Share

Kemana Karina?

Mati Kutu Ketika Istri TKW-ku Kembali (2)

"Sayang, aku pinjam kalung kamu dulu ya, buat bayar cicilan ke Bank." Marni yang kurayu mendelikkan mata.

"Ga boleh gitu lho, Mas. Barang sudah dikasih, dipinta lagi." Ujar wanita itu sambil terus memoles bibirnya dengan lipstik.

"Ga minta, Mas cuma minjam. Nanti pasti Mas balikin. Nunggu Karina ngirim uang. Mas lebihkan deh, nanti sekalian Mas belikan cincin buat kamu."

Marni yang tergoda dengan cincin yang dijanjikan akhirnya menyerahkan kalung yang waktu itu kami beli. Secepatnya aku ke toko dan menjual emas itu. Jika telat membayar cicilan ke Bank bisa-bisa kena denda.

"Emang istrimu, kenapa Mas? Kok tumben telat transfer?" Marni sudah merebahkan diri disampingku.

"Ga tau, Dek. Biasalah mungkin ada keterlambatan dari perusahaan, tenang saja dia pasti ngirim uang nanti buat kita."

Malam ini kulewati dengan pelukan hangat dari Marni, seperti yang sudah-sudah.

Pagi hari Ibu tergopoh-gopoh datang kerumah.

"Bim, Bima...!"

Aku yang baru saja selesai mandi.

"Ada apa toh, Bu?"

"Anakmu, Raffi. Dari semalam ga pulang. Ibu gak ngeh, kalau dia belum pulang." Wajah ibu panik.

"Lho, Ibu ini gimana! kan Bima sudah bilang, tolong jagain Raffi!" Emosiku meninggi.

"Iya, maaf Ibu kemarin kecapean habis jalan-jalan pakai mobil baru. Sampai-sampai Ibu lupa sama Raffi." Ibu menunduk takut. 

Selama ini aku selalu memanjakan Ibu. Saat Ibu salah, ya wajar aku marah.

"Ah, Ibu! Buruan Ibu suruh Doni mencari. Jangan malah bengong disitu! Nanti Bima ikut mencarikan." 

Tanpa menunggu jawaban Ibu aku masuk ke kamar dan berpakaian.

"Mau kemana, sayang?" 

Marni yang masih bergelung dalam selimut menatapku heran.

"Raffi ga pulang, Mas mau nyari dulu!" Kataku sambil menyisir rambutku yang masih basah.

"Halah, paling nginep dirumah temen ceweknya!" ucap Marni santai lalu kembali menarik selimut hingga hanya terlihat ujung rambutnya.

"Ya sudah, Mas mau nyari dulu." 

Gegas aku menyalakan motor Nmox yang baru kubeli dari uang kiriman Rina. Mencari keberadaan Raffi, kemungkinan dia menginap dirumah teman-temannya karena lupa waktu saking asiknya main game.

Ting!

[Mas, aku belum bisa kirim uang. Nanti aku usahakan ya. Oya, Raffi mana? Aku kangen mau video call.]

Pesan dari Rina. Si*l tumben-tumbenan dia minta video call dengan Raffi. Gimana ini.

[Raffi masih disekolah, sayang. Nanti kalau sudah pulang ya?] Jawabku sekenanya.

[Lho, ini bukannya hari Minggu, sekolah apa Mas?] 

Sh*t aku lupa kalau hari ini, hari Minggu.

[Eh, maksud Mas, Raffi lagi belajar kelompok bareng teman-temannya. Anak kita rajin sekali

Lho, sayang. Kamu pasti bangga melihatnya.] Bohong lagi demi keamanan.

[Ya sudah kalau gitu. Aku mau mencuci dulu, mumpung libur.] Balasnya.

[Iya, sayang. Oya, jangan lupa transfer uangnya, I Miss you.] Aku mengirim emoticon kiss bertubi-tubi.

[Ok.] Jawab Rina singkat. Tak seperti biasanya, mungkin dia juga lagi sibuk.

Sampai sore Raffi tak juga ditemukan, aku panik bukan main.

"Ibu sih ga becus jaga anak. Selama ini apa mau Ibu aku turuti, minta tolong jaga anak satu saja, Ibu tak mampu. Aku harus jawab apa nanti sama Rina, Bu!" Aku mengacak-acak rambut, frustasi.

"Lapor polisi aja, Bang!"usul Doni.

"Kamu kira lapor polisi ga pake uang!"rutukku.

