Share

Capther 6

Takdir mempermainkan Clarissa Anastasya, hati gadis itu kini merasa sangat cemas.

Bagaimana jika Helena tahu?

Bagaimana jika sang kakak tidak setuju?

Sepanjang perjalanan, pikiran Clarissa lagi-lagi terkuras memikirkan kemungkinan yang akan terjadi.

Zeland dan David menatapnya yang gelisah sejak tadi. Kedua lelaki itu kini tahu, jika Clarissa punya banyak masalah. 

"Mau makan siang dulu atau langsung menuju ke butik, Tuan?" tanya Tiger memecah keheningan.

Tiger adalah supir sekaligus pengawal yang akan mendampingi Clarissa.

"Butik, siapa yang akan belanja?" tanya David. 

"Nona Clarissa. Nona akan memilih model gaun untuk acara pertunangan, Tuan."

"Apa!" Ketiganya shock mendengarnya.

Zeland menatap Clarissa, wajah gadis itu berubah pias. Tubuhnya gemetar membayangkan apa yang paling di takutinya,  selangkah demi selangkah semakin dekat. Cla frustasi memikirkan bagaimana caranya untuk menggagalkan semua itu.

"Tuan Abraham sudah mengatur semuanya,  di harapkan Tuan muda ikut memilih setelan jas serupa dengan warna gaun yang akan di pilih oleh Nona Clarissa."

David tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Dipikiran lelaki itu sekarang adalah. Apa kata orang jika pendamping Abraham Reevand adalah gadis yang baru saja lulus sekolah.

Tanpa di sadari Zeland dan David, air mata membanjiri wajah cantik gadis itu. Impiannya hancur, masa muda akan di habiskan menjadi seorang istri dari lelaki  yang sama sekali tidak di cintainya.

Clarissa membuang pandangan ke arah jendela. Gadis itu semakin frustasi dan tidak tahu bagaimana caranya mengakhiri semua ini.

'Ibu, Ayah. Tolong aku,' batinnya.

Jerit tangis Cla di dengar oleh Zeland, pemuda itu akan memberikan sapu tangannya Namun Cla lebih dulu meraih Tissue.

Niat baiknya pun terkubur begitu saja.

Khikk! 

Tiba di sebuah butik ternama, mobil yang di kendarai Clarissa parkir dengan sempurna di depan sebuah gedung. Butik ternama itu milik designer terkenal di  kota itu, Madam Savista. Madam telah menunggu kedatangan mereka sejak siang tadi.

Angelo sudah tiba lebih awal dan menunggu di dalam, lelaki itu sama terkejutnya kala mengetahui kedatangan mereka untuk memilih gaun.

"Ayo turun, sepertinya hari bahagiamu akan segera di mulai," ucapan Zeland membuat Cla mendongak. Gadis itu di abaikan.

Zeland dan David langsung turun dari mobil, dan berjalan memasuki butik. Cla menangis terseduh, sakit sekali dan rasanya ingin mati saja. 

"Ayo, Nona. Madam sudah menunggu lama." Tiger membukakan pintu mobil.

Clarissa lagi-lagi harus menguatkan diri, gadis itu membusungkan dada. Menyeka air mata dan keluar dari mobil dengan elegan. Menangis di depan pewaris Abraham hanya akan menjadikannya olokan.

Madam Savista terlihat sangat bahagia menyambut pria tampan di hadapannya.

"Akhirnya kalian mampir juga setelah sekian lama," ucap sang designer.

Angelo duduk di sebuah sofa dengan tampang bete dan tidak mood, hanya David yang menimpali wanita yang merupakan sahabat Kakeknya itu.

"Terima kasih, Madam. Seperti biasa Madam selalu tampak muda dan cantik."

Senyum wanita itu mengembang. Sekian lama mengabdi pada Abraham dan melihat ketiga pemuda itu tumbuh dan memujinya membuat Savista tersenyum bahagia.

"Diantara mereka, kau selalu paling menonjol, David. Oh ya, mana gadis itu?" tanyanya.

Clarissa masuk setelah karyawan butik membuka pintu kaca untuknya. Wajah sembab dan hidung memerah, membuat orang bisa menebak jika Clarissa baru saja menangis.

Aura yang terpancar, membuat Madam Savista terpesona.

"Wah, Kakek kalian memang tidak salah pilih calon pengantin," puji Madam Savista.

Langkah Clarissa terhenti, tatapan terluka jelas terlihat membuat raut wajah cantik itu terlihat sayu.

"Oh, Sayang. Apa yang membuatmu sedih? Apa yang terlihat belum tentu akan terjadi, kau seperti bunga, kau akan bahagia seperti selayaknya. jadi tersenyumlah."

David menatap gadis itu. Ya, hanya orang yang tidak memiliki hati nurani yang tidak bisa menebak kesedihan seorang Clarissa. Titik bening hampir saja meluncur, untungnya Clarissa menyeka tepat pada waktunya.

