu ini malah menanyakan status Bima. Waduh, bisa  gawat dunia persilatan di buat Ibu zaman sekarang. 

"Saya masih lajang, Bu, belum pernah punya istri," jawab Bima sambil melirik ke arah Ayu yang masih sibuk memasukkan kue dan juga nasi ke dalam plastik kresek.

"Kenapa nggak sama Nak Ayu aja, Dari tadi saya perhatikan Mas Joko lirik-lirik Ayu terus, pasti Mas suka kan sama Nak Ayu?" tanya ibu tersebut dengan senyuman yang susah untuk di artikan.

Betapa terkejutnya Bima begitu juga Ayu yang mendengar ucapan ibu tersebut. Tanpa sadar mereka pun saling berpandangan dan itu membuat Bima jadi semakin salah tingkah, begitu juga Ayu yang langsung berubah raut wajahnya mungkin karena malu.

"Ya Allah, lagi-lagi hatiku seperti ada magnetnya yang ingin tertarik ke arah Ayu. Aku bahkan lupa dengan masalah yang menimpaku selama ini, apa yang sudah di lakukan gadis di hadapanku ini padaku? Bahkan dalam sekejab aku lupa apa yang membuatku frustasi," gerutu Bima dalam hati.

"Apa Ibu nggak salah ngomong? Ibu sudah lupa dengan apa yang sedang ku alami beberapa waktu yang lalu?" tanya Ayu yang menatap tajam ke arah ibu tersebut.

Entah apa masalahnya sampai membuat Ayu seperti tersinggung dengan ucapan ibu itu kepadanya. Bima hanya bisa menyaksikan adegan mencekam di hadapannya.

"Justru karena itu, ibu ingin kamu segera melupakan apa yang sudah terjadi. Mungkin dia bukan yang terbaik buat kamu, Yu," ungkap ibu tersebut yang berusaha mengelus pundak Ayu.

"Saya sudah ikhlas kok, Bu. Tapi, saya belum bisa untuk dekat dengan laki-laki dengan begitu mudah."

Ayu yang berucap kepada ibu tersebut tapi sambil melirik ke arah Bima. Bima yang melihat lirikan yang di berikan Ayu padanya, terheran-heran. Apa maksud lirikan yang di berikannya?

Bima tak mengetahui secara jelas, apa yang sebenarnya terjadi, yang jelas pasti itu sudah membuat hati Ayu terluka, sehingga membuatnya seperti membenci yang namanya laki-laki.

Bima yang penasaran mengurungkan niatnya untuk bertanya. Bima takut jika pertanyaannya nanti akan menyinggung perasaan Ayu.

Ternyata gadis yang terlihat kuat dan kuat seperti Ayu juga memiliki sisi kewanitaan, yaitu sensitif yang tak bisa menyembunyikan raut wajah kesedihan.

Baling-baling di otak Bima mulai berputar kencang, karena rasa penasaran yang memuncak. Bima ingin mengetahui apa sebenarnya yang sudah terjadi pada gadis cantik, penjual nasi dan kue.

Bima merasakan mulai ada kebahagiaan yang di rasakannya, disaat ia merasakan sakit.

Bersambung......

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA   Bab 39. Kepolosan

    MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA.Bab 39.Bima dan juga Pak Maryono pun telah memasuki mesjid. Bahkan mereka tak luput dari pandangan orang-orang yang ada di dalam mesjid. Terdengar bisik-bisik tentang Bima cukup terdengar jelas. Baik Bima maupun Pak Maryono lebih memilih diam sambil menantikan adzhan Ashar.Setelah selesai melaksanakan shalat ashar, ada seorang bapak-bapak yang datang menghampiri Bima begitu selesai shalat."Nak Jokosudah berhenti menjadi marbot di sini ya?" tanya salah seorang bapak-bapak yang ada dibarisan depan dari kerumunan bapak-bapak yang lainnya. Dia mencoba bertanya.Mereka yang sudah menyelesaikan shalat Ashar, tentunya ingin cepat-cepat pulang. Sementara Bima masih sibuk dengan pikirannya mengenai keadaan istrinya. Bahkan pertanyaan itu tak terlalu penting baginya.Berhubung ada salah seorang bapak-bapak yang bertanya padanya. Bima pun mengurungkan niatnya untuk cepa

  • MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA   Bab 38. Kenyataan yang mengejutkan.

    MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYABab 38.Bima yang tadinya asyik berbicara pada Pak Maryono seketika melihat istrinya. Bima melihat jika istrinya terjatuh ketika membuang sampah, ia langsung merasakan kepanikan. Berlari dan mengejar istrinya."Dik...! Adik nggak kenapa-kenapa 'kan? Kok bisa jatuh begini?" tanya Bima yang langsung membantu istrinya untuk berdiri."Nggak tahu kenapa? Adik jatuh seperti ada yang dorong, Mas," jawabnya yang berusaha bangkit.Bima yang khawatir dengan keadaan istrinya merasakan kepanikan yang luar biasa. Pak Maryono yang melihat kejadian itu pun ikut menyusul mereka."Apa kaki istri Tuan tidak terkilir? Sepertinya istri Tuan susah untuk berjalan?" tanya Pak Maryono yang baru saja menghampiri mereka."Apa sebaiknya kita periksa ke rumah sakit aja? Biar pak Maryono yang antar kita ke rumah sakitnya?" tanya Bima pada istrinya yang cengar-cengir menahan sakit di kakinya.

  • MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA   Bab 37. Ikhlas

    MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYABab 37.Wahyu yang kesal, merasa dirinya persis seperti anti nyamuk segera pergi meninggalkan kediaman almarhum Pak Jenggot. Dengan sengaja ia menghentakkan kakinya sambil berlalu. Meluapkan kemarahannya dengan ucapan yang segala nama binatang di kebun binatang keluar satu per satu. Ucapan yang tak pantas jika mengingat statusnya."Eh... denger ya! Dimana-mana orang ketiga itu disebut setan loh!" jerit Bima yang sengaja.Suara Bima yang keras, mampu menghentikan langkah kaki Wahyu. Tentu saja Wahyu tidak bisa terima begitu saja dengan jeritan Bima."Apa maksud kamu bilang saya itu setan?" tanya Wahyu yang membalikkan badannya secepat mungkin untuk menatap Bima.Wahyu yang tadinya sudah bergegas untuk pergi meninggalkan mereka. Memutuskan untuk kembali menghentikan langkah ketika mendengar jeritan Bima yang mampu menyinggung perasaannya. Hatinya merasa terkutik dengan ucapan yang san

  • MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA   Bab 36. Menahan kemarahan.

    MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA.Bab 36.Bima yang meninggalkan mereka begitu saja, berhasil membuat Wahyu menahan amarahnya. Karena merasa dicuekin dengan meninggalkan merek begitu saja tanpa menjawab perkataan mereka atau menyambutnya. Hal itu membuat hati Wahyu begitu membludak rasa kebencian.Berhubung waktu sudah memasuki waktu dzuhur, Bima pun bergegas melaksanakan adzhan terlebih dahulu. Tanpa melirik sedikitpun ke arah mereka yang masih memandangnya.Rasa syukur begitu besar dirasakannya, di tempat ini untuk pertama kalinya Bima melaksanakan adzhan yang didengarkan orang banyak. Bahkan hampir setiap harinya ia melakukan adzhan menggantikan almarhum bapak mertunya. Pak Jenggot telah menitipkan ilmu yang akan dibawanya sampai mati."Ternyata suara Nak Joko makin hari makin bagus saja mengumandang adzhannya," ucap salah seorang bapak yang ada di barisan jamaah yang baru saja selesai melaksanakan shalat berjama'ah de

  • MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA   Bab 35. Sombong.

    MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYABab 35.Setelah pertanyaan Bima, Ayu bahkan tak mengeluarkan sepatah kata apapun. Bungkam seribu bahasa. Hanya kesunyian yang didapat Bima. Hatinya berkemelut hebat, penuh dengan tanda tanya melihat diamnya sang istri. Detak jantungnya terasa begitu cepat, apa kiranya kesalahnnya? Apa Ayu tak menyukai ajakanku?Pertanyaan begitu banyak melintas dopikirannya. Wajah cantik itu seperti menyembunyikan sesuatu yang tak mampu bibirnya mengungkapkannya."Apakah Adik masih keberatan untuk pindah ke rumah orang tua, Mas?" tanya Bima ragu, berusaha memecahkan kesunyian yang terjadi.Sekilas Ayu melirik ke arahnya. Lirikan yang penuh makna. Begitu mampu membuat Bima ragu. "Apapun yang membuatnya bahagia, akan kuturuti," batinnyaAyu menatap kembali wajah Bimq, "Adik sebenarnya takut, Mas," ucapnya sambil meremas ujung hijabnya."Kan ada, Mas. Kenapa meski takut? Apa yang membu

  • MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA   Bab 34. Apa yang dipikirkannya?

    MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYABab 34.Bima yang masih memeluk istrinya, mencoba untuk memegang pipi lembut sang itu dengan penuh kasih sayang. Kebahagiaannya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. "Ya Allah, ijinkan aku untuk bisa selalu menjaga istriku sampai akhir hayatku," batinnya sambil mengelus pundak istrinya."Apa yang Mas lamunkan? Apa masih ada yang Mas sembunyikan lagi dari Adik?" tanya Ayu yang memecahkan pemikiran Bima."Tidak, Sayang. Tidak ada lagi yang Mas sembunyikan. Mas sayang banget sama Adik," ucapnya sambil memeluk kembali istrinya.Pelukan yang diberikan Bima terasa menyesakkan buat Ayu. Tubuhnya terasa remuk seketika. "Mas...! Kenapa peluk-peluk mulu, kan Adik jadi malu," ucapnya dengan manja.Mungkin saat ini, ada rasa kecewa di hati istrinya. Tapi, Bima harus bisa menerima apapun nantinya yang akan menjadi keputusan istrinya. Yang terpenting ia sudah berusaha mengatakan semua kenyataa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status