Share

003

Author: Novisi
last update Last Updated: 2023-08-14 17:34:58

Dominic memandang Janna dari kaki hingga kepala, tubuh kurus Janna berbalut gaun panjang yang digunakan untuk istirahat malam.

"Aku minta kau makan," ucap Dominic tanpa basa basi.

Janna tidak gentar menghadapi Dominic. "Lebih baik aku mati daripada bernasib buruk dengan menjadi istrimu."

Tangan Dominic mengepal erat, ia geram dengan pembangkangan gadis dari stratum terendah yang terpaksa diisolasi ini.

"Jangan membuat kesabaranku habis," ucap Dominic. Mereka saling menatap sengit seakan-akan ingin saling membunuh, jarak mereka lima langkah kaki orang dewasa.

"Kau tak berhak memaksaku, Jenderal Dominic Freud. Sebaiknya kau keluar dari kamar ini!" jerit Janna.

Kesabaran Dominic berangsur tergerus, ia merasa direndahkan dengan diperintah oleh gadis muda yang tidak selevel dengannya.

Dominic melangkah cepat mendekati Janna, ia mencengkram leher Janna. "Aku berhak mengatur di rumahku sendiri," ketus Dominic sambil menyorot tajam manik Janna.

Refleks Janna menyentuh kulit lengan Dominic yang terbuka, ia kesulitan bernafas.

Mendadak Dominic seperti tersengat sewaktu Janna menyentuh lengannya, tubuhnya memanas.

Sontak Dominic melepaskan Janna yang mundur terbatuk-batuk. Dominic merasa ada yang aneh dengan tubuhnya saat bersentuhan dengan Janna.

Dominic mengabaikan gelegar yang secara tiba-tiba memasuki tubuhnya.

"Makan atau aku akan memaksamu," gertak Dominic sembari menunjuk ke arah nampan makanan.

Janna mencoba menstabilkan diri dengan menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dadanya bergemuruh amarah dengan nafas terburu.

"Keluar, aku akan memakannya." Janna ingin secepatnya Dominic hengkang dari kamarnya, ia muak dengan keberadaan Dominic.

"Kau pikir aku percaya? Aku akan di sini sampai kau habiskan makanan ini. Aku tidak ingin di rumahku ditemukan mayat kelaparan."

Janna berang mendengar hinaan Dominic, sayangnya ia tidak mampu berbuat apa-apa. Lehernya hampir saja patah, kini masih terasa sakit.

Tidak ingin berlama-lama, Janna duduk di bangku kayu berhadapan dengan makanan yang tersaji. Dengan susah payah Janna menyuap, sekalipun tanpa nafsu makan. Sementara itu, Dominic berdiri sambil bersidekap memandang Janna yang sedang makan.

Usai suapan terakhir, Janna mengusap bibir dengan punggung tangan sampai suara sendawa terdengar lantang. Dominic yang menyaksikan itu menilai Janna tidak pernah diajari etika makan. Sekalipun di medan perang, Dominic merasa cara makannya tidak pernah seperti Janna.

"Apa semua orang stratum Royusha makan seperti ini?" sindir Dominic dengan senyum mengejek.

"Ya," jawab Janna pendek.

Dominic meringis, tetapi cepat menormalkan kembali raut jijik menjadi biasa.

"Itu sebabnya, tidak pantas kau mengambilku sebagai istrimu. Dunia kita berbeda," lanjut Janna berusaha memengaruhi Dominic.

"Seandainya saja bisa. Aku pun tidak tertarik dengan perempuan kurus, pembangkang, dan jorok."

Janna melempar tatapan kesal sambil menggerutu dalam hatinya.

"Aku telah selesai makan. Keluarlah!" Janna kembali memerintah Dominic. "Memuakkan," ucapnya sangat pelan.

Dominic yang hampir saja berjalan keluar, menghentikan gerakan sembari melotot ia berkata, "Kau pikir aku tidak dengar apa yang kau ucapkan?"

