Share

002

Author: Novisi
last update Last Updated: 2023-08-14 17:34:55

Janna terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya terutama areal wajah. Saat berusaha duduk, tubuh Janna tidak kuat sehingga kembali terhempas ke ranjang.

Janna menyapu pandangan, ia menduga bukan berada di kamp konsentrasi atau pelayanan kesehatan. Ini seperti di sebuah kamar milik pejabat stratum tinggi. Warna gelap mendominasi ruangan terkesan menakutkan bagi siapa pun yang berada di dalamnya.

Pintu terbuka, seberkas cahaya masuk ke dalam ruangan. Meski dilengkapi sinar lampu, tetapi tidak seterang dari luar. Seorang pria berjubah putih masuk.

"Halo Nona Janna Braun, Anda sudah bangun."

Janna menatap tanpa memberi ekspresi apapun.

"Saya Swayata Tan, kepala peneliti Kesultanan Yagondaza." Swayata menundukkan sedikit kepalanya.

Janna belum pernah sebelumnya bertemu dengan Swayata secara langsung, hanya mendengar nama yang dikenal masyarakat Yagondaza sebagai kepala peneliti yang bertugas mencari perempuan dengan pewarisan sifat unggul melalui peneletian untuk dinikahkan dengan stratum tinggi.

"Anda sedang berada di kediaman Jenderal Dominic, kepala militer Yagondaza. Seharusnya besok akan diselenggarakan prosesi peresmian hubungan Anda dengan Jenderal, bertepatan dengan usia Anda ke dua puluh tahun." Swayata menjeda ucapannya saat melihat Janna meringis berusaha bangun dari tidurnya.

"Kondisi Anda lemah, sebaiknya tetap berbaring."

Janna tetap berusaha bangkit sampai berhasil menyenderkan punggung di kepala ranjang. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Aku tidak sudi jadi kelinci percobaan kalian! Kalian hanya merendahkan perempuan!" sembur Janna meluapkan amarah dengan nafas tersengal-sengal.

Swayata Tan bergeming, memproses ucapan Janna yang emosional. Swayata tersenyum dengan tenang memberi jawaban.

"Anda pasti tahu keputusan negara tidak dapat diganggu gugat. Meskipun Anda dari stratum Royusha, kesultanan memilih Anda menjadi pengantin Jenderal Dominic. Seharusnya senang, ini impian semua perempuan dari kalangan Anda."

Janna bisa menarik kesan kalau dirinya direndahkan oleh Swayata yang berasal dari stratum Rowna, dua jenjang lebih tinggi dari Janna.

"Persetan dengan impian orang lain, kebebasanku lebih utama." Janna masih kuat dengan prinsipnya.

"Sebaiknya Anda tenangkan diri Nona Braun agar lekas pulih. Sebut saja, ini pengorbanan diri untuk kesultanan Yagondaza. Acara pernikahan dengan Jenderal Dominic Freud akan diselenggarakan sepekan dari sekarang."

"Kalian memang brengsek!" teriak Janna saat Swayata keluar dari ruangan isolasi.

Janna menangisi nasib buruknya, ia tidak menyangka terpilih sebagai perempuan dengan pewarisan sifat yang dianggap unggul untuk dinikahkan dengan kepala militer. Awalnya, Janna dan kawan-kanannya rela hati mengikuti tes pewarisan sifat sebab hal itu lumrah di Kesultanan Yagondaza bagi perempuan jelang usia dua puluh tahun.

Perkiraan Janna sebagai perempuan dari stratum Royusha, kaum terendah, yakin tidak memiliki apa yang dicari oleh kesultanan. Malangnya, Janna keliru dengan prediksinya.

Tangisan pilu Janna di ruangan isolasi hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Berada jauh dari rumah membuat Janna kesepian seolah-olah di ujung usia hidupnya. Janna merasa mau mati saja.

