Share

MARI KITA BERPISAH, MAS
MARI KITA BERPISAH, MAS
Penulis: Ucu Nurhami Putri

Bab 1 Kedatangannya

"Dulu, sebenarnya kakakmu ke mana? Kenapa datang dan pergi begitu saja?"

Lamunan Zia terhenti ketika mendengar temannya menggerutu. Pasalnya, kakak wanitanya itu memang sudah pergi dari rumah selama beberapa tahun. Lebih tepatnya ketika hari pernikahan antara kakanya dan Amran hanya tinggal menghitung hari tanpa kejelasan.

Waktu itu ... orang tuanya Zia juga mengerahkan banyak orang untuk menemukannya, begitu juga Amran. Namun semua usaha tidak mendapatkan hasil apa pun. Bahkan mereka mendengar kabar kalau kakaknya Zia pergi dengan pacar simpanannya yang seorang bule.

Mendengar kabar itu, Amran marah bukan main. Begitu juga dengan keluarganya. Berhubung orang tua Amran sejak awal sudah menyukai adiknya, yaitu Zia. Mereka pun meminta orang tua Zia untuk menikahkan putri bungsunya dengan Amran.

Anehnya, keluarga Zia bahkan menyetujuinya dengan cepat tanpa menunggu jawaban dari yang bersangkutan. Sayangnya ... Zia juga tidak bisa menolak, jadi dia menerimanya dan menjadi istri Amran.

Sekarang pernikahan mereka sudah menginjak usia tiga tahun pernikahan, namun kehidupan mereka tidak ada yang berubah. Di luar, mereka berpura-pura sebagai pasangan yang romantis dan punya kehidupan yang sangat membahagiakan.

Namun aslinya ... Zia sangat tertekan dengan pernikahan itu karena Amran tidak pernah memperlakukan dirinya sebagai seorang istri. Mereka masih tidur di kamar yang terpisah yang bahkan lantai mereka berbeda.

Amran, wilayahnya adalah lantai atas dan kamarnya ada di sana. Sementara Zia ada di lantai bawah. Mereka menjalani kehidupan masing-masing.

Zia juga sudah memintanya untuk mengubah kebiasaan itu karena ingin menjadi seorang istri yang seutuhnya, namun Amran selalu menolaknya dengan alasan dia masih membutuhkan waktu dan tidak mudah baginya untuk menerima orang baru.

"Lo kok kayaknya kaget banget? Emang gak tahu kalau Kak Rania sudah balik?" tanya Gea tak percaya ketika melihat Zia menggeleng. "Kayaknya keluarga Lo sengaja, deh. Enggak kasih tahu agar Lo emang gak tahu apa-apa."

Pikiran Zia mulai berkenalan ketika mendengar ucapan Gea, namun dia berusaha menepisnya dan masih duduk tenang. Namun Gea segera menunjukkan sebuah video sambutan yang cukup meriah dari keluarganya dengan kedatangan Rania.

Kedua tangan Zia mengepal dan dia pun segera mengambil tas selempangnya dan berlari ke arah luar kafe, lalu menaiki taksi yang ada di depan.

"Rumah nomor satu, jalan Mawar Indah, ya, Pak," ucapnya cepat dengan napas yang terengah-engah akibat berlari terlalu cepat.

"Oke, Bu."

Selama di dalam mobil, Zia tidak bisa tenang. Zia sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran keluarganya. Padahal, kakaknya sendiri yang sudah membuat kehidupan Zia berantakan seperti ini. Namun sekarang ketika dia datang, keluarganya malah memberikan sambutan yang sangat mewah.

Zia segera turun setelah memberikan selembar uang biru, lalu berlari ke arah rumah orang tuanya yang masih melakukan penyambutan. Tanpa mendengarkan sapaan dari keluarganya, Zia terus melangkah lebar hingga dia menemukan sosok wanita yang membuatnya marah, kesal, dan semua perasaan tidak enak menjadi satu.

"Apa maksud Lo?" teriak Zia tanpa basa-basi hingga membuat fokus orang-orang tertuju ke arah mereka.

"Hai, Zia! Apa kabar adikku sayang?" Rania bertanya dengan ramah dan menatapnya dengan mata berbinar, namun Zia tidak menyambutnya.

"Jangan basa-basi! Jelaskan kenapa Lo yang ngilangin tiga tahun lalu tiba-tiba datang setelah semuanya sudah kacau? Ke mana saja selama ini?" teriak Zia mengeluarkan segala unek-unek yang tertahan di dadanya selama ini, namun dia malah mendapatkan tamparan yang menyakitkan.

