Janna terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya terutama areal wajah. Saat berusaha duduk, tubuh Janna tidak kuat sehingga kembali terhempas ke ranjang.
Janna menyapu pandangan, ia menduga bukan berada di kamp konsentrasi atau pelayanan kesehatan. Ini seperti di sebuah kamar milik pejabat stratum tinggi. Warna gelap mendominasi ruangan terkesan menakutkan bagi siapa pun yang berada di dalamnya.Pintu terbuka, seberkas cahaya masuk ke dalam ruangan. Meski dilengkapi sinar lampu, tetapi tidak seterang dari luar. Seorang pria berjubah putih masuk."Halo Nona Janna Braun, Anda sudah bangun."Janna menatap tanpa memberi ekspresi apapun."Saya Swayata Tan, kepala peneliti Kesultanan Yagondaza." Swayata menundukkan sedikit kepalanya.Janna belum pernah sebelumnya bertemu dengan Swayata secara langsung, hanya mendengar nama yang dikenal masyarakat Yagondaza sebagai kepala peneliti yang bertugas mencari perempuan dengan pewarisan sifat unggul melalui peneletian untuk dinikahkan dengan stratum tinggi."Anda sedang berada di kediaman Jenderal Dominic, kepala militer Yagondaza. Seharusnya besok akan diselenggarakan prosesi peresmian hubungan Anda dengan Jenderal, bertepatan dengan usia Anda ke dua puluh tahun." Swayata menjeda ucapannya saat melihat Janna meringis berusaha bangun dari tidurnya."Kondisi Anda lemah, sebaiknya tetap berbaring."Janna tetap berusaha bangkit sampai berhasil menyenderkan punggung di kepala ranjang. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya."Aku tidak sudi jadi kelinci percobaan kalian! Kalian hanya merendahkan perempuan!" sembur Janna meluapkan amarah dengan nafas tersengal-sengal.Swayata Tan bergeming, memproses ucapan Janna yang emosional. Swayata tersenyum dengan tenang memberi jawaban."Anda pasti tahu keputusan negara tidak dapat diganggu gugat. Meskipun Anda dari stratum Royusha, kesultanan memilih Anda menjadi pengantin Jenderal Dominic. Seharusnya senang, ini impian semua perempuan dari kalangan Anda."Janna bisa menarik kesan kalau dirinya direndahkan oleh Swayata yang berasal dari stratum Rowna, dua jenjang lebih tinggi dari Janna."Persetan dengan impian orang lain, kebebasanku lebih utama." Janna masih kuat dengan prinsipnya."Sebaiknya Anda tenangkan diri Nona Braun agar lekas pulih. Sebut saja, ini pengorbanan diri untuk kesultanan Yagondaza. Acara pernikahan dengan Jenderal Dominic Freud akan diselenggarakan sepekan dari sekarang.""Kalian memang brengsek!" teriak Janna saat Swayata keluar dari ruangan isolasi.Janna menangisi nasib buruknya, ia tidak menyangka terpilih sebagai perempuan dengan pewarisan sifat yang dianggap unggul untuk dinikahkan dengan kepala militer. Awalnya, Janna dan kawan-kanannya rela hati mengikuti tes pewarisan sifat sebab hal itu lumrah di Kesultanan Yagondaza bagi perempuan jelang usia dua puluh tahun.Perkiraan Janna sebagai perempuan dari stratum Royusha, kaum terendah, yakin tidak memiliki apa yang dicari oleh kesultanan. Malangnya, Janna keliru dengan prediksinya.Tangisan pilu Janna di ruangan isolasi hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Berada jauh dari rumah membuat Janna kesepian seolah-olah di ujung usia hidupnya. Janna merasa mau mati saja.Swayata diberi izin masuk oleh Dominic usai pertemuan dengan perwira petinggi militer Kesultanan Yagondaza."Aku ingin kedatanganmu membawa berita baik," ucap Dominic dari meja kerjanya, ia hanya melirik Swayata sekilas."Sepertinya calon istri Anda masih berkeras tidak menerima pernikahan ini, Jenderal" ucap Swayata mengabaikan permintaan Dominic. Meskipun berasal dari stratum berbeda dan jarak usia yang jauh, mereka berdua terbilang dekat seperti keluarga.Swayata yang berusia lebih tua dua puluh lima tahun dari Dominic, tidak