Swayata diberi izin masuk oleh Dominic usai pertemuan dengan perwira petinggi militer Kesultanan Yagondaza.

"Aku ingin kedatanganmu membawa berita baik," ucap Dominic dari meja kerjanya, ia hanya melirik Swayata sekilas.

"Sepertinya calon istri Anda masih berkeras tidak menerima pernikahan ini, Jenderal" ucap Swayata mengabaikan permintaan Dominic. Meskipun berasal dari stratum berbeda dan jarak usia yang jauh, mereka berdua terbilang dekat seperti keluarga.

Swayata yang berusia lebih tua dua puluh lima tahun dari Dominic, tidak segan untuk memberi masukan dan kritik tegas. Swayata mengenal Dominic semenjak bayi, kala itu ayah Dominic menjabat kepala militer.

"Berita buruk."

"Anda harus bersikap lunak padanya, Jendral, bila menginginkan dia menuruti perkataan Anda."

Dominic menggulung peta yang sedang dipelajari untuk memperluas kekuasaan sultan di wilayah pendudukan lain.

"Telah ku katakan padamu, aku tidak pernah menginginkannya. Dia bagai binatang liar dan bringas, bahkan dia meludahiku saat menangkapnya," gerutu Dominic. "Ganti saja dengan perempuan lain," ucap Dominic enteng.

"Mengganti calon istri tidak semudah mengganti jabatan perwira militer, Jenderal. Ini ketetapan kesultanan, setiap calon istri pejabat militer ditentukan melalui serangkaian uji pewarisan sifat. Nona Braun sangat cocok dengan Anda."

Dominic berdiri dari kursinya lalu berjalan lalu lalang di hadapan Swayata sembari menautkan kedua tangannya ke belakang. "Karirku cemerlang, tapi tidak dengan kehidupan pribadi."

"Lagipula usia Jenderal terpaut lima belas tahun lebih tua darinya, seharusnya Anda terlatih menghadapi calon istri yang masih belia, Jenderal."

"Kalau kau mengatakan prajurit dan perwira, aku bisa mengatasi mereka dalam waktu singkat. Sudah ku katakan, gadis itu bak binatang liar! Tidak terbayangkan sikapnya setelah menyandang status istri kepala militer." Dominic menjadi kesal sendiri sebab Swayata seolah-olah menyalahkan dirinya.

"Jenderal, saya hanya ingin mengingatkan peraturan militer Kesultanan Yagondaza bahwa keturunan dari perempuan yang akan Jenderal nikahi sesuai hasil pengujian, haruslah menjadi istri Anda dan keturunannya akan meneruskan perjalanan militer keluarga Freud."

"Ribuan kali kau telah mengatakannya kepadaku." Dominic sungguh kesal hati lantas berdiri ingin menjauh dari Swayata menuju pintu.

"Saya harap Anda jangan terlalu mengerasi gadis itu, Jenderal," tutup Swayata.

Dominic menghabiskan waktu ke ruang persenjataan di wilayah Pamdos, areal militer. Berkeliling mengamati senjata laras pendek, panjang, hingga pedang.

Malam menjelang barulah Dominic kembali ke kediaman bersama dengan pengawal pribadinya. Dominic langsung menuju ke kamarnya untuk membasuh diri dan berganti pakaian.

Setelah itu, ia menuju ke ruang makan megah. Seperti biasa, Dominic hanya sendirian menikmati makan malam.

"Selamat malam Tuan, saya ingin melaporkan Nona Braun sedari pagi menolak makan. Seharian ini --"

Dominic mengangkat tangan kirinya menyetop perkataan pelayanan yang bertugas melayani Janna.

Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut Dominic, ia meminta pelayan kembali ke dalam kamar isolasi Janna. Dominic membuntuti sang pelayan. Pelayan tidak berani menolak perintah Jenderal tertinggi di Yagondaza, meskipun ia telah diusir oleh Janna saat mengantar makan pagi, siang, dan malam.

