Share

TANPA KABAR.

Di kediaman keluarga Winarta.

Dareen memasukkan mobil-nya ke dalam garasi mobil. Ia keluar dari dalam mobil dengan senyuman yang terukir di bibirnya. Dareen membuka kotak ponsel barunya, karena ponsel lama Dareen hilang di jambret oleh pencuri.

"Gue kabari Feesa deh, pasti dia khawatir banget sama gue yang gak ada kabar selama seminggu ini..." gumam Dareen yang langsung menghidupkan ponsel barunya.

Ia menekan nomor kekasihnya namun nomor Nafeesa tidak aktif. Dareen terus menghubungi kekasihnya, dan tetap saja nomor gadis tersebut tidak aktif.

"Tumben gak aktif, atau jangan-jangan baterai ponsel-nya habis? Gak mungkin, Nafeesa 'kan rajin nge-charger ponsel..." ucap Dareen pelan.

"Nanti gue ke rumah dia aja kali ya, siapa tau ponsel-nya emang kehabisan baterai..." sambung Dareen yang melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Terlihat kedua orang tua Dareen tengah duduk bersama istri kakaknya. Dareen menghampiri mereka dan memeluk kedua orang tuanya dengan erat.

"Akhirnya kamu pulang, kenapa gak kabarin Mama dan Papa? Udah lupa sama kami berdua?" ucap Nyonya Riska.

"Mama kok ngomong gitu. Pekerjaan disana banyak banget loh, Ma. Dareen jadi gak bisa kasih kabar ke Mama..." balas Dareen.

"Gapapa sayang, yaudah istirahat ya. Nanti Nana bakal kesini..." sambung Nyonya Riska.

"Ah, iya. Nana besok tunangan 'kan, Ma?" Tanya Dareen.

"I-iya," balas Nyonya Riska.

"Jadi gak sabar, siapa sih cowok yang mau ngajak Nana tunangan. Padahal Nana gak cantik-cantik amat, haha." sambung Dareen.

Kedua orang tua Dareen hanya diam dan istri dari Zay hanya bisa menatap sendu adik iparnya, yang tak tau bahwa yang akan bertunangan adalah dia dan Nana. Dareen melepas pelukannya dan meminta izin untuk masuk ke dalam kamar. Zay yang baru pulang dari kantor langsung menatap Dareen dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

Zay berjalan melewati istri dan kedua orang tuanya. Ia masuk ke dalam kamar untuk membersihkan dirinya. Di dalam kamar, Dareen terus saja menatap ponsel-nya menunggu balasan dari sang kekasih. Karena sudah 1 jam lamanya dia menunggu balasan, Nafeesa.

"Dih, kemana sih dia. Kok gak bales chat dari gue, di telepon nomernya gak aktif..." ujar Dareen.

Karena khawatir pria itu langsung mengambil jaket dan kunci mobil-nya. Saat sudah berada di luar kamar, Zay membuka pintu dan mendorong adiknya agar kembali masuk ke dalam kamar.

Dareen menatap Zay dengan tatapan bingung, "kenapa bang?" Tanya Dareen.

"Lo mau kemana?" Tanya Zay.

"Mau ketemu calon bini lah bang, ya kali mau cari bencong..." balas Dareen sambil terkekeh.

"Lo beneran mau tunangan sama, Nana. Kok gue gak tau?" Tanya Zay.

"Ha?" ucap Dareen yang bingung.

"Kemaren Nafeesa kesini, Lo pernah berhubungan sama dia?" Tanya Zay lagi.

"Maksud lo bang?" Tanya Dareen yang menatap serius Zay.

"Lo pernah berhubungan suami-istri dengan, Nafeesa?" Sambung Say lagi.

Dareen mengangguk dan menatap Zay kembali. Zay menghela napasnya, kemudian memegang bahu adiknya.