segan untuk memberi masukan dan kritik tegas. Swayata mengenal Dominic semenjak bayi, kala itu ayah Dominic menjabat kepala militer."Berita buruk.""Anda harus bersikap lunak padanya, Jendral, bila menginginkan dia menuruti perkataan Anda."Dominic menggulung peta yang sedang dipelajari untuk memperluas kekuasaan sultan di wilayah pendudukan lain."Telah ku katakan padamu, aku tidak pernah menginginkannya. Dia bagai binatang liar dan bringas, bahkan dia meludahiku saat menangkapnya," gerutu Dominic. "Ganti saja dengan perempuan lain," ucap Dominic enteng."Mengganti calon istri tidak semudah mengganti jabatan perwira militer, Jenderal. Ini ketetapan kesultanan, setiap calon istri pejabat militer ditentukan melalui serangkaian uji pewarisan sifat. Nona Braun sangat cocok dengan Anda."Dominic berdiri dari kursinya lalu berjalan lalu lalang di hadapan Swayata sembari menautkan kedua tangannya ke belakang. "Karirku cemerlang, tapi tidak dengan kehidupan pribadi.""Lagipula usia Jenderal terpaut lima belas tahun lebih tua darinya, seharusnya Anda terlatih menghadapi calon istri yang masih belia, Jenderal.""Kalau kau mengatakan prajurit dan perwira, aku bisa mengatasi mereka dalam waktu singkat. Sudah ku katakan, gadis itu bak binatang liar! Tidak terbayangkan sikapnya setelah menyandang status istri kepala militer." Dominic menjadi kesal sendiri sebab Swayata seolah-olah menyalahkan dirinya."Jenderal, saya hanya ingin mengingatkan peraturan militer Kesultanan Yagondaza bahwa keturunan dari perempuan yang akan Jenderal nikahi sesuai hasil pengujian, haruslah menjadi istri Anda dan keturunannya akan meneruskan perjalanan militer keluarga Freud.""Ribuan kali kau telah mengatakannya kepadaku." Dominic sungguh kesal hati lantas berdiri ingin menjauh dari Swayata menuju pintu."Saya harap Anda jangan terlalu mengerasi gadis itu, Jenderal," tutup Swayata.Dominic menghabiskan waktu ke ruang persenjataan di wilayah Pamdos, areal militer. Berkeliling mengamati senjata laras pendek, panjang, hingga pedang.Malam menjelang barulah Dominic kembali ke kediaman bersama dengan pengawal pribadinya. Dominic langsung menuju ke kamarnya untuk membasuh diri dan berganti pakaian.Setelah itu, ia menuju ke ruang makan megah. Seperti biasa, Dominic hanya sendirian menikmati makan malam."Selamat malam Tuan, saya ingin melaporkan Nona Braun sedari pagi menolak makan. Seharian ini --"Dominic mengangkat tangan kirinya menyetop perkataan pelayanan yang bertugas melayani Janna.Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut Dominic, ia meminta pelayan kembali ke dalam kamar isolasi Janna. Dominic membuntuti sang pelayan. Pelayan tidak berani menolak perintah Jenderal tertinggi di Yagondaza, meskipun ia telah diusir oleh Janna saat mengantar makan pagi, siang, dan malam."Sudah ku katakan, aku tidak akan memakannya!" teriak Janna pada pelayan yang kembali ke kamar isolasinya."Tinggalkan kami berdua," perintah Dominic. Pelayan menunduk lalu berjalan keluar usai menutup pintu.Janna memandang tajam penuh kebencian pada Dominic. Janna yang berasal dari keturunan kaum pemberontak lokal sedari kecil ditanamkan rasa tidak suka terhadap militer Yagondaza, sebab keluarganya banyak tewas di tangan militer Yagondaza di masa lalu.Dominic memandang Janna dari kaki hingga kepala, tubuh kurus Janna berbalut gaun panjang yang digunakan untuk istirahat malam."Aku minta kau makan," ucap Dominic tanpa basa basi.Janna tidak gentar menghadapi Dominic. "Lebih baik aku mati daripada bernasib buruk dengan menjadi istrimu."Tangan Dominic mengepal erat, ia geram dengan pembangkangan gadis dari stratum terendah yang terpaksa diisolasi ini."Jangan membuat kesabaranku habis," ucap Dominic. Mereka saling menatap sengit seakan-akan ingin saling membunuh, jarak mereka lima langkah kaki orang dewasa."Kau tak berhak memaksaku, Jenderal Dominic Freud. Sebaiknya kau keluar dari kamar ini!" jerit Janna.Kesabaran Dominic berangsur tergerus, ia merasa direndahkan dengan diperintah oleh gadis muda yang tidak selevel dengannya.Dominic melangkah cepat mendekati Janna, ia mencengkram leher Janna. "Aku berhak mengatur di rumahku sendiri," ketus Dominic sambil menyorot tajam manik Janna.Refleks Janna menyentuh kulit lengan Dominic yan
