Aku memijit keningku, Mas Ahmad terus memegang tanganku seolah memberi kekuatan. Aku dilema harus tinggal di Taiwan dan meninggalkan kehidupanku disini. Atau tinggal disini meneruskan usaha, tapi dengan resiko suami digondol kucing garong."Sayang, Jangan terlalu dipikirkan. Jalani saja, mungkin Nana ingin merasakan apa yang kamu rasakan."Aku menghela nafas panjang, bagaimana dia ingin merasakan hasilnya saja. Sementara dia tak merasakan bagaimana perjuanganku untuk mendapatkan semua ini. Memang jika melihat hasilnya siapa yang tak ingin. Tapi, kalau mereka merasakan apa yang aku rasakan selama menjadi TKW di negeri yang bahkan aku tak punya sanak famili satupun, mereka pasti juga enggan.***Selesai makan di sebuah restoran kami kembali kerumah. Rumah sudah sepi. Dan tampak juga rapi."Bu, ini kuncinya tadi Bu Nana menitipkannya." ucap Udin security rumah ini.Aku mengambil kunci itu, setelah mengucapkan terimakasih akupun berlalu.Rumah sudah rapi, dan tak ada lagi barang-barang m
Aku menatap rumah yang kubangun dengan keringatku itu, kosong. Keputusanku sudah bulat, aku akan mengabdikan hidup pada suami. Walau sebenarnya Mas Ahmad tak keberatan jika aku di Indonesia dan dia disana. Tapi, aku tak mau mengambil resiko. Tak sedikit rumah tangga yang kandas karena hubungan jarak jauh. Aku tak mau itu terjadi untuk kedua kalinya.Mbak Narsih sudah aku pulangkan, tega tak tega. Karena dia begitu rajin dan royal dalam bekerja itu yang sangat aku suka."Sayang, apa tak ada lagi barang yang mau dibawa?" ujar Mas Ahmad setelah menutup tas terakhir berisi semua pakaian dan mainan Raffi.Aku menggeleng, kurasa sudah semua.Surat keterangan pindah dari sekolah lama Raffi pun sudah aku kantongi. Tinggal, bisnis telah dibangun itu yang belum kutemukan solusinya.Sekiranya Nana tak mengkhianati kepercayaanku pasti aku tak seresah ini.[Karin, maafkan aku. Plis, Rin jangan hukum aku, aku mengaku khilaf.]Pesan dari Nana lagi.[Na, temui aku di toko dua puluh menit lagi.]jawab
"Sayang, kamu baik-baik saja." Mas Ahmad jelas tak melihat Jianheeng di bandara.Tapi aku dengan jelas bisa melihatnya. Aneh, kenapa dia bisa ada disini?"Oh, baik, aku baik-baik saja." Kami baru saja sampai di Taiwan."Mas, aku mau ke toilet dulu, ya." Aku pun bergegas berlari tanpa menunggu jawaban Mas Ahmad. Takut jika aku kehilangan jejak.Aku harus mencari tahu mau kemana perempuan itu, dari raut wajahnya terlihat dia sangat terburu-buru dan ketakutan.Dengan perlahan aku mengintip, ternyata dia mau terbang juga. Mau kemana dia?Setelah aku memastikan perempuan itu pergi, aku baru menemui Mas Ahmad. Dan kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah Mama. Sekalian mau menjemput Raffi dan Sarah."Wah, pengantin baru sudah pulang?" sambut Papa senang. "Ada kabar bahagia buat kalian." Lanjutnya.Kami saling beradu pandang."Apa, Pa?" tanya Mas Ahmad tak sabar."Jianheeng sudah tak akan pernah menganggu kalian lagi." Kata Papa yakin."Papa yakin?" Tanya Mas Ahmad."Sangat yakin. Dia di us
"Bim, Ibu mau beli mobil seperti Bu Romlah, dong. Masa kamu tega Ibu kemana-mana jalan kaki."rengek Ibu."Kan uangnya sudah dipakai buat renovasi rumah, Bu. Bima mana ada uang lagi." Kataku memberi pengertian."Kamu kan tinggal minta sama Rina, emang istri mu itu belum ngirim uang?" "Belum Bu, kan bulan ini dia belum gajian. Lagipula nanti kalau dia tanya uang nya kemana Bima harus jawab apa?" "Halah, bilang aja buat biaya pendidikan Raffi, susah amat!"Aku hanya geleng-geleng kepala, Raffi masih SD, mana mungkin Rina percaya kalau biaya pendidikan sebanyak itu."Bang, Doni juga dong mau ganti motor. Motor yang dibeli kemarin sudah ketinggalan jaman. Doni mau motor sport seperti punya Andre." Doni yang baru bangun langsung merengek, membuatku makin pusing."Ini lagi, udah syukur dibelikan!" Rutukku."Pelit amat sih Bim, sama keluarga sendiri."kata Ibu sambil mencebikan bibir."Ya udah, nanti Abang belikan, satu-satu dulu. Tapi motor lama kamu dijual ya, buat nambah-nambah.""Oke bos