Janna bergeming, ia takut tubuhnya akan dibanting atau kali ini kaki dan tangannya akan dipatahkan.

"Aku tidak mengatakan apapun," bela Janna bertampang polos seperti tidak tahu apa-apa.

"Sepekan lagi pernikahan akan digelar besar-besaran, aku tidak mau kau mempermalukanku di depan publik. Seorang guru etika akan mengajarimu cara berbicara dan bersikap sopan."

Dominic keluar dari ruangan isolasi Janna, seorang pelayan masuk mengambil nampan berisi pinggan dan cangkir kosong.

Pernikahan Jenderal Dominic Freud dan Janna Braun digelar secara meriah di pekan yang telah ditentukan. Areal Pamdos disibukkan dengan pesta seharian kepala militer kesultanan Yagondaza.

Pemimpin Yagondaza, Sultan Bayezidan, hadir bersama istri dan anak-anaknya yang masih kecil. Anak-anak mereka juga hasil gemeparasi, penyatuan bibit unggul melalui pernikahan.

Tamu undangan berasal dari setiap stratum, kecuali stratum terendah, Royusha, sebab mereka adalah keturunan pemberontak internal yang diasingkan meski tetap menjadi bagian Yagondaza.

Janna dirias dengan gaun berekor berwarna cerah dari penenun dan penjahit terbaik. Aksesoris dan perhiasan mahal menempel di tubuhnya. Namun, paras ayu Janna tanpa ulas senyum.

"Pernikahan yang tak pernah aku inginkan," ucap Janna pelan menyapu pandangan menatap tamu undangan dengan pakaian pesta yang tak dikenalinya sama sekali. Dominic mendengarnya, tetapi bersikap tidak peduli.

Seorang perempuan paruh baya mendekati Dominic yang berdiri di samping Janna. Selain pesta pernikahan, peristiwa ini menjadi ajang reuni bagi para tamu undangan yang dalam jangka lama belum bertemu satu dengan lainnya.

Mereka tidak begitu memperhatikan raut wajah muram Janna, kecuali ibu Dominic.

"Jangan pudar senyum dari wajahmu, ini adalah acara negara terbesar di penghujung tahun ini. Ingatkan istrimu untuk tersenyum, Anakku."

Ibu Dominic kemudian melangkah kembali ke tempat duduknya.

Dominic menoleh pada Janna, paras kelam menyiratkan rasa tidak senang akan kemewahan pesta pernikahan. Dominic pun memiliki perasaan yang sama, tidak menginginkan perempuan keturunan pemberontak internal kesultanan sebagai istrinya.

Peresmian hubungan antara Janna dan Dominic merupakan mimpi buruk bagi mereka berdua.

"Tunjukkan senyummu, jangan mengumbar kesedihan di acara kenegaraan!" bisik Dominic geram, ia menunduk ke arah telinga Janna.

Janna bergeming malah menoleh ke arah lain, mengabaikan ucapan suaminya. Ya, pernikahan mereka adalah acara resmi kesultanan.

Melihat sikap membangkang Janna muncul ide Dominic untuk mengerjai. Dia menarik lengan Janna mendekati tubuhnya. Spontan Janna merasa terusik menganggap Dominic bersikap semena-mena terhadapnya.

Janna mendongak menatap tajam Dominic.

"Jangan sentuh aku, Jenderal!" ucap Janna ketus, tetapi terdengar sehalus bisikan.

Saat pria itu membalas tatapan Janna dari jarak dekat, sekelebat kilat seperti menyetrum tubuh Dominic. Dengan cepat Dominic melepaskan Janna.

Ini kali kedua, Dominic seperti tersihir bila berada dekat dengan Janna.

Janna terkesiap dengan gerakan tiba-tiba Dominic yang langsung melepas tubuhnya. "Jenderal aneh," gerutunya kesal.