Dominic mengepalkan tangannya, pelajaran tata krama dari guru yang diperintahnya belum mendapat hasil yang baik. Ucapan Janna sangat merendahkan Dominic. Hanya saja Dominic mencoba menahan diri sebab tidak ingin mempermalukan diri sendiri di pesta besar kenegaraan."Selamat untuk pernikahan Anda, Jenderal Freud," ucap sultan Bayezidan diikuti oleh istri dan anak-anaknya. "Saya yakin militer Kesultanan Yagondaza akan semakin baik di tangan Anda dengan pernikahan ini," puji sultan Bayezidan. "Terima kasih, Sultan Bayezidan dan Permaisuri Neha." Dominic menunduk sebagai tanda hormatnya diikuti oleh Janna.Janna terkesima melihat kecantikan dan ketampanan sultan dan permaisuri, seumur-umur baru kali ini Janna melihat mereka dari dekat. Masyarakat stratum Royusha jarang mendapat kunjungan dari pemimpin negara karena riwayat pemberontakan di masa lalu."Terima kasih Sultan dan Permaisuri, suatu kehormatan bertemu Sultan dan Permaisuri," ujar Janna tersenyum sambil melakukan gerakan curtsy
Usai pesta, Dominic menahan kepergian Swayata. Ia ingin mengonfirmasi sesuatu."Rasa kejut atau setrum itu hal wajar, Jenderal, menandakan Anda dan Nona Braun memang terhubung. Dengan kata lain, Anda sebenarnya tertarik secara fisik terhadap Nona Braun.""Itu mustahil," sanggah Dominic. "Bahkan aku tidak nyaman berada di sampingnya." Dominic masih bersikeras menolak pernyataan Swayata. "Maaf Jenderal, ini sulit untuk dijelaskan, pengalaman Anda bersama Nona Braun akan membuktikan segalanya."Dominic berdecak tidak puas dengan pernyataan Swayata yang diplomatis."Seharusnya kau bisa memberi penjelasan lebih baik. Sekarang, keluarlah!" ucap Dominic tak tertarik memperpanjang urusan dengan Swayata."Jenderal, saya ingin mengingatkan sesuatu waktu terbaik membuahi Nona adalah dua hari setelah pernikahan tepat bulan purnama bersinar terang. Menjelang itu, moga Anda bisa menahan diri," jelas Swayata sembari tersenyum penuh makna."Swayata, mengapa hal semacam itu juga diatur?""Ini sesuai
Pagi pertama Janna bersiap sarapan dibantu oleh beberapa pelayan. Saat dirinya terbangun, Dominic tidak terlihat di dalam kamar. Tidur sekamar? Sebenarnya Dominic semalam tidak kembali ke ruang pribadinya, entah pergi ke mana, Janna tidak tahu dan tidak mau tahu."Silakan duduk, Nyonya," ucap seorang pelayan yang menarik kursi kosong. Janna duduk di sana dengan anggun sesuai dengan pengajaran tata krama yang diperolehnya.Pelayan sibuk menyuguhkan minuman, makanan dipilih sendiri oleh Janna. Menu di meja sangatlah menggiurkan, ingin Janna santap satu per satu. Hanya saja, ia ingat apa yang dikatakan Dominic untuk menjaga citra diri sebagai istri seorang kepala militer. "Kemana Jenderal?" tanya Janna menyapu pandangan ke segala ruangan."Jenderal telah sarapan lebih dulu sebab harus mengikuti pertemuan khusus perwira," jawab pelayan dengan sopan.Senyum mengembang di wajah Janna, ia senang tidak berurusan dengan Dominic pagi ini. Janna juga senang sebab tidak ada yang namanya malam p
