Share

MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL
MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL
Penulis: Novisi

001

"Aku tidak bersedia menjadi istrimu!" teriak Janna di hadapan Dominic Freud, seorang kepala militer Kesultanan Yagondaza.

"Kalian selalu memaksa perempuan menjadi Growib* dengan dalih menghasilkan keturunan unggul! Kalian manusia jahat!" Janna Braun menunjuk-nunjuk Dominic. Janna tidak segan melontarkan keberatannya akan keputusan negara mereka.

"Aku ingin kebebasanku!" jeritnya lagi dengan tangan mengepal.

Mendadak Dominic menarik Janna dengan kasar lalu mencengkram lehernya.

"Apa kau masih ingin berbicara? Lehermu bisa saja aku patahkan. Kau pikir aku sudi menikahimu, kalau bukan karena keputusan negara, detik ini juga kau akan ku lemparkan menjadi santapan singa peliharaanku," ancam Dominic dengan tatapan kebencian.

Tubuh Janna gemetar mendengar gertakan Dominic, tetapi ia tidak boleh lengah menunjukkan kegentaran pada calon suami yang tidak diinginkannya.

Dominic melepas Janna hingga tubuh wanita itu membentur dinding keras di belakangnya. Dominic keluar dari ruang isolasi, tempat khusus di kantornya, ia enggan satu ruangan dengan Janna.

"Lepaskan aku!!" pekik Janna sia-sia sewaktu Dominic mengunci ruang isolasi.

Keesokan harinya, Janna dikeluarkan dari ruang isolasi menuju kamp khusus perempuan terpilih usai melakukan tes pewarisan sifat unggul untuk kedua kalinya. Dia mengamati anggota militer yang hilir mudik di luar kamp, mereka dalam penjagaan ketat.

Saat malam tiba, Janna melapor pada petugas. "Aku ingin buang air kecil."

Dia diantarkan oleh seorang penjaga yang dipinggangnya terselip pedang. Pria itu tidak boleh begitu dekat jaraknya dengan Janna. Kamar kecil terletak agak jauh dari kamp hampir mendekati pintu keluar daerah belakang areal kamp.

Lama penjaga itu menunggu, Janna tidak kunjung keluar. Kecurigaan muncul saat penjaga memanggil-manggil Janna. "Nona, apakah Anda telah selesai?" Tidak ada sahutan hingga tiga kali penjaga bertanya.

Di kediamannya, Dominic berang mendapat laporan calon istrinya melarikan diri dari kamp konsentrasi. Pria itu geram mendengarnya.

Dia memimpin sendiri pencarian Janna di kegelapan malam.

Janna berlari sekencang-kencangnya menghindari anggota militer yang sedang mengejarnya saat ini. Dia memasuki hutan akasia dengan keringat membasahi sekujur tubuhnya.

Bunyi suara hentakan kaki kuda begitu terdengar hebat di telinga Janna.

"Kejar, jangan sampai lepas!"

Janna terus menambah kecepatan lari, mengangkat gaun lusuhnya tinggi-tinggi, dia cemas tertangkap untuk ketiga kalinya. Kaki Janna telah dipenuhi luka, berkali- kali menginjak duri perdu, tetapi diabaikan rasa sakitnya.

Malang tak dapat ditolak, Janna tersungkur setelah kaki terantuk pada batang pohon rubuh yang merintangi langkahnya. Pundaknya sampai menabrak batang pohon akasia besar, sebelum terjerembab ke tumpukan dedaunan lebar akasia.

Saat Janna akan bangkit, seekor kuda palomino emas kecoklatan meringkik tepat di hadapannya, Janna refleks termundur.

Nafas Janna tersengal dengan jantung berdegup kencang saat seorang pria mendekat dan menyasarkan karabin hingga menyentuh dagunya.

"Mau ke mana kau tikus kecil?" Sorot mata biru itu menyimpan ketidaksukaan padanya. "Seret dan masukkan kerangkeng!"

Beberapa orang mengangkat tubuh Janna yang lemah. "Tidak, aku tidak mau!! Lepaskan!" Janna masih berusaha berontak, bahkan dia meronta-ronta agar terlepas dari prajurit yang mencengkram lengannya.