"Sudah ku katakan, aku tidak akan memakannya!" teriak Janna pada pelayan yang kembali ke kamar isolasinya.

"Tinggalkan kami berdua," perintah Dominic. Pelayan menunduk lalu berjalan keluar usai menutup pintu.

Janna memandang tajam penuh kebencian pada Dominic. Janna yang berasal dari keturunan kaum pemberontak lokal sedari kecil ditanamkan rasa tidak suka terhadap militer Yagondaza, sebab keluarganya banyak tewas di tangan militer Yagondaza di masa lalu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   070

    Berita tentang kelahiran putra permaisuri dan Sultan sampai di telinga Janna."Kalian siapkan hadiah untuk Permaisuri," perintah Janna pada Kana dan Mala. Mereka saling berpandangan seolah-olah ingin menyampaikan hal lain.Janna memperhatikan gerak tubuh berbeda dari kedua pelayannya. "Mengapa? Pergilah? Aku akan menyampaikan nanti seorang diri," jelasnya."Ma... maaf, Nyonya." Kana angkat suara. "Tapi, anak yang dilahirkan permaisuri tidak seperti anak normal lainnya."Kana dan Mala bergantian menceritakan kabar yang telah pasti kebenarannya itu."Lalu masalahnya ada di mana? Meskipun tubuh bayi seperti itu, dia tetap manusia yang harus dicintai." Janna malah teringat pada putranya yang terpaksa harus dipisahkan dari mereka. "Peraturan di kesultanan, anak dalam keadaan demikian dianggap tidak layak hidup, Anggapan kesultanan di masa depan ia juga tidak mampu bertahan hidup, sehingga di masa bayi ini..." Mala ragu-ragu menyampaikan. "Teruskan!" perintah Janna."Bayi itu akan dibunuh

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   069

    Permaisuri Neha meraung-raung di kamarnya sendiri, semua pelayan dan prajurit yang mengetahui kabar tentang kelahiran anak permaisuri tertunduk seolah-olah ikut merasakan kesedihannya.Sementara itu, Sultan Bayezidan berjalan pelan bolak balik, tetapi geraknya tak menandakan ketenangan."Mengapa bisa seperti ini?!" hardiknya pada medikus yang membantu persalinan. Keringat mengucur di pelipis medikus, ia langsung berlutut di hadapan pemimpin kesultanan Yagondaza.Sultan memutuskan berbicara empat mata pada medikus."Maa... maafkan, Sultan, ini di luar dugaan," ucapnya terbata-bata. "ini bisa diduga terjadi selama kehamilan," lanjutnya tertunduk takut."Maksudmu apa?!" Sultan Bayezidan menarik baju bahu medikus yang membuatnya hampir mati gemetar."Kekurangan anggota tubuh ini bisa dijelaskan terjadi selama kehamilan permaisuri lalu, Jenderal" jelasnya."Bukankah permaisuri telah melewati proses pemeriksaan sifat unggul? Anak-anak terdahulu tidak ada lahir seperti itu!" ingat Sultan Bay

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   68

    Setelah kunjungan Neha di kediaman rumah putih, Janna banyak diam. Pikirannya dipenuhi dengan ucapan Neha berulang-ulang.Tangisan putranya membuat Janna sadar bila bocah kecil itu hampir terlepas darinya. Cepat-cepat Janna memperbaiki posisi anaknya yang diberi nama Harry Freud."Maafkan Ibu, Harry," ucapnya.Tidak lama Dominic masuk ke kamar. "Kalian ada di sini rupanya.""Apakah Jenderal mencariku?" tanya Janna dengan raut senang.Dominic duduk di samping Janna. "Aku dengar dari pelayan, permaisuri Neha mengunjungimu."Paras Janna berubah. "Ya," jawabnya pendek tak semangat."Apa yang kalian bicarakan?""Hanya menanyakan kabar saja," sahut Janna. Dominic memandang istrinya yang tengah sibuk dengan Harry."Kau tak bisa membohongiku," nilai Dominic lalu mengambil alih putra mereka, Dominic mengayun Harry yang senang diperlakukan demikian."Apakah Jenderal akan mempercayai ceritaku?" Janna tertawa kecil. "Permaisuri teman lama Jenderal, pasti saja Jenderal sulit percaya dengan apa yan