"Besok pagi-pagi kita akan berangkat ke wilayah Seaco, di sana selama sepekan," ucap Dominic pada Janna yang berdiri di seberang meja di ruang kerja Dominic. "Untuk apa ke sana? Bukannya Jenderal harus bekerja?" Janna heran dengan keputusan mendadak Dominic. "Sultan memberi hadiah pernikahan, berlibur ke Seaco," sambung Dominic. Janna mulai mengerti makna hadiah dari Sultan Bayezidan."Tidakkah kita dapat mengundurnya? Aku masih mengikuti kelas tata krama dan... kata Madam Wena perkembanganku masih belum memuaskan." Janna berusaha menolak rencana berbulan madu. Dia was-was akan dibuat menderita di Seaco nanti.Dominic menatap tajam Janna, seketika ia memalingkan wajah kembali. Dominic tidak ingin respon tubuhnya dibaca oleh Janna."Sebelumnya aku telah menolak. Berlibur ke Seaco membuang waktu berhargaku. Apa boleh buat, bagian protokoler telah mempersiapkan segalanya."Janna mengerling, Jenderal sombong, ucap Janna dalam hati sembari menarik bibirnya mendatar."Berapa lama kita di
Dominic melepas cengkramannya, ia menatap tak penuh minat pada Janna. Sementara, Janna memeluk tubuhnya sendiri, ia takut pada suara guntur. "Tanpa perlengkapan dan persediaan makanan, kau tak akan mampu bertahan hidup di luar Pandos. Kematianmu akan sia-sia." Dominic mengira Janna ketakutan mendengar fakta mengerikan tentang alam di luar Pamdos sebelum mencapai kampung halaman Janna di Hosmer. Hujan mengguyur Pamdos dengan deras. Dominic ingin menghukum Janna tanpa menyentuh fisik istrinya."Kau seharusnya berterima kasih telah menikah dengan pejabat militer, hidupmu lebih terjamin dibanding seumur hidup bertahan di stratum Royusha!" teriak Dominic di tengah suara keras hujan.Merasa cukup, Dominic meninggalkan Janna yang mulai terisak-isak dan gemetaran sambil mengusap-usap lengan sendiri. Sebelum membalik tubuhnya, suara gelegar guntur dan sambaran kilat membuat Janna melonjak lalu memeluk Dominic yang mendadak membeku di tempat."Jangan tinggalkan... aku. Aku... ta... takut gun
Pertarungan antara prajurit Dominic dan kelompok bersenjata memakan korban jiwa. Dominic tidak pernah mengira kalau perjalanan bulan madu direcoki oleh pihak tak bertanggung jawab.Janna dibawa dengan kuda tunggangan hitam milik Xaviery. Dominic menangkap suara ringkikan kuda lalu ia melompat ke tubuh Jud. Jud lari melesat mengikuti kuda yang membawa Janna lari. Sebagai kuda terlatih di medan pertempuran, Jud memiliki kecepatan yang tak diragukan. Ia mampu mengejar si kuda hitam.Tangan Dominic ingin menggapai tubuh Janna yang duduk di belakang, sayangnya ia hanya mampu menangkap angin sebab Xaviery mengeluarkan pedang dan menjulurkan pada Dominic. Denting pedang kembali terdengar di udara beberapa saat hingga kedua kuda dengan warna kontras berdiri saling berhadapan.Dominic mengamati dengan tatapan panjang dan dalam. Begitu juga Xaviery melempar api amarah."Serahkan dia padaku," ucap Dominic menunjuk Janna yang duduk di belakang tubuh Xaviery. "Kau memaksa seorang perempuan menj
Janna dan Dominic tiba di tujuan saat matahari telah merunduk ke perpaduan. Jud pun terlihat lelah setelah membawa dua insan suami istri di atas tubuhnya.Dominic menarik jubah militer dari Janna lalu memakainya."Selamat datang, Jenderal," sapa seorang penjaga penginapan tempat Janna dan Dominic akan beristirahat. Ia membungkuk memberi hormat."Berikan kudaku nutrisi terbaik, ia sangat lelah." Dominic mengelus surai Jud, kuda itu sangat senang ia meringkik sebagai tanda terima kasih. Jud dibawa oleh pengurus kuda, khusus untuk para tamu yang datang ke penginapan.Dari arah pintu penginapan, muncul seorang perempuan dengan pakaian terbuka di leher hingga pundak. Kulit mulus dengan rambut ikal tergerai.Ia pemilik penginapan."Silakan masuk, Jenderal. Kami telah menyiapkan kamar indah tempat Anda dan istri. Nyonya, perkenalkan saya Mariana," ucapnya bertutur manis sedap didengar.Ia memandang aneh ke arah Janna yang tampak kumal, tetapi Mariana langsung menormalkan ekspresinya. Hanya