Mereka tidak bisa berbuat banyak sebab dilarang menggunakan senjata sebab bisa menyakiti Janna.

Alhasil, Janna kembali lepas lalu berlari dengan sisa-sisa tenaga.

Pemilik mata biru laut menyorot tajam pada punggung Janna yang mulai menjauh. Ia menggeram marah karena buruannya berusaha melarikan diri lagi.

"Kalian tunggu di sini." Dominic Freud memacu palomino kesayangannya menuju arah pelarian Janna. Tidak butuh waktu lama, Dominic kembali menemukan Janna yang kelelahan terduduk menyender di salah satu pohon akasia dengan nafas terengah.

"Hutan ini sangat luas, kau berlari memasuki hutan terlarang. Kau akan diburu binatang buas yang akan merobek tubuhmu." Dominic menurunkan tubuhnya, menyamakan tinggi dengan Janna yang terduduk.

Janna menyapu pandangan ke areal hutan lebat, ia bersandar pada akasia terakhir. Penglihatan Janna berhenti di wajah Dominic, Janna menyemburkan ludah ke wajahnya.

"Itu lebih baik, daripada... aku harus dipaksa menjadi budak untuk melahirkan bayi-bayi stratum Armyasa."

Dominic menggeram penuh amarah, ia melayangkan tamparan hingga wajah Janna menyentuh tanah. Dominic mencengkram rambut Janna hingga wajahnya terangkat ke arah Dominic.

"Kau pikir siapa dirimu, hah!? Stratum Royusha, keturunan pemberontak! Kalau bukan karena keputusan negara, kepalamu sekarang juga akan ku penggal. Kau merendahkan kami!" Dominic melepas kasar tubuh Janna yang langsung merosot kembali ke tanah. Rasa lelah mendera Janna, ia berharap mati saat ini juga agar masa depannya tidak dimanfaatkan oleh stratum Armyasa dalam balutan keputusan negara.

Dominic mengibaskan mantel seragam coklat militernya seolah ada debu di sana, terpaksa ia membawa Janna ke atas tubuh palomino bernama Jud.

"Ayo, kembali," ucap Dominic pada pasukan khususnya saat ia kembali. Dia bersama Janna di atas kuda yang sama, tidak memungkinkan menaruhnya di kerangkeng yang mengharuskan tawanan berdiri. Mereka berkuda menuju Pamdos, areal militer, yang dikelilingi oleh hutan padang rumput.

Setibanya di Pamdos, Dominic tidak mengembalikan Janna ke kamp konsentrasi dalam keadaan tidak sadar. Ia meminta bawahannya, Letnan Adrian Bour, untuk menghubungi seorang medikus. Dominic merebahkannya di salah satu kamar di kediamannya.

"Jenderal, gadis ini mengalami kelelahan dan dehidrasi, aliran darah dan oksigen di tubuhnya terhambat sehingga jatuh pingsan. Saya telah meresepkan ramuan untuknya, ada pada Letnan Adrian."

"Hanya itu hasilnya?"

Si medikus memahami maksud Dominic. "Anda juga bisa berkonsultasi dengan kepala peneliti untuk mendapat kepastian tentang keadaan gadis ini dan terlebih... pewarisan sifatnya."

Usai kepergian medikus, tibalah kepala peneliti yang langsung dihubungi oleh Dominic tadi.

"Apa dia berusaha melarikan diri lagi?" tanya pria bernama Swayata Tan.

"Begitulah, aku lelah menangkapnya terus-menerus, pekerjaanku sebagai kepala militer terabaikan."

"Ingatlah ini juga tugas negara," ujar Swayata, pria berusia 60 tahun. "Anda tidak boleh sering-sering mengasarinya, itu akan berpengaruh pada suasana hatinya dalam jangka lama dan bisa menghasilkan sifat unggul yang gagal."

"Persetan dengan itu semua! Apa tidak ada perempuan lain? Gadis ini terlalu rumit dan keras. Aku tidak menyukainya!" ketus Dominic.

*Growib - pengantin atau istri pejabat kesultanan

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status