Nafeesa berada di supermarket bersama Nathan dan Fatih. Ibu satu anak itu tengah memilih makanan ringan untuk cemilan di rumah, apalagi Nathan paling hobi mengemil makanan. Sedangkan Fatih dan Nathan tengah mencari coklat kesukaan mereka.
"Filosofi coklat apa?" Tanya Fatih yang menyodorkan coklat kesukaan Nathan."Cokelat memiliki makna simbolik cinta, perhatian dan komitmen. Banyak yang percaya bahwa cokelat memiliki efek magis dan bila dibagi di antara dua orang, bahkan bisa membuat mereka saling jatuh cinta..." jelas Nathan sambil mengambil coklat yang ada di tangan sang Paman.Fatih menganggukkan kepalanya dan menggandeng tangan keponakannya, mereka berdua mencari keberadaan Nafeesa yang sedari tadi asik mencari makanan ringan."Permisi bisa geser sebentar," ucap Nafeesa dengan ramah.Pria yang berdiri di depan rak khusus keripik langsung membalikkan badannya dan sedikit bergeser. Nafeesa dan pria itu langsung mematung, kemudian mereka saling tatap satu sama lainnya."Feesa?""Kak Zay?"Ucap mereka bersamaan, Fatih yang tengah menggandeng Nathan langsung menghampiri kedua orang yang tidak jauh berbeda umurnya. Nathan bersembunyi di belakang Fatih saat melihat wajah Zay. Sedangkan Zay menatap Nafeesa dan Nathan secara bergantian."Dia benar-benar an--,""Kita pulang yuk, Bunda udah selesai belanja nih..." sahut Nafeesa yang langsung memotong ucapan Zay."Yakin udah selesai Kak? Cek dulu, siapa tau ada yang kurang..." jawab Fatih."Udah lengkap, yuk kita ke kasir..." balas Nafeesa lagi.Zay menganggukkan kepalanya dan menggendong keponakannya. Nafeesa langsung melangkahkan kakinya untuk menyusul Fatih, namun tangannya tiba-tiba di tahan oleh Zay."Kita bicara sebentar, saya mohon." ucap Zay.Nafeesa hanya diam dan menghela napasnya. Ia berusaha menepis tangan Zay, namun tenaga pria itu sangat kuat. Akhirnya Nafeesa pasrah dan mengangguk dengan lemas, menyetujui ucapan Zay."Saya ingin membayar belanjaan saya terlebih dahulu, kita bicara di cafe saja biar lebih nyaman..." jawab Nafeesa."Saya yang akan membayar belanjaan mu dan kamu tinggal tentukan mau berbicara di cafe mana..." sambung Zay membawa trolly belanja Nafeesa.Mereka berjalan ke arah kasir, dan Fatih langsung menatap sang Kakak dengan tatapan bingung. Nafeesa hanya memberi kode agar diam dan ia akan menjelaskannya saat di rumah. Fatih mengangguk dan langsung meletakkan coklat yang ada di tangan keponakannya."Nanti makan coklatnya satu aja ya, gak baik makan manis terlalu banyak.." tegur Fatih.Nathan hanya mengangguk dan menatap Nafeesa yang tengah melambaikan tangan padanya. Fatih berjalan keluar supermarket dan memilih menunggu sang Kakak di luar supermarket. Beberapa menit menunggu akhirnya sang Kakak keluar bersama pria yang tadi bersama, Nafeesa."Saya membawa mobil dan saya akan memilih cafe yang dekat dengan kediaman kami. Anda bisa mengikuti mobil saya dari belakang, dan terima kasih sudah membayarkan belanjaan saya.." jelas Nafeesa mengambil barang belanjaannya.Fatih menurunkan keponakannya terlebih dahulu, untuk membantu Nafeesa. "Tetap disini jangan kemana-mana..." ujar Fatih.Nathan menganggukkan kepalanya dan