Dominic memandang Janna dari kaki hingga kepala, tubuh kurus Janna berbalut gaun panjang yang digunakan untuk istirahat malam.
"Aku minta kau makan," ucap Dominic tanpa basa basi.Janna tidak gentar menghadapi Dominic. "Lebih baik aku mati daripada bernasib buruk dengan menjadi istrimu."Tangan Dominic mengepal erat, ia geram dengan pembangkangan gadis dari stratum terendah yang terpaksa diisolasi ini."Jangan membuat kesabaranku habis," ucap Dominic. Mereka saling menatap sengit seakan-akan ingin saling membunuh, jarak mereka lima langkah kaki orang dewasa."Kau tak berhak memaksaku, Jenderal Dominic Freud. Sebaiknya kau keluar dari kamar ini!" jerit Janna.Kesabaran Dominic berangsur tergerus, ia merasa direndahkan dengan diperintah oleh gadis muda yang tidak selevel dengannya.Dominic melangkah cepat mendekati Janna, ia mencengkram leher Janna. "Aku berhak mengatur di rumahku sendiri," ketus Dominic sambil menyorot tajam manik Janna.Refleks Janna menyentuh kulit lengan Dominic yang terbuka, ia kesulitan bernafas.Mendadak Dominic seperti tersengat sewaktu Janna menyentuh lengannya, tubuhnya memanas.Sontak Dominic melepaskan Janna yang mundur terbatuk-batuk. Dominic merasa ada yang aneh dengan tubuhnya saat bersentuhan dengan Janna.Dominic mengabaikan gelegar yang secara tiba-tiba memasuki tubuhnya."Makan atau aku akan memaksamu," gertak Dominic sembari menunjuk ke arah nampan makanan.Janna mencoba menstabilkan diri dengan menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dadanya bergemuruh amarah dengan nafas terburu."Keluar, aku akan memakannya." Janna ingin secepatnya Dominic hengkang dari kamarnya, ia muak dengan keberadaan Dominic."Kau pikir aku percaya? Aku akan di sini sampai kau habiskan makanan ini. Aku tidak ingin di rumahku ditemukan mayat kelaparan."Janna berang mendengar hinaan Dominic, sayangnya ia tidak mampu berbuat apa-apa. Lehernya hampir saja patah, kini masih terasa sakit.Tidak ingin berlama-lama, Janna duduk di bangku kayu berhadapan dengan makanan yang tersaji. Dengan susah payah Janna menyuap, sekalipun tanpa nafsu makan. Sementara itu, Dominic berdiri sambil bersidekap memandang Janna yang sedang makan.Usai suapan terakhir, Janna mengusap bibir dengan punggung tangan sampai suara sendawa terdengar lantang. Dominic yang menyaksikan itu menilai Janna tidak pernah diajari etika makan. Sekalipun di medan perang, Dominic merasa cara makannya tidak pernah seperti Janna."Apa semua orang stratum Royusha makan seperti ini?" sindir Dominic dengan senyum mengejek."Ya," jawab Janna pendek.Dominic meringis, tetapi cepat menormalkan kembali raut jijik menjadi biasa."Itu sebabnya, tidak pantas kau mengambilku sebagai istrimu. Dunia kita berbeda," lanjut Janna berusaha memengaruhi Dominic."Seandainya saja bisa. Aku pun tidak tertarik dengan perempuan kurus, pembangkang, dan jorok."Janna melempar tatapan kesal sambil menggerutu dalam hatinya."Aku telah selesai makan. Keluarlah!" Janna kembali memerintah Dominic. "Memuakkan," ucapnya sangat pelan.Dominic yang hampir saja berjalan keluar, menghentikan gerakan sembari melotot ia berkata, "Kau pikir aku tidak dengar apa yang kau ucapkan?"Janna bergeming, ia takut tubuhnya akan dibanting atau kali ini kaki dan tangannya akan dipatahkan."Aku tidak mengatakan apapun," bela Janna bertampang polos seperti tidak tahu apa-apa."Sepekan lagi pernikahan akan digelar besar-besaran, aku tidak mau kau mempermalukanku di depan publik. Seorang guru etika akan mengajarimu cara berbicara dan bersikap sopan."Dominic keluar dari ruangan isolasi Janna, seorang pelayan masuk mengambil nampan berisi pinggan dan cangkir kosong.Pernikahan Jenderal Dominic Freud dan