"Ada apa dengan tubuhmu?" tanya Dominic heran. Ia tak lagi ingin menyentuh atau menatap mata Janna dari jarak dekat. Dominic menatap lantai panggung tempat mereka berdiri.

"Tubuhku baik-baik saja, mungkin tubuhmu terlalu tua untuk bersanding dengan gadis muda usia dua puluh tahun sehingga bereaksi buruk," ejek Janna tanpa rasa takut. Mengalahkan Dominic secara fisik tidak mampu Janna lakukan, ia harus punya cara lain untuk membuat Dominic tidak betah berada di sampingnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   070

    Berita tentang kelahiran putra permaisuri dan Sultan sampai di telinga Janna."Kalian siapkan hadiah untuk Permaisuri," perintah Janna pada Kana dan Mala. Mereka saling berpandangan seolah-olah ingin menyampaikan hal lain.Janna memperhatikan gerak tubuh berbeda dari kedua pelayannya. "Mengapa? Pergilah? Aku akan menyampaikan nanti seorang diri," jelasnya."Ma... maaf, Nyonya." Kana angkat suara. "Tapi, anak yang dilahirkan permaisuri tidak seperti anak normal lainnya."Kana dan Mala bergantian menceritakan kabar yang telah pasti kebenarannya itu."Lalu masalahnya ada di mana? Meskipun tubuh bayi seperti itu, dia tetap manusia yang harus dicintai." Janna malah teringat pada putranya yang terpaksa harus dipisahkan dari mereka. "Peraturan di kesultanan, anak dalam keadaan demikian dianggap tidak layak hidup, Anggapan kesultanan di masa depan ia juga tidak mampu bertahan hidup, sehingga di masa bayi ini..." Mala ragu-ragu menyampaikan. "Teruskan!" perintah Janna."Bayi itu akan dibunuh

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   069

    Permaisuri Neha meraung-raung di kamarnya sendiri, semua pelayan dan prajurit yang mengetahui kabar tentang kelahiran anak permaisuri tertunduk seolah-olah ikut merasakan kesedihannya.Sementara itu, Sultan Bayezidan berjalan pelan bolak balik, tetapi geraknya tak menandakan ketenangan."Mengapa bisa seperti ini?!" hardiknya pada medikus yang membantu persalinan. Keringat mengucur di pelipis medikus, ia langsung berlutut di hadapan pemimpin kesultanan Yagondaza.Sultan memutuskan berbicara empat mata pada medikus."Maa... maafkan, Sultan, ini di luar dugaan," ucapnya terbata-bata. "ini bisa diduga terjadi selama kehamilan," lanjutnya tertunduk takut."Maksudmu apa?!" Sultan Bayezidan menarik baju bahu medikus yang membuatnya hampir mati gemetar."Kekurangan anggota tubuh ini bisa dijelaskan terjadi selama kehamilan permaisuri lalu, Jenderal" jelasnya."Bukankah permaisuri telah melewati proses pemeriksaan sifat unggul? Anak-anak terdahulu tidak ada lahir seperti itu!" ingat Sultan Bay

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   68

    Setelah kunjungan Neha di kediaman rumah putih, Janna banyak diam. Pikirannya dipenuhi dengan ucapan Neha berulang-ulang.Tangisan putranya membuat Janna sadar bila bocah kecil itu hampir terlepas darinya. Cepat-cepat Janna memperbaiki posisi anaknya yang diberi nama Harry Freud."Maafkan Ibu, Harry," ucapnya.Tidak lama Dominic masuk ke kamar. "Kalian ada di sini rupanya.""Apakah Jenderal mencariku?" tanya Janna dengan raut senang.Dominic duduk di samping Janna. "Aku dengar dari pelayan, permaisuri Neha mengunjungimu."Paras Janna berubah. "Ya," jawabnya pendek tak semangat."Apa yang kalian bicarakan?""Hanya menanyakan kabar saja," sahut Janna. Dominic memandang istrinya yang tengah sibuk dengan Harry."Kau tak bisa membohongiku," nilai Dominic lalu mengambil alih putra mereka, Dominic mengayun Harry yang senang diperlakukan demikian."Apakah Jenderal akan mempercayai ceritaku?" Janna tertawa kecil. "Permaisuri teman lama Jenderal, pasti saja Jenderal sulit percaya dengan apa yan