menudukkan kepala karena takut. Zay menatap Nathan dengan lekat dan mengusap surai anak laki-laki tersebut, namun Nathan langsung menepis tangan Zay."Saya paling tidak suka disentuh oleh orang lain, harap jaga sopan santun." tegas Nathan.Zay terkejut melihat respon Nathan, ia hanya bisa memaklumi sifat anak laki-laki yang ada di hadapannya. Zay menjemput keponakannya dan langsung menggendong Nathan. Nafeesa menatap Zay dan memberi kode agar pria itu mengikuti mobil mereka. Zay yang mengerti kode dari Nafeesa langsung masuk ke dalam mobil-nya. Mobil mereka pun menjauh dari supermarket tersebut..Cafe Merah Putih.Kedua mobil terparkir di depan cafe yang cukup terkenal di Jakarta. Nafeesa keluar dari dalam mobil dan menghampiri Nathan yang masih di kursi penumpang. Fatih membantu Nathan untuk turun dan Nafeesa langsung menggendong anaknya."Bunda gendong ya, nanti takutnya ada yang pegang kamu..." ujar Nafeesa."Iya, Bunda." jawab Nathan.Mereka masuk ke dalam cafe dan disusul oleh Zay. Fatih duduk di kursi nomer 23 bersama Nathan dan Nafeesa memilih duduk di kursi nomer 25 agar pembicaraannya dengan Zay tidak didengar oleh anak dan adiknya. Zay sudah duduk dihadapan Nafeesa, mereka memesan makanan dan minuman."Mau berbicara tentang apa?" Tanya Nafeesa."Saat lima tahun yang lalu, kamu datang ke rumah untuk meminta pertanggung jawaban pada adik saya. Apakah Nathan itu adalah anak dari adik saya?" Ucap Zay dengan spontan.Nafeesa hanya diam dan tak ingin menjawab pertanyaan, Zay. Fatih menatap ke arah sang Kakak dengan kening yang berkerut."Siapa sih tuh cowok, sok akrab banget sama kakak gue. Jangan-jangan dia mau berbuat jahat sama kakak gue? Wah gak bakal gue biarin mah. Gue bakal pantau dari jauh." gumam Fatih.Nathan hanya diam dan memakan makanannya dengan tenang. Zay menatap Nafeesa dengan lekat dan menunggu jawaban gadis cantik tersebut."Itu bukan urusan anda," balas Nafeesa."Itu urusan saya, jika Nathan memang benar anak adik saya, berarti dia keponakan saya cucu dari keluarga Winarta.." sambung Zay dengan pelan.Nafeesa tersenyum miring saat mendengar nama Winarta. Ia meneguk minumannya sambil menatap Zay yang tengah menatapnya. Ia meletakkan kembali gelas minuman di atas meja, jujur Nafeesa yang sekarang sudah tidak seperti Nafeesa yang dulu. Lima tahun yang lalu Nafeesa sangat polos dan terlalu gampang menyerah.Ia sudah belajar dari kesalahannya di masa lalu, dan wanita ini sudah menjadi wanita yang sangat dewasa dan selalu bekerja keras, untuk menghidupi anak beserta adiknya. Ia orang tua tunggal dan seorang kakak yang harus membesarkan seorang laki-laki yang sudah beranjak dewasa. Ia harus kuat agar tidak ada yang semena-mena dengannya."Nathan bukan cucu dari keluarga Winarta, dia anakku. Karena sebelum dia lahir, keluarga anda tidak menginginkannya bukan?" Sahut Nafeesa."Tapi ayah kandungnya menginginkannya. Kamu harus tau, Dareen selalu mencarimu tanpa henti. Ia mengerahkan seluruh orang suruhannya untuk mencari keberadaan mu dan anak kalian. Jujur padaku, dia anak Dareen 'kan..." jelas Zay.Nafeesa sangat lemah jika ada orang yang menyebut nama, Dareen. Ia menghela