"Ikut, Madam. Kau akan menjadi seorang putri, percayalah. Beberapa gaun akan sangat terlihat sempurna untukmu."

Kata manis Savista tidak mampu mengembalikan keceriaan di wajah Clarissa. Gadis itu dibawa menuju ke sebuah bilik. Zeland dan yang lain langsung berembuk setelah kepergian Madam Savista dan Clarissa.

"Kalian sudah dengar? Kakek benar-benar serius menjadikan dia sebagai istri," ucap Zeland.

"Tu, cewek miskin pasti pake guna-guna. Nggak mungkin kan Kakek bisa bertekuk lutut dan mau menikah dengannya begitu saja. Masih banyak wanita yang lebih cantik dan tentu lebih dewasa," seru Elo.

Mereka diam cukup lama, seolah mencari cara untuk menggagalkan pertunangan itu.

"Ini baru pertunangan, kita harus cari cara buat menjauhkan gadis miskin itu!"

Zeland dan David tidak keberatan dengan kehadiran Clarissa. Tapi, jika gadis itu berniat menjadi Nenek mereka. Hal itu sangat membuat mereka terganggu.

"Caranya gimana?" tanya David.

Pikiran mereka buntu, bingung harus bagaimana?

"Gua ada ide," ucap Angelo dengan seringai licik.

Zelad dan David melihat ekspresi adik bungsunya. itu.

"Jujur saja, aku tidak yakin, kalau idenya datang dari kau, El," ucap David bergidik.

"Sialan, lo! Hanya ini satu-satunya cara untuk menggagalkan pertunangan ini, kalau beruntung. Pernikahan pun tidak akan berlangsung."

Davida dan Zeland mengerutkan kening, sehebat itukah rencana Angelo.

"Baiklah, katakan!"

Angelo maju dan berbisik, wajah kedua saudaranya menegang mendengarnya.

"Kau gila!" ucap Zeland.

Angelo langsung membekap mulut pemuda itu.

"Jangan kencang-kencang, nanti ketahuan." Angelo memikirkan cara yang ekstrem, hanya dengan begitu dia mampu menggagalkan semuanya.

"Aku juga tidak setuju, jangan kelewatan seperti itu, El!" David menentang keinginan sang adik.

Angelo mengembuskan napas kasar.

"Entah, apa yang dilakukan gadis itu hingga kalian seperti ini. Gue juga manusia, nggak mungkin menyuruh orang-orang itu melakukannya secara real. Ini hanya pura-pura, ayolah."

David dan Zeland masih ragu untuk mengiyakan. Tidak lama, tirai di buka membuat ketiganya kompak menoleh ke belakang. Tampak Clarissa muncul di tengah dengan gaun berwarna putih gading. Penampilan gadis itu membuat ketiga pewaris Abraham tercengang.

Clarissa sangat cantik, gaun yang di kenakan pun terlihat sangat sempurna. 

"Hey, kalian jangan melamun saja. Coba komentari, apa ini cocok?" tanya Madam Savista.

Tidak ada yang menyahut, pandangan mereka masih fokus ke wajah gadis itu. Clarissa tertunduk dan sedih, wajahnya murung. Meski begitu, kecantikannya tetap terpancar.

"Kalian datang untuk mengoreksi, jika tidak membantu sebaiknya pulang saja." Madam Savista mengusir ketiganya.

"Cantik," ucap Zeland jujur.

Angelo menatap saudaranya kesal. Clarissa mendongak perlahan. Tatapan gadis itu membuat Zeland dan David terenyuh. Kesedihan Clarissa seolah bisa dirasakan oleh kedua lelaki itu.

"Aku tahu, gaun ini sangat cocok untuknya." Madam Savista mendekati Clarissa yang murung.

"Sayang, andai saja kita bertemu lebih dulu. Aku tidak akan segan-segan memintamu sebagai model untuk beberapa gaunku. Sayang, Abraham tidak akan mengizinkan hal itu terjadi." Madam Savista mencubit gemas dagu Clarissa.

Gadis itu mencoba tersenyum, dan hasilnya. Clarissa hanya semakin terluka.

Tiger tiba dan masuk terburu-buru.

"Nona, Kakak Anda tiba di kediaman Reevand."

Informasi datang tanpa diduga.

Clarissa terbelalak, kali ini dia tidak mampu membendung air matanya.

"Bagaimana itu bisa terjadi?"

Clarissa ketakutan, Helena akan membencinya seumur hidup jika dia tahu apa yang sebenarnya telah dia gadaikan. Ketiga pewaris Abraham sama kagetnya.

"Entahlah, Nona. Saya mendapatkan kabar dari suster yang menjaga Nona Helena."

Tanpa pikir panjang, Clarissa berlari keluar.

"Aku harus pulang, ya, ini tidak boleh terjadi."

Gaun mahal Madam Savista menyapu jalanan. 

"Nona, tunggu!"

Cla bergegas tak peduli apapun.

Madam Savista meringis melihat gaun mahalnya di bawah kabur.

"Sial! Cepat kejar dia!" ucap David.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status