Janna Braun digelar secara meriah di pekan yang telah ditentukan. Areal Pamdos disibukkan dengan pesta seharian kepala militer kesultanan Yagondaza.Pemimpin Yagondaza, Sultan Bayezidan, hadir bersama istri dan anak-anaknya yang masih kecil. Anak-anak mereka juga hasil gemeparasi, penyatuan bibit unggul melalui pernikahan.Tamu undangan berasal dari setiap stratum, kecuali stratum terendah, Royusha, sebab mereka adalah keturunan pemberontak internal yang diasingkan meski tetap menjadi bagian Yagondaza.Janna dirias dengan gaun berekor berwarna cerah dari penenun dan penjahit terbaik. Aksesoris dan perhiasan mahal menempel di tubuhnya. Namun, paras ayu Janna tanpa ulas senyum."Pernikahan yang tak pernah aku inginkan," ucap Janna pelan menyapu pandangan menatap tamu undangan dengan pakaian pesta yang tak dikenalinya sama sekali. Dominic mendengarnya, tetapi bersikap tidak peduli.Seorang perempuan paruh baya mendekati Dominic yang berdiri di samping Janna. Selain pesta pernikahan, peristiwa ini menjadi ajang reuni bagi para tamu undangan yang dalam jangka lama belum bertemu satu dengan lainnya.Mereka tidak begitu memperhatikan raut wajah muram Janna, kecuali ibu Dominic."Jangan pudar senyum dari wajahmu, ini adalah acara negara terbesar di penghujung tahun ini. Ingatkan istrimu untuk tersenyum, Anakku."Ibu Dominic kemudian melangkah kembali ke tempat duduknya.Dominic menoleh pada Janna, paras kelam menyiratkan rasa tidak senang akan kemewahan pesta pernikahan. Dominic pun memiliki perasaan yang sama, tidak menginginkan perempuan keturunan pemberontak internal kesultanan sebagai istrinya.Peresmian hubungan antara Janna dan Dominic merupakan mimpi buruk bagi mereka berdua."Tunjukkan senyummu, jangan mengumbar kesedihan di acara kenegaraan!" bisik Dominic geram, ia menunduk ke arah telinga Janna.Janna bergeming malah menoleh ke arah lain, mengabaikan ucapan suaminya. Ya, pernikahan mereka adalah acara resmi kesultanan.Melihat sikap membangkang Janna muncul ide Dominic untuk mengerjai. Dia menarik lengan Janna mendekati tubuhnya. Spontan Janna merasa terusik menganggap Dominic bersikap semena-mena terhadapnya.Janna mendongak menatap tajam Dominic."Jangan sentuh aku, Jenderal!" ucap Janna ketus, tetapi terdengar sehalus bisikan.Saat pria itu membalas tatapan Janna dari jarak dekat, sekelebat kilat seperti menyetrum tubuh Dominic. Dengan cepat Dominic melepaskan Janna.Ini kali kedua, Dominic seperti tersihir bila berada dekat dengan Janna.Janna terkesiap dengan gerakan tiba-tiba Dominic yang langsung melepas tubuhnya. "Jenderal aneh," gerutunya kesal."Ada apa dengan tubuhmu?" tanya Dominic heran. Ia tak lagi ingin menyentuh atau menatap mata Janna dari jarak dekat. Dominic menatap lantai panggung tempat mereka berdiri."Tubuhku baik-baik saja, mungkin tubuhmu terlalu tua untuk bersanding dengan gadis muda usia dua puluh tahun sehingga bereaksi buruk," ejek Janna tanpa rasa takut. Mengalahkan Dominic secara fisik tidak mampu Janna lakukan, ia harus punya cara lain untuk membuat Dominic tidak betah berada di sampingnya.Dominic mengepalkan tangannya, pelajaran tata krama dari guru yang diperintahnya belum mendapat hasil yang baik. Ucapan Janna sangat merendahkan Dominic. Hanya saja Dominic mencoba menahan diri sebab tidak ingin mempermalukan diri sendiri di pesta besar kenegaraan."Selamat untuk pernikahan Anda, Jenderal Freud," ucap sultan Bayezidan diikuti oleh istri dan anak-anaknya. "Saya yakin militer Kesultanan Yagondaza akan semakin baik di tangan Anda dengan pernikahan ini," puji sultan Bayezidan. "Terima kasih, Sultan Bayezidan dan Permaisuri Neha." Dominic menunduk sebagai tanda hormatnya diikuti oleh Janna.Janna terkesima melihat kecantikan dan ketampanan sultan dan permaisuri, seumur-umur baru kali ini Janna melihat mereka dari dekat. Masyarakat stratum Royusha jarang mendapat kunjungan dari pemimpin negara karena riwayat pemberontakan di masa lalu."Terima kasih Sultan dan Permaisuri, suatu kehormatan bertemu Sultan dan Permaisuri," ujar Janna tersenyum sambil melakukan gerakan curtsy
