Share

05 • interview

Pagi ini di kediaman Bimantara terlihat begitu ramai karena ada si kembar yang ikut duduk sarapan bersama mereka di meja makan. Cakra membantu Raja memotong sandwich isi omelette kesukaannya. Sedangkan Nilam menyuapi Ratu yang lebih memilih nasi goreng sebagai menu sarapan paginya.

"Kak Nai udah bangun belum sih?" Tanya Nilam. Raja mengangguk, "Udah kok, Oma. Habis mandiin Ratu baru Kakak Nai yang mandi." Jawabnya tenang.

"Aku liatin Kak Nai dulu ya, Oma." Usul Ratu langsung kabur menuju lantai atas sebelum mendengar jawaban dari Nilam.

Nilam hanya menggelengkan kepalanya pelan. Cakra menyesap kopi hitam panas miliknya, "Papa suka banget kalau rame gini, Ma."

"Nggak ada si kembar aja rumah kita udah rame, Pa."

"Bener juga sih."

Ratu membuka pintu kamar lalu menyengir ketika melihat Naileen sedang berdandan di depan meja rias. Bocah berusia 4 tahun itu mendekati Naileen.

"Lho? Ratu udah sarapan?"

Ratu mengangguk, "Lagi disuapin Oma. Tapi aku naik karena mau liat Kak Nai udah selesai mandi atau tidur lagi." Jawabnya polos.

Naileen yang tadinya sedang memakai maskara langsung tertawa. Tangannya spontan menjauh agar matanya tidak tercolok sendiri. Dia mencubit pipi Ratu gemas, "Masa Kakak tidur lagi? Hari ini kan Kakak juga ke sekolah kalian."

"Ngapain? Anter kita?"

"Bukan," geleng Naileen. Dia kembali merias dirinya yang hampir selesai. "Hari ini aku ada interview buat jadi guru di sekolah Ratu. Kamu kok lupa sih. Jadi, kalian berangkat lebih pagian nggak apa ya?"

"Guru di sekolah kita?!" Ulang Ratu antusias.

"Iyaaaaa." Balas Naileen gregetan.

Ratu bersorak riang. Bahkan dia sudah memeluk Naileen dari samping. Beruntung gadis itu sudah selesai memakai riasan area matanya. Naileen membalas pelukan Ratu sebentar lalu melepaskan pelukan mereka. Dia merapihkan rambut lurus Ratu yang terurai lembut dengan hiasan bandul pink berbentuk hati.

"Yuk turun."

Ratu mengangguk. Dia menggandeng tangan Naileen menuju ruang makan. Naileen mengecup pipi kedua orangtuanya bergantian, "Morning, Ma, Pa."

"Morning, sayang."

"Morning, baby. Gimana tidurnya semalam? Nyenyak?" Tanya Cakra lembut. Naileen mengangguk, "Nyenyak banget, Pa. Semalam si kembar tidurnya cepet kok." Jawabnya sambil mengoles roti tawarnya.

"Hari ini mau Papa antar atau bawa mobil sendiri?"

"Bawa mobil sendiri aja, Pa."

"Yakin kamu bisa?" Tanya Nilam. "Kamu bawa dua bocil ini lho." Sambungnya mengingatkan putri tunggalnya. Naileen meringis pelan. Dia mengunyah rotinya dulu lalu mengacungkan jempol tangannya, "Mama tenang aja. Aku pro kok, kemarin alesan aja karena males bawa mobil."

"Cih, padahal noob."

"Sok jago banget. Inget umur."

"Umur boleh tua, tapi masalah jiwa, jangan salah!"

"Sudah sudah. Biarin aja Nai bawa mobil sendiri, sayang. Lagian dia jago kok, lihat aja cara dia bawa motor." Ujar Cakra mencoba melerai keduanya sebelum semakin berisik. Nilam mendengus, "Motor sama mobil kan beda, Pa. Bisa aja dia nyelap-nyelip, lupa kalo lagi bawa mobil."

"Aku nggak sepikun itu ya, Ma!"

"Iya deh."

Setelah menghabiskan sarapan paginya, Naileen bersama dua kerucilnya pun berpamitan untuk pergi ke sekolah. Nilam dan Cakra mengantar anak mereka sampai di teras depan rumah. Layaknya kakek dan nenek kandung, Nilam dan Cakra mengingatkan bekal makan Raja dan Ratu dan memberikan jajan di tas sekolah. Apalagi mereka juga memberi pelukan dan ciuman.

"Daaah, Oma, Opa!!"

"Dadaaah!!!"

Nilam dan Cakra terkekeh sambil membalas lambaian tangan si kembar. Begitu mobil milik Naileen meninggalkan halaman rumah, keduanya masuk kembali ke dalam rumah.

"Gemesin banget sih. Aku jadi mau mereka tinggal disini terus aja, Mas."

"Mas setuju. Tapi nggak mungkin juga, sayang."

Nilam mengangguk lesu.

•••

Naileen turun dari mobil diikuti dengan Raja dan Ratu. Satpam yang menjaga di lobi sekolah tersenyum sopan, "Good Morning."

"Morning~"

"Lho, Raja tumben berangkat pagi sekali?"

Raja mengangguk sambil membusungkan dada bangga, "Aku nemenin Kak Nai– ups, Miss Naileen interview."

Naileen meringis pelan. Dia sedikit malu karena ketahuan belum menjadi guru di sekolah ini. Satpam dengan name tag Jiwa itu tersenyum.

"Begitu? Semangat, Miss! I know you can do it. Just took a deep breath."

"Thank you. Kalau gitu saya ke ruangan guru dulu ya, Pak."

"Siap, Miss Naileen."

Naileen menggandeng tangan Raja dan Ratu. Tentu saja, sebelum mengurusi interviewnya, dia mengantar si kembar menuju kelas mereka terlebih dahulu. 

