Share

MATI RASA
MATI RASA
Penulis: Queen azkiya

Suami Pilihan Abi

"Aulya... abi sudah menta'arufkan kamu dengan seseorang, Farhan namanya! Dia adalah anak sahabat baik abi ketika kuliah di Magelang!" Ungkap seorang lelaki berusia senja yang menatap penuh harap pada putri sulungnya agar mau menikah.

Sementara itu, gadis cantik yang kini berhadapan dengannya itu sangat terkejut dan seketika bola matanya membulat mendengar perkataan abi Ilyas yang diam-diam telah menjodohkannya. Aulya menatap kearah umi Habibah ibunya berharap mendapatkan kebenaran sesungguhnya dan ya, umi Habibah mengangguk sambil melihat Aulya. Ia pun menghembuskan nafasnya dengan kasar dan kembali menatap abinya yang masih setia duduk menunggu jawaban.

"Su-sungguh bi? Abi sudah menta'arufkan Lya? Kenapa Abi tidak membahas ini sebelumnya sama Lya bi?" Serunya dengan nada sedikit meninggi. Sebenarnya Aulya tidak ingin meninggikan suara ketika dia sedang berbicara kepada kedua orang tuanya terlebih pada abinya. Akan tetapi ada rasa kecewa dalam hati Aulya ia belum bisa menerima kenyataan bahwa mau tidak mau dia harus menikah apalagi ini adalah keinginan abi, Aulya tak bisa menolaknya.

"Ada apa Lya? Kamu tidak suka dengan yang Abi lakukan?" Balas Abi Ilyas dengan tegas.

"Lya masih 19 tahun bi! Ini semua terlalu cepat, Lagi pula Aulya baru saja lulus 5 bulan yang lalu!" Raut wajahnya berubah mesam.

"Abi tau Lya, mungkin bagi kamu ini terlalu cepat, tetapi Abi rasa cepat atau lambat kamu juga akan menikah nak, Farhan itu laki-laki yang sholeh dia pemuda baik, tampan dan juga mapan kalau tidak salah Farhan lulusan pesantren modern, insya Allah dia akan membimbing kamu." Ucapnya seraya memberitahu tentang Farhan pemuda yang telah lama ia kenal.

Aulya tertegun mendengar kata-kata Abi Ilyas, mencoba kembali menatap umi Habibah dengan sorotan mata yang mengharapkan pembelaan namun kali ini tidak ada yang sepihak dengannya membuat sudut mata Aulya mengembun, bulir bening itu jatuh berlomba-lomba membasahi pipi putihnya. Karena tak tahan lagi ia beranjak pergi dari ruang tengah yang tak begitu besar tempat dimana Aulya di cecar pertanyaan sulit, dengan wajah tertunduk dia mengusap air matanya dan berlalu menuju kamar meninggalkan orang tuanya yang dirundung rasa bersalah.

"Bi...apa secara tidak langsung kita telah memaksakan kehendak kita pada Aulya bi? Umi khawatir kalau Aulya nanti tidak bahagia dengan pernikahannya!" Ucap umi Habibah lirih dan mengusap tangan sang suami, wajah yang terdapat sedikit keriput namun masih terlihat cantik bagaimana tidak umi Habibah adalah wanita berdarah Pakistan yang telah menemani abi Ilyas selama hampir 21 tahun lamanya. Kini merasakan kecemasan tetapi tidak dapat ia jelaskan.

"Lalu mau bagaimana mi, Farhan sudah menyetujui untuk berta'aruf dengan Aulya lagi pula ini ta'aruf mi...bukan langsung menikah! Apa yang harus kamu cemaskan?" Tegas sang suami dan menatap umi Habibah dengan sorotan mata yang begitu serius seolah dia tak ingin kalau saja Aulya sampai menolak perjodohan ini. 

Disisi lain umi Habibah hanya bisa diam tak dapat melawan keputusan suaminya yang sudah bulat bertekad menikahkan putri sulung mereka.

***

Di dalam kamarnya Aulya meluapkan seluruh kekecewaannya, menumpahkan tangisan di atas bantal tak perlu waktu lama kini bantal itu telah basah dipenuhi airmata yang berjatuhan. Melihat kakaknya menangis sesegukan Nabil mencoba menghibur Aulya dengan menunjukan sebuah buku bersampul bunga-bunga dan terpampanglah judul buku yang selama ini Aulya inginkan.

"Kak...lihat ini buku apa? Fiqih wanita kak yang selama ini kakak cari tapi enggak pernah ketemu, lihat kak aku mendapatkannya. Aku beli sama temanku kak... Kakak bebas kok memakainya." Ujar Nabil seraya menyodorkan buku itu pada Aulya.

Tetapi Aulya tak bergeming, sama sekali tidak menghiraukan Nabil. usahanya untuk menghibur kakaknya hanyalah sia-sia bahkan kini dia malah memunggungi Nabil sambil terus menagis.

"Kak Lya...kakak kenapa nangis sih kak? Apa ini ada hubungannya dengan bang Farhan yang di ta'arufkan abi sama kakak ya?" 