Doni terdiam begitu juga dengan Ibu.

"Sana buruan bantu cari, jangan bisanya hanya minta uang aja!"seruku pada Doni. 

Doni bangkit dan berjalan hendak keluar rumah.

"Uang dong, Bang. Beli bensin."sebelah tangan nya menadah padaku.

Apa-apa uang. Tak ingin urusan jadi panjang aku memberikan uang lima puluh ribu pada Doni.

"Makasih, Bang." Doni pun menyalakan motor sport nya dan berlalu mencari Raffi.

Aduh kemana anak itu. Semoga saja tak kenapa-kenapa.

"Bim, Ibu juga dibagi uang dong, Ibu ga masak. Mau beli online aja."pinta Ibu memelas.

Uang disaku tinggal dua ratus ribu. Kiriman dari Rina belum sampai.

"Masak telur aja sih, Bu. Uang Bima tinggal dua ratus ribu doang. Rina belum transfer."

Beli makanan online, duit segitu cuma buat sekali order.

"Kok telur sih! Nanti Ibu bisulan."keluh Ibu.

Karena tak tega aku pun menyerahkan uang merah itu satu lembar pada Ibu. Ibu bersungut-sungut, bodo amatlah. Aku lagi pusing.

Semua teman Raffi sudah kudatangi. Rumahku yang dibangun Rina juga sudah dicari, tapi tak ada.

Rumah sederhana yang berada tak jauh dari rumah Ibu itu memang tak pernah lagi kuhuni. Sejak aku menikahi Marni. Rumah khusus jika nanti Rina pulang. Surat-surat nya juga sudah kualihkan menjadi namaku. 

Rina tak bisa apa-apa untuk memprotes pernikahanku dengan Marni.

Mentari mulai lenyap, berganti gelap nya malam. Tapi, Raffi belum ada kabarnya.

"Gimana Don?"tanyaku kepada Doni yang baru sampai.

"Ga ketemu, Bang!"jawabnya sambil menggandeng seorang perempuan. 

Bocah! disuruh nyari Raffi malah pacaran.

*****

Dua hari sudah Raffi tak ada kabar. Mau lapor polisi aku tak punya uang, belum lagi kalau nanti Rina tahu. Aduh, gimana ini.

Lagi pusing tiba-tiba.

"Assalamu'alaikum...!"

Sontak aku menoleh ke asal suara.

"Raffi kamu dari mana?" Aku bergegas mendekati Raffi. Anakku itu tampak baik-baik saja. 

"Ke rumah Tante diajak nginep."jawabnya singkat.

"Tante siapa?"aku memegang kedua bahunya.

"Tante teman Ibu."aku memicingkan mata, menatap Raffi khawatir.

"Teman Ibu?teman yang mana?"Raffi mengeleng.

"Raffi ga kenal, Pak. Katanya teman Ibu, gitu." anak itu melepaskan tanganku kemudian duduk di sofa.

"Ealaah bocah, kamu dari mana saja!"seru Ibu saat melihat Raffi yang sudah duduk di sofa.

Raffi enggan menjawab, dia diam saja tangannya sibuk menggeluarkan gawai dari sakunya.

"Katanya dari rumah teman Rina, Bu. Bima juga ga tau siapa teman Rina yang dimaksud."jelasku.

"Oawalaah kok gitu, Raff. Mau aja diajak orang gak dikenal."Ibu duduk disamping Raffi, rasa penasaran Ibu pasti sama dengan rasa penasaranku.

"Orang kata Ibu gapapa kok. Eh, ga tau Raffi mau main." Raffi berlari kencang keluar rumah tak lupa gawainya dia bawa.

Aku dan Ibu saling pandang. Apa maksudnya kata Ibu tak apa. Apa Rina tahu kalau Raffi hilang? Kalau tahu kenapa dia masih menanyakan Raffi kepadaku.

Tante yang dimaksud Raffi itu apa Rina?

Ah ga mungkin, Rina masih di luar negeri. Mana mungkin dia pulang.

"Bim, kamu yakin Rina ga pulang?"pertanyaan Ibu yang makin membuatku panik.

"Ga mungkin, Bu. Kalau pulang Karina pasti minta dijemput."kilahku menghilangkan rasa khawatir.

Biar tak penasaran aku pura-pura menanyakan kabar kepada Rina.

[Sayang, lagi apa?]

Pesan terkirim.

Ting!

Tak biasanya jam segini Rina cepat membalas pesanku. 

[.... ]

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status