Usai pesta, Dominic menahan kepergian Swayata. Ia ingin mengonfirmasi sesuatu."Rasa kejut atau setrum itu hal wajar, Jenderal, menandakan Anda dan Nona Braun memang terhubung. Dengan kata lain, Anda sebenarnya tertarik secara fisik terhadap Nona Braun.""Itu mustahil," sanggah Dominic. "Bahkan aku tidak nyaman berada di sampingnya." Dominic masih bersikeras menolak pernyataan Swayata. "Maaf Jenderal, ini sulit untuk dijelaskan, pengalaman Anda bersama Nona Braun akan membuktikan segalanya."Dominic berdecak tidak puas dengan pernyataan Swayata yang diplomatis."Seharusnya kau bisa memberi penjelasan lebih baik. Sekarang, keluarlah!" ucap Dominic tak tertarik memperpanjang urusan dengan Swayata."Jenderal, saya ingin mengingatkan sesuatu waktu terbaik membuahi Nona adalah dua hari setelah pernikahan tepat bulan purnama bersinar terang. Menjelang itu, moga Anda bisa menahan diri," jelas Swayata sembari tersenyum penuh makna."Swayata, mengapa hal semacam itu juga diatur?""Ini sesuai
Pagi pertama Janna bersiap sarapan dibantu oleh beberapa pelayan. Saat dirinya terbangun, Dominic tidak terlihat di dalam kamar. Tidur sekamar? Sebenarnya Dominic semalam tidak kembali ke ruang pribadinya, entah pergi ke mana, Janna tidak tahu dan tidak mau tahu."Silakan duduk, Nyonya," ucap seorang pelayan yang menarik kursi kosong. Janna duduk di sana dengan anggun sesuai dengan pengajaran tata krama yang diperolehnya.Pelayan sibuk menyuguhkan minuman, makanan dipilih sendiri oleh Janna. Menu di meja sangatlah menggiurkan, ingin Janna santap satu per satu. Hanya saja, ia ingat apa yang dikatakan Dominic untuk menjaga citra diri sebagai istri seorang kepala militer. "Kemana Jenderal?" tanya Janna menyapu pandangan ke segala ruangan."Jenderal telah sarapan lebih dulu sebab harus mengikuti pertemuan khusus perwira," jawab pelayan dengan sopan.Senyum mengembang di wajah Janna, ia senang tidak berurusan dengan Dominic pagi ini. Janna juga senang sebab tidak ada yang namanya malam p
"Besok pagi-pagi kita akan berangkat ke wilayah Seaco, di sana selama sepekan," ucap Dominic pada Janna yang berdiri di seberang meja di ruang kerja Dominic. "Untuk apa ke sana? Bukannya Jenderal harus bekerja?" Janna heran dengan keputusan mendadak Dominic. "Sultan memberi hadiah pernikahan, berlibur ke Seaco," sambung Dominic. Janna mulai mengerti makna hadiah dari Sultan Bayezidan."Tidakkah kita dapat mengundurnya? Aku masih mengikuti kelas tata krama dan... kata Madam Wena perkembanganku masih belum memuaskan." Janna berusaha menolak rencana berbulan madu. Dia was-was akan dibuat menderita di Seaco nanti.Dominic menatap tajam Janna, seketika ia memalingkan wajah kembali. Dominic tidak ingin respon tubuhnya dibaca oleh Janna."Sebelumnya aku telah menolak. Berlibur ke Seaco membuang waktu berhargaku. Apa boleh buat, bagian protokoler telah mempersiapkan segalanya."Janna mengerling, Jenderal sombong, ucap Janna dalam hati sembari menarik bibirnya mendatar."Berapa lama kita di