"Nafeesa hamil, dan orang tua kita nyuruh dia buat gugurin kandungannya, karena katanya itu akan menjadi aib. Nafeesa dan Bilqis kemarin kesini, buat ketemu lo untuk meminta pertanggung jawaban. Tapi Mama dan Papa malah ngusir mereka, gue udah telepon lo tapi nomor lo gak aktif. Mama dan Papa bilang besok pertunangan lo sama Nana. Gue yakin, Nafeesa sedih mendengar kabar itu..." jelas Zay.

Tubuh Dareen tiba-tiba membeku, Nafeesa 'hamil' dan kedua orang tuanya menyuruh kekasihnya itu untuk menggugurkan calon cucu mereka. Dareen mengepal tangannya dengan kuat, ia mendorong tubuh Zay hingga tubuh pria itu terjatuh ke atas kasur. Dareen keluar dari dalam kamar, dan menghampiri kedua orang tuanya. Dareen menatap tajam, kedua orang tuanya yang tengah mengobrol bersama Nana yang baru saja datang.

"Maksud Mama dan Papa apa? Dareen gak mau tunangan sama Nana. Mama dan Papa tau 'kan, Dareen udah punya Nafeesa! Terus kenapa Mama dan Papa ngusir ibu dari anakku ha! Kenapa?! Nafeesa hamil anak Dareen, Ma. Cucu kalian," Bentak Dareen.

Untuk kali pertamanya Dareen murka, tatapannya membuat semua orang lain takut jika melihatnya. Zay menyusul adiknya dan berdiri di belakang adiknya.

"Oo, gadis jalang itu sudah mengabari mu? Cucu? Haha Papa tidak pernah menginginkan cucu yang keluar dari rahim gadis jalang itu. Lupakan gadis jalang itu..." jelas Tuan Beni.

"Jaga mulutmu, Papa. Dia bukan jalang!" Tegas Dareen.

"Kalau bukan jalang, mana mungkin dia merelakan tubuhnya disentuh oleh kamu..." sambung Tuan Beni.

Dareen kesal dan akan memukul wajah Tuan Beni, namun secepat mungkin ditahan oleh Zay. Karena dia tidak ingin adiknya memukul siapa pun.

"Lepasin gue, bang! Gue gak terima Nafeesa dihina kaya gini..." tegas Dareen.

"Lo tenang, kalau lo marah kayak gini. Nanti Papa ngira Nafeesa yang ngajarin lo buat ngelawan, Papa." Zay.

Dareen membenarkan ucapan kakaknya, ia mencoba menahan emosi. Zay menarik tangan adiknya untuk masuk ke dalam kamar, sedangkan Nana hanya bisa terdiam saat mendapatkan penolakkan dari Dareen.

"Jangan kamu pikirkan ya, Dareen akan tetap bertunangan denganmu..." ucap Tuan Beni.

"Iya, om. Saya percayakan pada om dan tante," balas Nana.

.

Dareen menepis tangan Zay, dan langsung mengacak rambutnya karena frustasi.

"Mending lo cari Nafeesa, jelasin ke dia. Lo tanya juga tentang kehamilannya. Lo emang harus tanggung jawab Dareen..." jelas Zay.

"Nafeesa gak ada kabar, bang. Nomor nya aja gak aktif," balas Dareen.

"Ke rumahnya aja, abang temenin." sambung Zay.

Dareen mengangguk dan langsung berlari keluar dari rumah tersebut. Mengabaikan keberadaan orang yang berada di ruang tamu. Zay mengikuti adiknya dari belakang, dan mereka pun masuk ke dalam mobil.

"Buruan bang," ajak Dareen.

Zay mengangguk dan menghidupkan mobil-nya menuju rumah, Nafeesa. Hanya memerlukan beberapa menit saja, mobil Zay berhenti di depan rumah Nafeesa dan Bilqis. Kedua pria tersebut keluar dari dalam mobil, dan melangkahkan kaki menuju pintu masuk.