napasnya, dan memilih untuk jujur. Percuma ia tutupi, karena Zay sepertinya sudah tau tentang Nathan."Iya, dia anak Dareen. Tapi saya mohon jangan beritahu siapa pun, termasuk keluarga dan ayah kandungnya. Karena aku tidak ingin masuk ke dalam kehidupan Dareen lagi. Aku tidak ingin menghancurkan kebahagiaannya," balas Nafeesa."Dareen berhak tau, karena dia ayah biologis Nathan. Cobalah untuk berfikir, Nathan pasti membutuhkan peran seorang ayah. Dareen selalu memikirkanmu, ia selalu melamun dan makannya pun tak teratur. Saya mohon ijinkan Dareen mengetahui anaknya.." permohonan Zay."Biarkan dia yang mengenali anaknya dengan sendirinya. Jika mereka berdua bertemu, saya berjanji tidak akan menghalangi Dareen untuk bertemu dengan anaknya. Untuk saat ini anda harus tetap diam, karena saya yakin mereka memiliki ikatan batin yang kuat satu sama lainnya..." ucap Nafeesa."Baiklah jika itu maumu, saya tidak bisa terlalu memaksakan..." jawab Zay sambil menatap Nathan yang tengah meminum jus alpukat.Nafeesa mengangguk dan langsung berdiri, "biarkan saya yang membayar semuanya, untuk membalas kebaikan anda tadi..." sahut Nafeesa yang berjalan kearah meja anaknya duduk.Fatih menurunkan keponakannya dari kursi dan berjalan keluar cafe, sedangkan Nafeesa tengah membayar makan dan minuman di cafe. Zay menghampiri Nathan, kemudian memberikan buku cerita yang berjudul 'Ayahku Pahlawanku'."Ini kado untuk permintaan maaf saya, karena tadi sempat memegangmu..." ujar Zay.Nathan menatap buku tersebut dan menatap Fatih. Pamannya itu mengangguk, memberi izin untuk menerima pemberian dari Raka. Nathan mengambil buku tersebut dan berjalan keluar lebih dulu."Terima kasih atas bukunya, maaf Nathan selalu seperti itu, apalagi kalau orang yang tidak ia kenal. Jadi saya harap anda tidak memasukkan ke hati atas sikap Nathan yang kurang sopan..." permintaan maaf Fatih."Saya memakluminya," jawab Zay dengan senyuman.Pria itu berjalan keluar dari cafe dan menatap keponakannya dari jauh. 'Dia tumbuh dengan sehat..' batin Zay. Ia masuk ke dalam mobil dan meninggalkan cafe..Setelah membayar semua makanan dan minuman yang dipesan tadi. Nafeesa keluar dari cafe dan berjalan ke arah mobil, menyusul Fatih dan Nathan. Tiba-tiba ada seseorang yang menabrak bahu wanita itu tanpa sengaja. Mereka saling tatap, dan orang yang menabrak Nafeesa tiba-tiba tubuhnya membeku."Maaf Tuan saya tidak sengaja," ujar Nafeesa.Pria itu hanya diam dan detak jantungnya terasa berhenti. Nafeesa yang melihatnya melambaikan tangan di wajah orang tersebut agar pria yang dihadapinya sadar."Hei, anda baik-baik saja 'kan, Tuan?" Tanya Nafeesa.Nafeesa mendegus kesal dan mengambil ponsel milik pria tersebut. Ia memasukkan nomor ponsel-nya dan mengembalikan ponsel tersebut."Kalau laptop-nya ada kerusakan bisa kabari nomor saya, Tuan. Nomor saya sudah tersimpan di ponsel, Tuan. Kalau begitu saya permisi..." jelas Nafeesa yang melanjutkan langkahnya.Wanita itu masuk ke dalam mobil dan menjauh dari cafe. Pria yang tadi hanya membeku langsung membuka masker yang menutupi wajahnya."Dareen! Siapa sih cewek tadi? Kamu selingkuh ya?" Ucap Nana.Ya! Pria yang menabrak bahu Nafeesa tadi adalah Dareen. Ia langsung sadar dari lamunan dan menatap Nana yang tengah menatapnya dengan tatapan bingung."Kenapa?" Tanya Nana.Dareen hanya diam dan menatap ke sekeliling tempat parkir. 