Bibirnya berdecak kagum melihat betapa indah kelas si kembar ini. Tak hanya hiasan dan wallpaper dinding yang estetik sekaligus fun, mereka juga menempel hasil karya anak-anak yang terbaru di mading pojok kelas. Apalagi di bagian pojok baca terdapat bantal-bantal besar yang terlihat sangat nyaman untuk menemani membaca sebuah buku.

"Raja, Ratu, Kakak ke ruangan guru dulu ya. Kalian nunggu disini atau di taman bermain nggak papa yaaa."

"Iya, Kak Naiii!!! Tenang aja."

"Kak Nai semangat ya. Kalau lolos nanti beliin aku mac n cheese yang large pas nonton!"

Naileen terkekeh pelan. Kepalanya mengangguk sambil mengacungkan jempolnya, "Siaappp!"

Naileen melangkahkan kakinya menuju ruang guru. Meski dalam hati dia sudah berkomat-kamit memohon bantuan pada yang Maha Kuasa, tetap saja rasanya perutnya mulas bukan main. Apalagi jantungnya seperti diajak berdisko.

Sebelum masuk ke dalam ruangan, dia berhenti di depan pintu untuk menarik nafas dalam-dalam dan menyiapkan dirinya. Begitu dia mengetuk pintu dan mendengar suara seseorang yang mempersilahkannya masuk, Naileen berdehem pelan. Dia tersenyum sopan, "Permisi, Miss. Saya Naileen," angguk Naileen lalu menjabat tangan dua guru disana bergantian. "Saya yang akan interview dan microteaching hari ini."

"Oohhh iya, silahkan duduk dulu. Miss Xelina masih diperjalanan, sebentar lagi sampai kok."

"Terima kasih, Miss."

"Mau kopi atau teh mungkin? Sekalian saya mau buat juga."

Naileen menggeleng, "Nggak, Miss. Makasih sudah menawarkan." Guru berambut pendek itu pun tersenyum sambil mengangguk lalu keluar dari ruang guru.

Naileen menghembuskan nafasnya panjang. Dalam hati menyemangati dirinya sendiri sebelum dia masuk ke dalam ruangan kepala sekolah. 

"Miss Naileen,"

"Ya, Miss?"

Seorang guru lainnya yang tadinya sibuk mengerjakan sesuatu di mejanya datang menghampiri. Dia mengulurkan tangannya, "Saya Miss Jema."

"Salam kenal, Miss."

Miss Jema tersenyum manis. Dia duduk di sebelah Naileen, "Umur kamu sekarang berapa, Miss?"

"21 tahun, Miss."

"Wow, masih muda banget ya."

Naileen terkekeh pelan, "Miss Jema juga awet muda banget." Puji Naileen dengan tulus. Miss Jema mendengus, "Kamu ini bisa aja. Berarti baru kelar wisudaan ya?"

"Bener, Miss. Alhamdulillah lulus lebih cepet terus ngelamar disini."

"Sebelumnya udah ada pengalaman mengajar?"

"Waktu kuliah kemarin aku sempet ngajar setahun di salah satu sekolah swasta."

"Kenapa nggak lanjut disana?" Tanya Miss Jema bingung. Naileen tersenyum, "Ternyata kurang cocok aja, Miss, sama kepalanya. Sebenernya lingkungan kerja antar sesama guru ya nyaman-nyaman aja." Jawabnya. 

Miss Jema mengangguk mengerti. Dia menepuk tangan Naileen dua kali, "Kamu semangat ya interviewnya. Untuk bahan ajar microteaching gimana?"

"Sudah aku siapin semuanya, Miss."

"Good for you and bless you, Miss Naileen. Saya yakin banget kamu pasti bakal diterima di sekolah kami."

"Miss ini bisa saja."

"Saya serius lho," Miss Jema tersenyum. "Dari semua kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi tenaga pendidik di sekolah ini, kamu bener-bener cocok, Miss. Saya yakin Miss Xelina bakalan nerima kamu."

"Thank you for your support, Miss. Ini berarti banget sampe buat rasa percaya diri saya naik." 

Miss Jema tersenyum lalu bangkit dari duduknya, "Kalau gitu saya ke dapur dulu ya. Mata ini butuh kafein supaya nggak ngantuk."

"Siap, Miss." Kekeh Naileen.

Naileen menghembuskan nafasnya. Setelah mengobrol sebentar bersama Miss Jema, rasanya hati Naileen membaik. Bahkan rasa mulas diperutnya sudah hilang. 

"Memang support system tuh wajib banget ya? Duh, Om Duda, siap-siap kukejar cintamu, Om!" 

Sekitar kurang lebih lima belas menit, Miss Xelina selaku kepala sekolah Skyland Kindergarten sampai di sekolah. Tanpa banyak basa-basi, wanita berusia 40-an itu mempersilahkan Naileen masuk ke dalam ruangannya untuk wawancara sebelum akhirnya melakukan microteaching di salah satu ruang yang akan dinilai oleh beberapa guru senior.

Miss Xeline tersenyum hangat, "Untuk interview sudah selesai ya, Miss. Silahkan menuju aula untuk microteaching di depan beberapa guru senior. Dan untuk hasilnya akan keluar hari ini juga ya, Miss. Paling lambat pengumuman sore hari ini."

Naileen mengangguk sopan. Sebelum beranjak dari tempatnya, Naileen memberanikan diri untuk bertanya, "Maaf, Miss, untuk pengumumannya baik lolos ataupun tidak tetap diberitahu kan, Miss?"

"Tentu saja. Kami akan langsung mengirim surat pernyataan ke email Miss Naileen."

"Okay, Miss. Terima kasih banyak."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status