Tok

Tok

Sudah tiga kali Dareen mengetuk pintu rumah, namun tidak ada respon dari pemilik rumah. Zay berjalan ke belakang rumah dan mengintip lewat jendela, terlihat sekali kalau rumah itu kosong. Zay kembali menghampiri adiknya, untuk memberitahu bahwa tidak ada siapa pun di rumah.

"Mereka gak ada di rumah..." ujar Zay.

"Permisi, cari siapa ya?" Tanya seorang pria paruh baya yang bertugas sebagai satpam kompleks.

"Pemilik rumahnya ada di rumah?" Tanya Dareen.

"Ah, mereka sudah pindah beberapa hari yang lalu. Jadi rumah ini sekarang sudah kosong..." balas satpam.

Dareen dan Zay langsung terkejut, sedangkan satpam tersebut pergi meninggalkan kedua pria tampan itu. Dareen menundukkan kepalanya dan air matanya tiba-tiba saja menetes. Sesak rasanya saat gadis yang ia cintai meninggalkannya. Zay yang mengerti akan perasaan Dareen, tanpa pikir panjang langsung memeluk adik kesayangannya.

"Kita cari mereka, dan berdoa Nafeesa beserta anakmu baik-baik saja.." ucap Zay.

Dareen hanya diam dan semakin terisak dipelukkan sang Kakak. Zay terus saja mencoba menenangkan adiknya, agar tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.

.

Setelah mengetahui bahwa kekasih adiknya pindah, Zay memilih untuk membawa Dareen pulang ke rumah. Untuk saat ini, adiknya harus dalam pantauannya. Ia takut Dareen melakukan hal-hal yang buruk jika berada di apartemen.

"Masuk gih, istirahat." ujar Zay.

Dareen hanya diam dan menatap kosong sang kakak. Kemudian ia masuk ke dalam rumah, menuju kamarnya. Ia mengabaikan orang-orang yang berada di ruang tamu.

"Dareen kesini kamu," perintah Tuan Beni.

Dareen tidak merespon dan menaiki anak tangga, ia malas berdebat dengan ayahnya. Saat Tuan Beni akan mengejar Dareen, Zay langsung menahan tangan ayahnya.

"Biarkan dia sendirian, jangan ganggu dia..." ujar Zay menatap datar Tuan Beni.

"Kamu jangan ikut campur ya, ikuti kemauan Papa. Lebih baik kamu memberi Papa dan Mama cucu, sudah hampir setengah tahun menikah tapi belum juga memberikan cucu pada kami..." tegas Tuan Beni.

Zay menepis tangan ayahnya, ia menatap tajam kedua mata Tuan Beni. Kemudian ia memilih masuk ke dalam kamar, karena kesal pada Tuan Beni yang terlalu memaksakan kehendak. Sedangkan istri Zay hanya bisa diam di sofa ruang tamu.

"Punya anak gak ada yang bisa membanggakan orang tua..." ketus Tuan Beni.

Zay yang mendengar perkataan ayahnya langsung mengepal kedua tangan dan mencoba untuk mengabaikannya. Zay membanting pintu kamar, membuat semua yang berada di ruang tamu terkejutnya bukan main. Mereka menatap ke arah pintu kamar Zay sambil memegang dada masing-masing. Mira (istri Zay) menyusul Zay yang sudah berada di dalam kamar. Mira mendekati suaminya yang tengah duduk sisi ranjang kasur. Ia menyentuh bahu Zay, dan langsung ditepis oleh pria tampan tersebut.

"Mas," panggil Mira.

"Diam!" Tegas Zay.

.

Di dalam kamar, Dareen hanya diam di dekat balkon kamarnya. Ia memeluk foto Nafeesa yang sering ia bawa kemana pun ia pergi. Dareen menatap keluar kamar dengan tatapan yang sangat kosong.

"Kamu kemana sayang? Kenapa kamu tinggalin aku," lirih Dareen.