Dominic melepas cengkramannya, ia menatap tak penuh minat pada Janna. Sementara, Janna memeluk tubuhnya sendiri, ia takut pada suara guntur. "Tanpa perlengkapan dan persediaan makanan, kau tak akan mampu bertahan hidup di luar Pandos. Kematianmu akan sia-sia." Dominic mengira Janna ketakutan mendengar fakta mengerikan tentang alam di luar Pamdos sebelum mencapai kampung halaman Janna di Hosmer. Hujan mengguyur Pamdos dengan deras. Dominic ingin menghukum Janna tanpa menyentuh fisik istrinya."Kau seharusnya berterima kasih telah menikah dengan pejabat militer, hidupmu lebih terjamin dibanding seumur hidup bertahan di stratum Royusha!" teriak Dominic di tengah suara keras hujan.Merasa cukup, Dominic meninggalkan Janna yang mulai terisak-isak dan gemetaran sambil mengusap-usap lengan sendiri. Sebelum membalik tubuhnya, suara gelegar guntur dan sambaran kilat membuat Janna melonjak lalu memeluk Dominic yang mendadak membeku di tempat."Jangan tinggalkan... aku. Aku... ta... takut gun
Pertarungan antara prajurit Dominic dan kelompok bersenjata memakan korban jiwa. Dominic tidak pernah mengira kalau perjalanan bulan madu direcoki oleh pihak tak bertanggung jawab.Janna dibawa dengan kuda tunggangan hitam milik Xaviery. Dominic menangkap suara ringkikan kuda lalu ia melompat ke tubuh Jud. Jud lari melesat mengikuti kuda yang membawa Janna lari. Sebagai kuda terlatih di medan pertempuran, Jud memiliki kecepatan yang tak diragukan. Ia mampu mengejar si kuda hitam.Tangan Dominic ingin menggapai tubuh Janna yang duduk di belakang, sayangnya ia hanya mampu menangkap angin sebab Xaviery mengeluarkan pedang dan menjulurkan pada Dominic. Denting pedang kembali terdengar di udara beberapa saat hingga kedua kuda dengan warna kontras berdiri saling berhadapan.Dominic mengamati dengan tatapan panjang dan dalam. Begitu juga Xaviery melempar api amarah."Serahkan dia padaku," ucap Dominic menunjuk Janna yang duduk di belakang tubuh Xaviery. "Kau memaksa seorang perempuan menj
Janna dan Dominic tiba di tujuan saat matahari telah merunduk ke perpaduan. Jud pun terlihat lelah setelah membawa dua insan suami istri di atas tubuhnya.Dominic menarik jubah militer dari Janna lalu memakainya."Selamat datang, Jenderal," sapa seorang penjaga penginapan tempat Janna dan Dominic akan beristirahat. Ia membungkuk memberi hormat."Berikan kudaku nutrisi terbaik, ia sangat lelah." Dominic mengelus surai Jud, kuda itu sangat senang ia meringkik sebagai tanda terima kasih. Jud dibawa oleh pengurus kuda, khusus untuk para tamu yang datang ke penginapan.Dari arah pintu penginapan, muncul seorang perempuan dengan pakaian terbuka di leher hingga pundak. Kulit mulus dengan rambut ikal tergerai.Ia pemilik penginapan."Silakan masuk, Jenderal. Kami telah menyiapkan kamar indah tempat Anda dan istri. Nyonya, perkenalkan saya Mariana," ucapnya bertutur manis sedap didengar.Ia memandang aneh ke arah Janna yang tampak kumal, tetapi Mariana langsung menormalkan ekspresinya. Hanya
Kuda hitam membelah malam hingga tiba di daerah Hosmer, tanpa kawanan lainnya. Orang-orang yang tengah berkumpul, memberi perhatian saat derap kaki kuda mendekati pemukiman."Xaviery, apa yang terjadi?""Ketua, Xaviery terluka." Seseorang melihat darah mengalir di tubuh kuda hitam dari pakaian Xaviery. "Segera angkat dan obati," perintah pria yang dipanggil ketua bernama Allan Braun.Xaviery lemah kehilangan banyak darah dan kesadaran, Allan mengkhawatirkan keadaan pria yang telah dianggap sahabat baik itu."Xaviery bertarung dengan Dominic?" tanya Allan pada pejuang yang selamat, turut dalam misi membebaskan Janna."Ya, Ketua, hanya sendiri. Kami kehilangan banyak pejuang sehingga tidak mampu menolong Xaviery saat itu," sesal seorang pejuang.Allan mengerti kalau kelompok mereka kalah dari bertarung. Prajurit kesultanan Yagondaza memang terlatih di medan perang.Permintaan Xaviery kala itu untuk membebaskan Janna sudah diragukan semenjak awal."Kita butuh waktu memperkuat para pejua