Mendengar itu Aulya langsung menghentikan tangisnya segera mengusap pipi dan matanya yang sembab kemudian duduk menghadap Nabil yang sepertinya sudah tau mengenai perihal ini.

"K-kamu kok tau bil? Kalau aku mau di nikahkan dengan laki-laki itu?" Tanya Aulya dan berniat untuk mengintrograsi adik nya.

"Jadi, sebenarnya aku udah tau kalau abi mau menikahkan kakak sama bang Farhan waktu itu kakak masih di pesantren. Bang Farhan juga udah pernah datang ke rumah kita jauh-jauh dari Magelang, dia anak yatim-piatu kak sejak masih SMP kalau tidak salah dia diasuh sama budenya dan kemudian disekolahkan di pesantren modern. Dia pintar loh kak sebab dia bisa kuliah sampai sarjana karena beasiswa. Masya Allah dia tampan banget loh kak! Sudah tampan mapan lagi!" Nabil menjelaskan panjang lebar dengan perasaan kagum pada calon abang iparnya.

"Andai kamu tau bil rasanya jadi aku...kamu pikir enak? Aku harus nikah di usia muda bil, kamu tau sendirikan kalau aku mau melanjutkan pendidikanku. Aku punya cita-cita bil dan sangat ingin mewujudkannya! Abi enggak pernah memikirkan perasaanku bil, aku kecewa sama abi karena abi enggak sayang sama aku!" 

"Astaghfirullah, kak enggak baik berburuk sangka sama orang tua sendiri aku juga enggak habis pikir sama jalan pikiran kakak! Ini kan masih ta'aruf, kalau kakak tidak suka kakak bisa menolaknya. Kenapa harus nangis?" Jawab Nabil dengan nada sedikit meninggi.

"Terserah...kamu bilang apa, tapi aku hanya merasa abi seperti itu!" Imbuh Aulya dengan suara lantang.

"Kak, aku tau kakak mau melanjutkan pendidikan kakak... menjadi seorang mu'alimah adalah cita-cita kakak, aku tau itu tapi ada suatu hal yang perlu kakak tau mungkin selama ini sudah ditutupi oleh Abi dan umi" raut wajah Nabil berubah seketika.

"Apa!" Jawab aulya singkat.

"Umi, sakit kak dan tabungan Abi untuk kakak itu sudah habis terpakai buat pengobatan umi!"seketika airmata Nabil jatuh.

"Umi sakit? Kenapa tidak ada yang memberi tahuku?kenapa kalian menyembunyikannya!"tangis Aulya kembali pecah.

"Abi, enggak mau kasih tau kakak karena tak ingin mengganggu konsentrasi kakak dalam menghapal Al-Qur'an. abi mau kakak berhasil menjadi hafidzah 30 juz! Tapi, anaknya yang hafidzah ini malah berpikir Jelek kepadanya!" Ujarnya sambil meluapkan kekesalan pada Aulya.

Sedangkan Aulya terdiam dengan mata terpejam berlinangan air mata. Dia menyesal Atas ucapannya beberapa detik yang lalu.

"Abi... maafkan Lya!" Gumamnya dalam hati.

***

Pagi ini, seperti biasa Aulya bersama Nabil menyiapkan sarapan di dapur. Sedangkan umi Habibah sibuk memeras sari kacang kedelai untuk dijual keliling oleh abi Ilyas, sejak abi Ilyas pensiun dari perusahaan semen di Padang. 

Berjualan susu kedelai adalah mata pencariannya, tinggal dirumah sederhana tetapi sangat nyaman untuk keluarga kecil itu.

Sejak kejadian semalam membuat hubungan Aulya dan Nabil tidak baik mereka tidak saling sapa satu sama lain, diam seribu kata dengan pikirannya masing-masing.

"Umi, sarapannya sudah siap!" Ucap Nabil lembut kepada ibunya.

"Kalau begitu ayo kita sarapan dulu! Lya! Tolong kamu panggilkan abi ya nak." Perintah umi Habibah pada Aulya

"Baik umi!"

Aulya pun berlalu menyusul abi Ilyas yang sedang sibuk menyiapkan dagangannya. Melihat wajah abinya, dia semakin merasa bersalah, mengapa dia begitu tega mengatakan hal buruk tentang abinya yang sudah membesarkannya dengan susah payah.

"A-abi! Sarapannya sudah siap! Umi lagi nungguin Abi supaya bisa sarapan bersama."

"Ya sudah ayo kita masuk!" Beranjak dari tempatnya.

Diruang tengah yang tidak terlalu besar namun sangat nyaman untuk keluarga sederhana itu, mereka semua menikmati makanan dengan kidmad. Suasana begitu hening hanya terdengar suara piring yang beradu dengan sendok, sampai akhirnya abi Ilyas menghentikan makannya dan memberi tahu sesuatu.

"Besok Farhan akan datang untuk bertemu dengan Lya! Kamu tidak keberatankan nak? Kalau nanti Farhan ingin melihat wajah mu." Ucapnya dengan tegas.

Aulya yang mendengar berita itu mengangguk cepat dan tersenyum pada kedua orang tuanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status