'Apa gue mimpi ya?' Batin Dareen yang tak melihat sosok Nafeesa.Pria itu menggelengkan kepalanya dan menatap laptop-nya yang pecah. Nana mengambil laptop Dareen dan memberikan pada pria tampan itu."Rusak nih, padahal berkas penting banyak di laptop ini. Jadi cewek tadi yang bikin nih laptop rusak?" Tanya Nana.Dareen menatap Nana, "cewek? Tadi gue nabrak cewek beneran?" Tanya Dareen."Lah, tadi 'kan ada cewek di depan kamu. Masa kamu gak tau sih, aneh banget kamu..." ketus Nana yang masuk ke dalam cafe.'Jadi yang tadi beneran, Nafeesa.' batin Dareen.Pria itu langsung masuk ke dalam mobil meninggalkan, Nana di cafe sendirian. Ia mencari mobil wanita yang ia tabrak tadi, karena ingin memastikan apakah itu benar-benar gadis yang ia cari selama ini atau tidak. Jika memang benar, Dareen tidak akan melepaskan wanita yang ia cintai itu. Cukup! Sudah cukup 5 tahun yang lalu dia dan wanitanya berpisah. Kali ini ia akan mencari dan membawa kembali sang pujaan hatinya."Nafeesa aku akan membawamu kembali padaku. Tidak akan aku biarkan kamu pergi dari kehidupan ku. Cukup lima tahun ini kita berpisah. Aku berjanji tidak akan melepaskan mu lagi. Aku berjanji sayang, kita akan hidup bahagia..." [.]Dareen memilih pulang ke apartement miliknya, karena tidak menemukan wanita yang tadi ia tabrak. Pria itu mengacak rambutnya dan menatap foto Nafeesa dan dirinya yang terpampang jelas di dinding kamar. "Kamu kemana sih sayang, aku rindu." lirih Dareen. Ting Tong Bel apartement berbunyi, Dareen hanya tetap diam dan pintu apartment terbuka. Zay berjalan memasuki apartement dan masuk ke dalam kamar adiknya. Terlihat Dareen tengah terlihat berantakan, Zay mendekati adiknya. "Kenapa?" Tanya Zay. "Tadi gue liat Nafeesa, Bang. Tapi dengan bodohnya gue, malah diem dan mikir itu hanya mimpi. Gue cari dia udah gak ada disekitar sana..." jelas Dareen. Zay mengangguk dan memegang bahu Dareen. Ia menatap intens adiknya, kemudian memberikan foto anak laki-laki ke arah Dareen. "Abang pengen ketemu sama anak ini, tapi harus temui dimana ya? Soalnya Mira tadi nelepon abang, kayaknya Alia terus nangis pengen ketemu sama anak laki-laki yang ada di foto ini.." ucap Zay. Dareen memegang foto anak
Nana datang ke kantor Dareen dengan pakaian yang begitu terbuka. Ia masuk ke dalam ruangan Dareen saat pria itu tengah ada tamu penting. "Dareen kok gak angkat telepon aku sih!" Tegas Nana. Dareen memutar bola mata malas dan melanjutkan perbincangan dengan tamu penting. Nana kesal dan melempar berkas yang ada di meja kerja, Dareen. Sontak tamu tersebut terkejut bahkan Dareen sudah menahan emosinya agar tidak keluar. "Kamu bisa keluar sebentar, saya lagi ada tamu penting?!" Tanya Dareen. "Gak! Aku mau tau kenapa kamu gak angkat telepon aku? Setelah kamu jawab, baru aku keluar." Kekeh Nana. Dareen menghela napasnya dengan kasar, "saya lagi bekerja, Nana. Kamu gak liat ada tamu yang harus saya layani..." tegas Dareen yang tak bisa menahan amarahnya lagi. Sekertaris Dareen dan salah satu karyawan menyeret, Nana keluar dari ruangan. Membuat gadis itu kesal dan mencoba memberontak. Dareen menatap para tamunya, "mohon maaf atas ketidak kenyamanan ini. Saya benar-benar minta maaf." "Ti