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   67

    "Apa yang membawamu mendatangi kediamanku, Jenderal?" tanya Sultan Bayezidan saat mereka saling berhadapan. Dominic membungkuk memberi hormat, hanya saja irama jantungnya mulai tak karuan. Terasa sulit untuk menjawab, bahkan menelan ludah pun. Dominic tidak siap dengan seribu alasan mengunjungi kediaman tanpa kehadiran Sultan di sana. Namun, ia harus tetap menjawab. Dominic mengangkat badan, sewaktu mulutnya terbuka, dari arah pintu Neha muncul. "Yang Mulia," ucapnya memberi hormat, "aku meminta Jenderal Dominic datang kemari untuk menanyakan kabar Janna, dan aku memberikan bingkisan hiburan untuk Janna yang masih bersedih, tetapi Jenderal Dominic lupa membawanya," lanjut Neha dengan tenang dan lancar, ia tertawa kecil sembari mengulurkan bingkisan dengan kedua tangannya. Paras Sultan Bayezidan yang semula datar berubah terisi senyuman. "Ambillah, kami ingin menghibur kalian. Pasti apa yang kalian alami begitu berat." Dominic masih berpikir tentang Neha dan Sultan, mereka s

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   66

    "Cukup, Jenderal. Aku sudah lebih baik," ujar Janna pelan, menghentikan gerak pijatan di bahunya, ia memperbaiki gaun lalu duduk menghadap Dominic. "Pergilah, permaisuri sudah menunggu, Jenderal.""Aku harap kau percaya padaku," ucap Dominic menatap sendu ke arah istrinya, ia menggenggam kedua tangan Janna.Perempuan itu tertawa kecil seraya menoleh ke arah lain. "Sedari awal aku tak bisa percaya pada siapapun, aku hanya seorang perempuan biasa yang diperintah untuk hidup. Hanya tinggal menjalani saja." Janna memandang Dominic dengan sorotan lara, penuh derita.Dominic menghela napas berat, rasa sesak seolah-olah menekan dadanya. Dia berdiri lalu mengganti pakaian dengan busana militer. "Aku hanya sebentar." Kening Janna dikecup Dominic.Selepas kepergian Dominic, air mata Janna kembali mengucur. Ia menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan."Ada apa Permaisuri memanggil?" tanya Dominic memberi hormat pada Neha. Di dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua.Neha tersenyum senang meny

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   65

    Telah tiga hari Janna berduka, ia lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, bahkan tidak ingin bicara pada suaminya sekalipun mereka sekamar.Saat ini Janna berada di ruangan tempat menyimpan abu keluarga Freud, tidak menangis lagi, hanya memandangi guci milik putranya. Jarak ruang abu dengan kediamannya tidak begitu jauh, cukup berjalan kaki."Janna, sedari tadi kau belum makan apa pun." Suara Dominic terdengar jelas di pendengaran sebelah kanan Janna. Pria itu menaruh kedua tangan di sisi lengan Janna bermaksud ingin menyokong badan istrinya ke atas.Mendadak Janna menggoyangkan badannya sampai pegangan itu terlepas. "Pergilah, tidak perlu mengurusiku!" ucap Janna dengan nada rendah tanpa menoleh sedikit pun."Sampai kapan kau seperti ini?" Dominic tahu kesakitan yang Janna rasakan, hanya saja waktu terus berjalan dan ada yang membutuhkan Janna."Bukan urusan, Jenderal!" teriak Janna, mata Dominic sampai terpejam. Air mata mengucur dari kelopak mata Dominic, segera ia menghapusn