"Kembalilah, aku merindukanmu." sambung Dareen.

"Kita besarkan buah cinta kita bersama," ucap Dareen lagi, dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.

"Kembali, Feesa!" Teriak Dareen sambil mengacak rambutnya dengan frustasi.

Zay yang mendengar teriak dari dalam kamar adiknya. Ia langsung berlari dan masuk ke dalam kamar, Dareen.

Ceklek!

Saat pintu terbuka Zay langsung melihat keadaan Dareen sudah sangat kusut, kamar yang tadinya rapi sekarang sudah sangat berantakan. Zay langsung menghampiri adiknya dan merengkuh tubuh Dareen dengan erat. Dareen mencoba untuk mendorong tubuh Zay, namun Zay mengerahkan semua tenaganya agar tidak terdorong oleh, dorongan Dareen.

"Tenangkan dirimu, Dareen. Please jangan seperti ini..." lirih Zay.

Tuan Beni, Nyonya Riska, Nana dan Mira terkejut saat melihat keadaan kamar Dareen. Mereka juga lebih terkejut saat melihat Dareen sudah sangat kusut dan berteriak tak karuan, sudah seperti orang gila.

"Kamu kenapa, Dareen?" Tanya Tuan Beni dengan tampang tak bersalah.

Zay yang mendengar pertanyaan ayahnya langsung menatap Tuan Beni dengan tatapan tajam. "Kenapa kata, Papa? Ini hasil ulah kalian berdua, yang sudah merebut kebahagian Dareen. Keegoisan dan sifat keras kepala, serta pemaksaan kalian yang membuat Dareen seperti ini! Sekarang sudah puas! Sudah puas membuat Dareen seperti orang yang sudah kehilangan arah?! Sudah puas melihat Dareen seperti orang gila?! Puas?!" Tegas Zay yang sudah sangat emosi melihat sikap kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya hanya mementingkan kebahagiaan mereka saja. Mereka tidak memikirkan kebahagiaan Zay dan Dareen.

Tuan Beni dan Nyonya Riska terkejut melihat Zay yang tiba-tiba membentak mereka. Mira mendekati Zay dan menyentuh tangan suaminya, namun Zay langsung menepis tangan Mira.

"Sudah saya bilang jangan sentuh saya! Oh, Papa mau cucu 'kan? Buat sana sama gadis pilihan Papa, buat sekalian lima anak biar anda puas!" Sambung Raka.

Plak!

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi, Zay. Mira sudah tidak tahan dengan ucapan, suaminya.

"Jaga mulut kamu, aku istri kamu Zay!" Bentak Mira.

Zay hanya menyunggingkan senyumnya dan kembali menatap Dareen yang masih menangis di pelukannya. "Kamu istirahat ya. Abang akan berada disisi kamu." ucap Zay.

Zay membawa adiknya ke atas kasur dan menyelimuti tubuh, Dareen. Ia menatap kedua orang tuanya, istri dan calon tunangan Dareen.

"Pergi," ucap Zay dengan lembut.

Mira yang mendengar suara lembut suaminya, langsung membeku. Semua orang terkejut saat mendengar Zay yang mengeluarkan suara lembutnya. Tuan Beni, Nyonya Riska, Mira dan Nana langsung keluar dari kamar Dareen. Tersisa, Dareen dan Zay saja di dalam kamar. Raka mengusap rambut adiknya, dan seketika air matanya pun menetes.

"Abang gak bakal biarin kebahagiaanmu hancur. Abang akan berusaha mencari keberadaan Nafeesa dan yang lainnya. Abang bakal bantu kamu, Dareen. Abang tidak mau kamu seperti Abang, yang harus merelakan gadis yang dicintai. Abang akan berjuang mencari kekasihmu..." jelas Raka.

"Aku mencintai Nafeesa, bang. Sangat mencintainya, aku ingin bersama Nafeesa bang..." lirih Dareen. [.]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status