Mati Kutu Ketika Istri TKW-ku Kembali (2)"Sayang, aku pinjam kalung kamu dulu ya, buat bayar cicilan ke Bank." Marni yang kurayu mendelikkan mata."Ga boleh gitu lho, Mas. Barang sudah dikasih, dipinta lagi." Ujar wanita itu sambil terus memoles bibirnya dengan lipstik."Ga minta, Mas cuma minjam. Nanti pasti Mas balikin. Nunggu Karina ngirim uang. Mas lebihkan deh, nanti sekalian Mas belikan cincin buat kamu."Marni yang tergoda dengan cincin yang dijanjikan akhirnya menyerahkan kalung yang waktu itu kami beli. Secepatnya aku ke toko dan menjual emas itu. Jika telat membayar cicilan ke Bank bisa-bisa kena denda."Emang istrimu, kenapa Mas? Kok tumben telat transfer?" Marni sudah merebahkan diri disampingku."Ga tau, Dek. Biasalah mungkin ada keterlambatan dari perusahaan, tenang saja dia pasti ngirim uang nanti buat kita."Malam ini kulewati dengan pelukan hangat dari Marni, seperti yang sudah-sudah.Pagi hari Ibu tergopoh-gopoh datang kerumah."Bim, Bima...!"Aku yang baru saja sel
MATI KUTU ISTRI TKW-KU KEMBALI 3[Sayang, lagi apa?]Pesan terkirim.Ting!Tak biasanya jam segini Rina cepat membalas pesanku. [Lagi kerja, Mas. Ini kebetulan lagi di toilet. Kenapa, Mas?[Ga, kenapa-kenapa. Jaga kesehatan ya, sayang.][Ok.]Rina pun tak terlihat aktif lagi, mungkin dia sudah masuk kembali bekerja. Lega rasanya, Rina masih disana rupanya. Ternyata aku hanya terlalu was-was, khawatir Rina kembali ke tanah air tanpa memberitahuku.Waktu terus berjalan, sudah berkali-kali aku mengirim pesan kepada Rina agar segera mengirim uang. Awalnya Rina curiga karena menurut dia, uang ditabungan masih banyak. Bisa dipakai dulu jika ada keperluan mendadak buat Raffi. Tapi, setelah aku menjelaskan dia akhirnya paham.[Uang yang di tabungan buat masa depan Raffi, Dek. Jangan di utak-atik. Seperti biasa saja kamu kirim buat makan sehari-hari Raffi dan juga Mas disini.]Pesan itu hanya dibaca. Bahkan sampai sebulan berlalu Rina tak juga mengirim uangnya."Bim, jatah belanja Ibu, mana?"
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 4Ting!Sebuah nomor baru mengirim pesan ke gawaiku. Ah, paling orang nyasar.Ting!Pesan kedua kubuka dengan mulut menganga, dan pandangan yang tiba-tiba mengabur.Oh tidak! Jangan... Ini hanya mimpi kan!![Mas, aku sekarang ada dirumah. Kamu dimana?][Mas, cepatan pulang, aku lelah banget mau istirahat. Sekalian beli makanan, aku lapar tadi di bandara nunggu jemputannya lama.]Ya ampun, oh tidak. Tak mungkin!"Kenapa sih, Mas kayak orang kesurupan gitu, mondar-mandir ga jelas!" rutuk Marni."Rina, Dek. Rina ada dirumah. Aduh gimana ini! Mati aku!" keringat dingin berjatuhan. Gimana ini, kalau dia bertanya uangnya aku harus jawab apa. Rumah kami juga aku renov sekadarnya saja."Ya udah, samperin sana. Pura-pura senang saja. Lalu minta uang yang dia bawa."seloroh Marni yang ada benarnya juga. Rina pasti masih wanita polos seperti dulu, aku yakin itu."Oke, oke Mas pulang dulu. Kamu jangan telepon-telepon Mas dulu ya. Sementara Mas ga bisa kesini
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 5Pagi ini cacing diperutku mulai berdemo, demo yang mulai anarkis karena dari kemarin belum di isi nasi. Ibu yang tak kuat menahan lapar, pulang dengan Doni. Menyebalkan sekali, enaknya bareng-bareng. Giliran susah tanggung sendiri, nasib... nasib.Suara mobil terdengar dari luar."Bu, Raffi ga mau tinggal disini, di rumah tadi aja."rengek Raffi yang terdengar olehku."Sabar, sayang."sahut perempuan yang kupastikan itu adalah Karina.Duh, kenapa jantungku berdebar-debar begini."Assalamu'alaikum..."salam mereka serentak."Wa'alaykumussalam..." jawabku dan membuka kan pintu.Wajah cerah Karina tersenyum tipis, tanpa menyalami tanganku terlebih dahulu, Karina masuk kerumah."Dek, kamu ga salaman dulu sama suami sendiri!"hardikku."Oh...!" Rina berhenti melangkah lalu menoleh padaku."Maaf, suamiku sayang. Lima tahun di negri orang membanting tulang memeras keringat, hampir membuatku lupa jika aku memiliki suami!"pelan tapi tajam. Sekilas Karina mer