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   64

    Pagi hari Janna tak berada di kamar pribadinya, Dominic panik. Ia melangkah menyusuri sisi kamar. Dominic berlari mengitari rumah putih."Ada apa, Jenderal?" tanya Letnan Adrian yang heran dengan tingkah atasannya."Janna, di mana Janna?""Nyonya sedang di taman bersama dengan kedua putra Jenderal," jawab Letnan Adrian.Gegas Dominic berlari ke arah taman dengan masih mengenakan piyama tidurnya. Kelegaan merasuki dada Dominic begitu melihat Janna dan kedua putranya."Janna, mengapa sepagi ini sudah berada di taman?" tanya Dominic, tak segan ia melingkarkan tangan di pinggang istrinya. "Apaah udara pagi ini baik untuk mereka?" lanjut Dominic.Janna tertawa kecil, ia merasa senang diperhatikan oleh Dominic. "Semua baik-baik saja, Jenderal. Apakah Jenderal khawatir, bisa-bisanya keluar kamar hanya dengan piyama?" ledek Janna membuat Dominic salah tingkah dan malu.Selang beberapa waktu, Dominic kembali teringat perkataan Swayata dan mimpinya tadi malam."Seusai sarapan aku ingin berbinca

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   63

    Janna diperbolehkan kembali ke rumah putih, setelah kesehatannya membaik. Setiba di kediamannya, ia melihat Swayata berdiri di antara orang biasa yang menantikan kepulangan mereka.Membawa serta anak-anaknya, Janna masuk terlebih dulu."Nanti aku menyusul," ujar Dominic yang masih harus menerima Swayata di kamar kerjanya."Jenderal, selamat atas kelahiran bayi kembarmu," ucap Swayata memberi hormat, ia menyerahkan bingkisan pada Dominic yang langsung diserahkan pada pengawalnya. "Apa keperluanmu datang kemari, Pak Tua? Bukan hanya menyampaikan hal ini, bukan?" selidik Dominic.Ulasan senyum Swayata memberi jawab bagi Dominic. "Duduklah, katakan apa keperluanmu."Swayata mengikuti Dominic duduk di bangku tamu."Aku bukan pejabat lagi, Jenderal. Tetapi, aku harus mengatakan kepadamu, bila anak kembarmu harus dipisahkan karena mereka keduanya laki-laki."Dominic terbeliak mendengarnya, sebelumnya Swayata tak pernah mengatakan mengenai hal itu. "Bukankah baik aku punya anak laki-laki k

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   62

    Dominic dan Janna kembali ke Pamdos, sepanjang perjalanan dalam kereta kuda Dominic melihat jelas paras Janna yang riang, sekalipun perempuan itu melihat ke arah luar. "Apa kau telah mempersiapkan nama untuk anak ini nanti?" tanya Dominic, Janna menoleh sembari berpikir. "Bukankah Jenderal yang ingin memberikan nama pada anak ini? Biasanya seorang ayah yang memberikan nama." "Kalau kau ingin memberikan nama tidak masalah. Kebiasaan yang kau sebutkan itu tidak berlaku di stratum Armyasa," sanggah Dominic. Janna tersenyum, ia menyambut gagasan suaminya. "Aku pernah terpikir, apa Jenderal ingin mendengar namanya?" "Tidak perlu, nanti saja setelah anak ini lahir." Tidak terasa mereka tiba di rumah putih. Dominic turun terlebih dulu lalu mempersilakan istrinya. "Dominic," panggil seseorang dari luar. Janna mendengarnya sembari memutar matanya. Mereka berdua telah turun dari kereta kuda. "Bolehkah aku berbicara padamu? Ini tentang upaya --" Sorot tajam Janna pada Yana

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status