"Jaga cara bicaramu! Ini bukan hutan dan dia juga kakakmu!" teriak papanya membuat wajah Zia bengkak dan hatinya juga ikut terluka.

Selama ini dia memang selalu merasa kalau kedua orang tuanya pilih kasih, seolah hanya Rania yang menjadi anak mereka. Sedangkan dirinya tidak pernah. Namun Zia baru sadar sekarang dan sebelumnya dia tidak pernah punya pikiran yang negatif terhadap kedua orang tuanya.

"Dia juga baru pulang dari luar negeri menyelesaikan pengobatannya. Atas dasar apa kamu memperlakukan anakku seenaknya?" Mamanya Zia juga ikut mendekat dan mendaratkan tamparan kedua, karena yang pertama dari papanya.

Zia semakin terluka, terlebih ketika mamanya mengatakan kalau Rania adalah anaknya.

"Ma ... apa hanya dia anak Mama?" tanya Zia sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Rania. "Apa aku bulan anak Mama dan Papa? Kenapa perlakukan kalian sangat berbeda sekali? Kenapa hanya aku yang diperlakukan tidak adil seperti ini?" cecar Zia dengan air mata yang tidak berhenti keluar, sementara para kerabatnya hanya menonton karena tidak tahu harus berbuat apa.

Semua orang tahu identitas Zia, begitupun dengan Zia sendiri. Namun dia ingin membuktikan semua perkataan Gea kalau orang tuanya selama ini memang tidak pernah mencintainya. Mama yang ada di hadapannya memang bukan ibu kandungnya, karena ibu Zia sudah meninggal. Jadi papanya menikah lagi dengan Ibunya Rania.

Usia mereka hanya berbeda dua tahun, namun perlakuan khusus keduanya hanya terarah pada Rania. Tidak pada dirinya. Bahkan sejak Rania dan Ibunya datang, kehidupan Zia seperti sudah direnggut setengahnya.

"Cukup! Hentikan omong kosongmu itu!" teriak papanya lagi membuat hati Zia semakin teriris. "Kamu harusnya introspeksi diri, bukan malah menyalahkan orang lain!"

"Coba Papa sebutkan sikapku yang mana yang kelewatan?" tanya Zia sambil melangkah mendekat ke arah pria yang sejak ia kecil selalu berkata akan terus mencintainya dan melindunginya. "Apa pernah selama ini aku tidak melakukan apa yang Papa perintahkan?"

"Apa pernah aku datang ke rumah ini dan meminta Papa untuk menghiburku ketika aku sedang terluka, sedih, atau kesal? Apa aku pernah minta dibelikan sesuatu? Enggak! Aku bahkan lupa bagaimana caranya sedih karena Mama dan Papa selalu memintaku untuk terus tersenyum apa pun yang terjadi, katanya agar tidak membuat malu kalian. Namun sekarang apa yang terjadi?" cecar Zia mengeluarkan segala hal yang tersimpan di dadanya.

Kerabat dari ayahnya mulai berdekatan ke arah Zia dan berusaha untuk memberikan pelukan, namun orang tuanya Zia meminta orang-orang itu untuk tidak memperlakukan Zia dengan spesial.

"Nanti dia akan menjadi anak pembangkang dan sikapnya lebih dari sekarang," ucap mamanya Rania membuat hati Zia semakin tersayat. Ditambah ketika kedua netranya menatap sayup ke arah pria yang katanya selalu menjadi cinta pertama anaknya, namun malah tatapan bengis yang dia dapatkan.

Karena dadanya semakin sesak, dia pun memutuskan untuk pergi dari rumah itu dengan berlari ke jalanan, lalu naik taksi hingga di rumah Amran dengan harapan Amran mau mendengarkan curahan hatinya atas apa yang terjadi hari ini.

"Amran," panggil Zia ketika melihat suaminya itu tengah duduk di ruang keluarga. "Amran ... keluargaku ...."

"Apa yang kamu lakukan? Kenapa membuat keributan di tempat penyambutan Rania?" tanya Amran dengan wajah penuh emosi setelah melihat Zia.

Deg.

'Apa yang sebenarnya terjadi?

Kenapa orang-orang berada di pihak wanita yang pandai berbohong itu?'

Komen (3)
goodnovel comment avatar
sulikah
Zia lebih baik hidup sendiri dari pada sakit hati
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
takdirmu bnr2 miris zia, semua orang membencimu dan tak ada yg syg padamu
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
kasihan qm Rania hanya cuma di jadikan korban keluarga dan suami mu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status