Alia berlari masuk ke dalam rumah kediaman keluar Winarta. Ia masuk menaiki anak tangga dengan wajah yang begitu berbinar. Mira yang melihat anaknya hanya bisa tersenyum sambil memeluk lengan suaminya. "Padahal, Alia anak kita, Mas. Tapi kenapa dia deket banget ya sama Zay dan Dareen?" Tanya Mira. "Biarin aja, Sayang. Asal anak kita bahagia dan gak ngelupain kita..." balas Abdi. Mira mengangguk dan duduk di sofa dekat Nyonya Riska yang tengah membaca majalah. Tuan Beni datang dan bergabung dengan mereka yang ada di ruang tamu. "Alia mana?" Tanya Tuan Beni. "Ke lantai atas, mau ketemu Mas Zay sama Dareen katanya..." jawab Mira. "Dareen dan Zay gak ada di rumah, mereka tidur di apartement..." sahut Nyonya Riska. Alia menuruni anak tangga dengan keadaan lemah, ia tidak semangat seperti tadi. Zay dan Dareen tidak ada di kamar mereka, sehingga Alia sedih. Padahal gadis kecil itu ingin bercerita tentang Nathan yang sudah mau berinteraksi dengannya. "Om kamu di apartemen sayang, sini
Bilqis seketika mematung saat mendengar suara pria yang selama ini, selalu mengisi hatinya. Ia menatap Zay yang terlihat sangat kurus tengah menatapnya dengan tatapan bahagia. Sedangkan Fatih dan Alia hanya menatap mereka dengan tatapan bingung. "K-kamu beneran, Bilqis?" Tanya Zay yang langsung berdiri dan menghampiri Bilqis. Gadis itu hanya diam, karena lidahnya sangat kelu saat ingin membalas pertanyaan Zay dengan jawab tidak. Zay memeluk tubuh Bilqis dan membuat gadis tersebut hanya bisa diam, karena jujur ia merindukan pelukan dari, Zay. "Aku rindu," lirih Zay. Bilqis masih tetap bungkam berada di pelukan, Zay. Dareen yang melihatnya masih terkejut, takdir memang selalu membuat semua orang tercengang. Semalam dia bertemu wanita yang ia cintai, saat dalam keadaan sakit. Sekarang sang Kakak juga kembali bertemu dengan Bilqis gadis pujaan hati yang selalu Zay cari. "Hatiku hancur banget saat pisah sama kamu. Maafin aku yang menyetujui permintaan kedua orang tuaku. Jujur sebenarny
Dareen dan Nafeesa masuk ke dalam rumah, mereka berjalan kearah kamar Nathan. Ceklek! Pintu kamar terbuka, terlihat Nathan tengah tertidur sambil memeluk boneka doraemon miliknya. Dareen mendekati anaknya, kemudian mengusap surai lembut milik, Nathan. "Dia mirip sekali denganmu 'kan..." ujar Nafeesa. Dareen tersenyum dan mengangguk dengan semangat. Nafeesa naik ke atas ranjang, kemudian membenarkan selimut anaknya. Dareen menatap wanitanya dengan mata yang berbinar-binar. "Aku kira, kita tidak akan bertemu lagi. Karena semua suruhanku tidak pernah menemukanmu. Wanita ku ini terlalu pintar bersembunyi," sahut Dareen mengusap surai panjang Nafeesa. Wanita itu hanya membalas dengan senyuman, kemudian mengambil ponsel-nya. Sedangkan Dareen terus saja menatap wajah anaknya yang begitu mirip dengan dirinya. Ia mengambil foto anaknya yang tengah tertidur sambil memeluk boneka doraemon. "Sayang, aku ingin kita menikah. Apa kamu setuju?" Tanya Dareen. Tubuh Nafeesa membeku mendengar per