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   67

    "Apa yang membawamu mendatangi kediamanku, Jenderal?" tanya Sultan Bayezidan saat mereka saling berhadapan. Dominic membungkuk memberi hormat, hanya saja irama jantungnya mulai tak karuan. Terasa sulit untuk menjawab, bahkan menelan ludah pun. Dominic tidak siap dengan seribu alasan mengunjungi kediaman tanpa kehadiran Sultan di sana. Namun, ia harus tetap menjawab. Dominic mengangkat badan, sewaktu mulutnya terbuka, dari arah pintu Neha muncul. "Yang Mulia," ucapnya memberi hormat, "aku meminta Jenderal Dominic datang kemari untuk menanyakan kabar Janna, dan aku memberikan bingkisan hiburan untuk Janna yang masih bersedih, tetapi Jenderal Dominic lupa membawanya," lanjut Neha dengan tenang dan lancar, ia tertawa kecil sembari mengulurkan bingkisan dengan kedua tangannya. Paras Sultan Bayezidan yang semula datar berubah terisi senyuman. "Ambillah, kami ingin menghibur kalian. Pasti apa yang kalian alami begitu berat." Dominic masih berpikir tentang Neha dan Sultan, mereka s

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   66

    "Cukup, Jenderal. Aku sudah lebih baik," ujar Janna pelan, menghentikan gerak pijatan di bahunya, ia memperbaiki gaun lalu duduk menghadap Dominic. "Pergilah, permaisuri sudah menunggu, Jenderal.""Aku harap kau percaya padaku," ucap Dominic menatap sendu ke arah istrinya, ia menggenggam kedua tangan Janna.Perempuan itu tertawa kecil seraya menoleh ke arah lain. "Sedari awal aku tak bisa percaya pada siapapun, aku hanya seorang perempuan biasa yang diperintah untuk hidup. Hanya tinggal menjalani saja." Janna memandang Dominic dengan sorotan lara, penuh derita.Dominic menghela napas berat, rasa sesak seolah-olah menekan dadanya. Dia berdiri lalu mengganti pakaian dengan busana militer. "Aku hanya sebentar." Kening Janna dikecup Dominic.Selepas kepergian Dominic, air mata Janna kembali mengucur. Ia menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan."Ada apa Permaisuri memanggil?" tanya Dominic memberi hormat pada Neha. Di dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua.Neha tersenyum senang meny

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   65

    Telah tiga hari Janna berduka, ia lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, bahkan tidak ingin bicara pada suaminya sekalipun mereka sekamar.Saat ini Janna berada di ruangan tempat menyimpan abu keluarga Freud, tidak menangis lagi, hanya memandangi guci milik putranya. Jarak ruang abu dengan kediamannya tidak begitu jauh, cukup berjalan kaki."Janna, sedari tadi kau belum makan apa pun." Suara Dominic terdengar jelas di pendengaran sebelah kanan Janna. Pria itu menaruh kedua tangan di sisi lengan Janna bermaksud ingin menyokong badan istrinya ke atas.Mendadak Janna menggoyangkan badannya sampai pegangan itu terlepas. "Pergilah, tidak perlu mengurusiku!" ucap Janna dengan nada rendah tanpa menoleh sedikit pun."Sampai kapan kau seperti ini?" Dominic tahu kesakitan yang Janna rasakan, hanya saja waktu terus berjalan dan ada yang membutuhkan Janna."Bukan urusan, Jenderal!" teriak Janna, mata Dominic sampai terpejam. Air mata mengucur dari kelopak mata Dominic, segera ia menghapusn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status