Bilqis dan Nafeesa sudah berada di dalam mobil. Mereka tengah mengecek berkas yang akan di ajukan saat meeting nanti. Kedua wanita dewasa itu gugup, karena mereka akan bertemu dengan Zay dan Dareen pemilik perusahaan tempat mereka akan mengajukan berkas kerja sama. "Kenapa gue harus ikut sih? Lo kan bisa sendiri," tanya Nafeesa. "Temenin gue lah bego, mana berani gue sendirian. Gugup cuy, apalagi ketemu mantan terindah..." balas Bilqis. "Huh! Dasar," sambung Nafeesa. "Pasti nanti ada si tua bangka. Hadeh, siap-siap 'kan tenaga berdebat dengan mereka..." sahut Bilqis. "Udah bawa santai aja, jadi kita bakal ngajuin dua kerja sama nih?" Tanya Nafeesa. "Yoi, satu berkas udah di tangan mereka. Nah, berkas yang gue pegang nanti bakal gue kasih ke Zay atau Dareen. Mereka 'kan, sama aja loh sama-sama menjabat sebagai Direktur..." jelas Zay. Nafeesa menganggukkan kepalanya dan merapikan pakaiannya yang terlihat kusut. Sedangkan Bilqis tengah memperbaiki riasan wajahnya. Kedua wanita dewa
Setelah menabrak pria tua, Nathan langsung membersihkan baju pria tua itu. Ia membersihkan dengan menggunakan tisu basah, agar bersih. Pria tua itu terus saja mengukir senyum di bibirnya. "Kamu tampan," ujar pria tua tersebut. Nathan hanya diam dan fokus membersihkan baju kemeja yang dikenakan, pria tua tersebut. Tiba-tiba ada seorang wanita tua menghampiri mereka bedua. "Daddy, kenapa lama sekali?" Tanya wanita tua yang berstatus istrinya. "Maaf Sukma, tadi anak tampan ini tidak sengaja menabrak ku. Katanya dia akan membersihkan bajuku yang terkena es krim..." balas pria tua itu. Nyonya Sukma, nenek dari Dareen dan Zay langsung menatap Nathan dengan tatapan berbinar. Ia berjongkok mensejajarkan dirinya dengan tinggi, Nathan. "Apa-apaan kamu Teguh, bajumu bisa saja dicuci. Sayang, biarkan saja baju orang tua ini kotor. Toh, nanti bisa dicuci saat tiba di rumah." ujar Nyonya Sukma. Nathan hanya diam dan tetap membersihkan baju, Tuan Teguh. Nyonya Sukma menatap suaminya dan mencub
Alia tidur di pelukkan Dareen, sedangkan Zay memilih untuk keluar kamar adiknya. Ia berjalan ke arah dapur, untuk mengambil minuman karena ia haus. Terlihat di ruang tamu sudah ada Mira dan suaminya, tak lupa wanita cabe yaitu Nana sudah duduk di samping Nyonya Riska dengan penampilannya, bisa dibilang mirip jalang. "Zay! Kesini." teriak Nyonya Riska. Zay menghela napasnya dengan kasar dan berjalan ke arah ruang tamu. Ingin menghindari, malah di panggil oleh Nyonya Riska. Zay kesal, bersiaplah agar kupingnya tidak panas dan semoga Tuhan memberikan ia kesabaran yang banyak. "Iya, Ma." balas Zay. "Kenapa kedua gadis itu bisa bekerja sama di perusahaan kita? Dan kenapa mereka bisa menanam saham di perusahan, Winarta?" Tanya Nyonya Riska. "Zay gak tau, Ma. Zay aja baru tau waktu pertemuan, tanya aja langsung sama mereka.." balas Zay sambil memasang wajah memelas. "Tidak akan, Mama tidak sudi berbicara dengan mereka berdua. Mama bisa simpulkan, selama mereka pergi dari kehidupan kalia